Rabu, 28 Desember 2011

keputusan itu

ketika dihadapkan pada yang dua
dan tak ada pilihan memilih keduanya
ia bilang
semua pasti akan baik-baik saja
semua pasti akan baik-baik saja
kupercayai
dan terjadi
semua berjalan baik-baik saja :D

Senin, 26 Desember 2011

HAI NAMAKU LOLA




TOKOH FAVORIT SAYA DALAM DUNIA KARTUN ANAK LOLA ADIK DARI CHARLIE... ANIMASI INI BANYAK MEMBERIKAN PANDANGAN TERHADAP MASALAH YANG DILIHAT DARI SISI KEPOLOSAN DAN KE-KRITIS-AN. MASALAH TERSEBUT PUN MAMPU DI ATASI TERUTAMA OLEH SANG KAKAK CHARLI DALAM MENGHADAPI "AKSI" LOLA YANG BERMACAM-MACAM. ANIMASI INI JUGA MENGAJAK PARA PENONTONYA MAU DAN MAMPU UNTUK BERIMAJINASI :D

MALAM YANG KOMPLIT

malam ini adalah malam yang komplit bagi saya. baru beberapa menit yang lalu saya pulang setelah sahabat saya mengajak saya makan alias mentraktir. kenapa saya bilang malam ini adalah malam komplit, ya karena malam ini berbagai perasaan manusia bisa saya lihat dan saya rasakan hanya dalam waktu beberapa jam saja. hahahaha
dari yang panik, bingung, kesel, gondok, terus jadi khawatir, ketawa, senyum, mau nangis, malu-malu, dan super marah semuanya hanya berlangsung dalam waktu beberapa jam saja. komplit bukan dan itu sumpah terasa banget. hal ini terjadi antara saya dengan sahabat saya, saya dengan pelayan restoran di Sushi Miya8i @ margonda raya, hingga sahabat saya dengan kekasihnya yang sedang sedikit bermasalah. Huaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaa kok bisa ya... ya itulah. hati manusia bisa berubah-ubah. ehmm... cuma ada suatu hal yang sangat penting dan jadi kenangan buat saya sih. laki-laki yang duduk tepat di sebelah saya sungguhlah tampan. dengan kaos dan celana 3/4 dilengkapi dengan kacamata berbingkai coklat dia tampak sempurna di mata saya dan sahabat saya. ganteng banget deh. mirip-mirip seseorang yang saya suka saat kuliah dulu. heheheh jadi inget masa-masa kuliah. oh iya balik lagi soal perasaan. saya suka bisa berubah-ubah suasana hati secepat itu... Allah lah yang menciptakan manusia dengan jutaan kesempurnaannya... yang bisa merasakan, mengekspresikan berbagai hal yang dirasakan  bahkan hanya dalam waktu beberapa jam saja. dan saya menikmatinya :D apalagi tatapan laki-laki berkacamata itu. ampun Gusti ciptaan-Mu sungguh indah

Minggu, 25 Desember 2011

Me and My Mom



huaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaa setelah sekian lama akhirnya saya unggah juga foto ini. ini foto terbaik yang saya miliki saat ini. di atas yang memakai jilbab oranye adalah saya  sedangkan yang memakai baju ungu adalah perempuan yang melahirkan saya Diah Puji Lestari..... kalau kata orang-orang sih cantikan mama ketimbang saya . ya memang demikianlah adanya. saya akui... mama saya adalah perempuan yang tercantik di dunia... :D love u MOM

Kamis, 22 Desember 2011

kejadian yang akan terjadi esok

saya tidak bermaksud meramalkan diri saya sendiri terlebih orang lain. di sini saya hanya akan menerka-nerka kejadian apa yang akan saya alami esok. besok mungkin hari yang biasa saja buat setiap orang bahkan untuk diri saya sendiri. tapi ada sedikit pembeda dengan hari-hari biasanya, besok saya akan melakukan diklat yang kedua kali dalam tuntunan tempat saya mengajar di GO. waktu itu saat pertama saya bekerja di GO saya pernah mengikuti serangkaian diklat juga yang dilaksananakan di Bandung. pengalaman yang tak bisa dibeli ketika saya pergi ke bandung dengan kawan saya hanya untuk menerima rumus-rumus sebagai alat yang akan saya pergunakan untuk mengajar. Besok tentunya akan demikian walaupun sedikit terjadi perbedaan karena besok kami akan berangkat beramai-ramai dari st depok baru menuju Bogor. semoga saya bisa berbaur dengan Ibu-ibu itu... kalaupun tidak setidaknya saya tidak mau berdiam diri saja. saya ingin menjadi orang lain besok. itupun kalau bisa. berharap ada topeng yang baik yang bisa saya pergunakan untuk berhadapan dengan mereka semua. amien. tapi kalau boleh jujur--karena saya suka berbohong-- saya lebih senang jika bertemu dengan anak-anak dan lebih mudah bergaul :D

Hasil foto hp imo kamera sangat standar vga



ini adalah kumpulan foto adik sepupu yang saya ambil dengan menggunakan kamera hp yang tidak beresolusi mega pixel hanya vga. Tapi, hasilnya tetap maksimal kan? 

Rabu, 21 Desember 2011

memulai langkah

belum terlambat ketika ingin melangkah sekali lagi
bahkan selagi masih banyak jalan yang mempersilakan diri
tak perlu melihat ke belakang jika menyebabkan masa depan gagal
tapi lihatlah ke belakang agar sejarah kegagalan tak terulang
belajarlah dari kesalahan
bukan berarti tak salah kau akan selalu menjadi benar
tapi dengan kesalahan kau akan tahu dan belajar bagaimana rasanya bangkit
kegagalan sebagai suatu langkah awal penyemangat untuk lebih berhasil
dan ketika kau sudah mendapatkannya, percayalah kau akan tersenyum

Senin, 19 Desember 2011

dibuang sayang .... :)

foto yang akan kami rindukan

suatu hari nanti foto-foto ini akan kami rindukan... kami akan tertawa melihat foto ini.... miss u all
kami adalah iksi 2007 lulusan Universitas Indonesia. Hampir empat tahun kami mengikat diri dari rasa pertemanan yang berubah menjadi rasa persahabatan dan berubah lagi menjadi rasa persaudaraan. ahhhh miss u all




Reisa Dara Rengganis :) 

hangat

dekapanmu sesakkan napas
hembuskan jiwa-jiwa yang sepi
yang berjalan sendiri
menyusuri lorong hati
hangat

Dear Iwan Setyawan 9S 10A


Aku menemukanmu dibatas kaca
Membacamu diantara senyum
Menyapamu melalui mimpi
Dan mendekapmu melalui tulisan
Bagiku tulisan kamu pelangi di senja hari
Begitu teduh dan menenangkan :)



Kembali bersama kalian kemarin


Kembali bersama kalian kemarin
Berterima kasih sekali kepada sahabat saya, Dita S. yang tanpa angin dan hujan mengajak kami bertemu untuk sekadar melepas rindu. Ajakan yang mendadak tanpa rencana jauh-jauh hari sebelumnya ternyata malah membuat kebersamaan tak terduga ini terjadi. Saat itu aku baru saja selelsai mencetak foto-foto wisudaku. Sudah lama sekali memang aku ingin mencetaknya tapi belum sempat-sempat. Sampai akhirnya ditanggal 12 desember kemarin ketika aku sedang kosong alias tidak ada jadwal mengajar aku mewujudkan keinginanku untuk menctak foto-foto indah itu. Foto-foto bersama keluarga dan teman tercinta. Sengaja aku mencetaknya agar bila sewaktu-waktu rindu aku bisa segera melihatnya tanpa perlu membuka file melalui laptop.  Dana untuk mencetak foto pun sudah aku siapkan. Aku ambil dari sebagian gajiku di bulan November kemarin. Aku menghabiskan sekitar 120 ribu rupiah untuk mencetak lebih dari 120 foto. Saat menunggu  hasil cetakan selesai iba-tiba dita, teman akrab yang biasa kusapa dicil mengirimi aku pesan mengajakku bertemu dan berkumpul dengan Rissa dan meri. Wah sudah lama sekali setelah lulus kuliah kami tidak pernah kumpul berempat. Karena kebetulan aku sedang berada di luar dan lokasi ketemuannya yang berdekatan akupun segera mengiyakannya. Tak sampai setengah jam foto yang kucetak selesai. Sebelum sempat melihat satu-persatu hasil foto aku pun segera menyetop angkot untuk segera menuju ke gramedia, tempat aku janjian dengan meri karena ternyata meri sudah sampai di sana duluan.  Tak sampai setengah jam aku pun sampai ke gramedia. Segera saja aku menitipkan tas dan menyusul meri yang sudah berada di lantai atas. Aku menemukan sosok meri. Masih setia ia dengan tas ranselnya. Dandanannya sedikit berubah… ia terlihat lebih rapi menurutku. Kulihat ditangannya tergenggam sebuah buku. Ronggeng dukuh paruk karya ahmad tohari dengan cover pemain filmnya. Ketika kutanya dia  bilang untuk hadia ulang tahun sahabatnya. Ketika kutanya ternyata dia sendiri belum sempat membaca karya itu. Dia menyesal karena selama berkuliah di program studi Indonesia belum sekalipun membaca karya itu. Aku sedikit tertegun karena aku pun demikian. Maksudku, banyak karya sastrawan terkenal yang belum sempat aku sentuh selama berlkuliah. Bahkan aku berkenlan dengan ronggeng dukuh paruk saat aku sedang menjalani masa-masa skripsiku. Itupun berkat bantuan Pak Sunu Wasono selaku dosen pembimbingku.
Selain membeli buku itu, meri juga membeli buku hujan dan teduh karya wulan… akh aku lupa wulan siapa. Ya…. Aku memang tahu, bahwa meri suka sekali segala sesuatu yang berkaitan dengan hujan, gerimis, dan keteduhannya. Sama seperti gifani… temanku yang lain. Selesai membayar dua buku itu di kasir entah kenapa kami berdua merasa sangat haus. Sempat bingung mau melepaskan dahaga ini sampai akhirnya pilihan kami tertuju pada dunkin donat di samping gramedia. Meri mentraktirku donat coklat. Rasanya memang nikmat. Harganya juga lumayan mahal menurutku. Hmm…. Tak berapa lama rissa mengirimi pesan. Dia sendirian sudah ada di margocity… kami pun akhirnya menyusulnya. Saat menemuinya, kulihat ia sedang asyik memilih-milih sepatu. Dandanannya sedikit banyak perubahan. Hiasan di mata dan pipi terlihat begitu nyata. Yaaaa memang teman-teman semenjak lulus kuliah banyak berubah. Memang harus berubh sepertinya. Aku pun juga nantinya entah kapan pasti berubah. Tak berapa lama saat kita berkumpul, dicil, sang pencetus ide pun muncul. Kami pun sedikit sibuk mencoba-coba sepatu tanpa kami sadari lupa tujuan awal… mau makan atau karokean… ya… meri memang telah menjanjikan untuk mentraktir kami setelah kepulangannya mengikuti acara seagames.  Muter-muter tidak karuan, tapi entah kenapa kami senang teruatama aku. Sudah lama aku merindukan mereka. Aku memang seperti anak kecil. Kami bingung mau makan apa. Pilihan dari makanan yang sudah pernah terasa dilidah samapai belum. Akhirnya setelah sempat berdisusi panjang, kami memutuskan untuk makan di sebuah rstoran di lantai dasar ujung. Aku lupa namanya… tapi, aku hapal tempatnya. Sangat nyaman dan sepi. Ya iyalah pengunjungnya Cuma kami seorang. Tapi entah kenapa suasananya memang cukup nyaman dan menyenangkan. Kami memasan berbagai macam makanan. Dari nacos, spageti, pizza hingga sweet pizza. Kami memilih makanan yang memang terekomendasi. Makanan pertama datang, nacos… seingtku harganya sekitar 19 ribu rupiah. Kami semua tertawa saat makanan itu tiba. Yang kami hayalkan adalah kentang yang berlumur saus khas meksiko… tapi yang datang adalah kerupuk pangsit dengan saus sambal dan keju mozarela. Hahahahahhaha kami berempat tertawa dan mngatakan bahwa kami bisa membuat makanan seperti ini. Tak lama kemudian…. Salad ayuran datang. Kami lebih tertawa lagi karena ternyata saladnya hanya terdiri dari daun selada dengan irisan bawang Bombay yang diberi mayonnaise…. Kami pun mengatakan lagi bahwa bisa menghasilkan makanan itu. Spageti pun datang… rasanya memang enak sekali karena taburan lada hitam begitu terasa nikmat di lidah. Pizza kami pun datang, dengan lapisan yang super tipis dan irisan daging yang super tipis pula kami mulai mencoba. Rasanya menurut rissa seperti oncom, kadang berubah rasa menjadi tempe. Dasar….. kami memang lidah Indonesia. Hahahahahahahah sweet pizza pun datang, taburan nanas yang tertata rapi dengan taburan kismis dan keju menggugah selera kami. Makanan kami habiskan secara berebutan. Seperti suku bar-bar. Tapi kami senang… karena sampai kekenyangan. Hahahahah beberapa makanan masih menyisa… diam-diam kami pun membungkusnya dan memasukkannya ke dalam tas… tapi itu kerjaannya rissa sih… heheheheh… dicil sang pencteus ide pun tetap pada pendiriannya ingin karokean. Dan akhirnya kami pun mengiyakan terlebih ia memang ingin mentraktir.  Assyiiiikkkkkkkk kami menyanyi mulai pukul empat hingga menjelang magrib. Sebelumnya kami berpisah duluan dengan meri karena ternyata ia ada tugas. Dan tinggal kami bertiga menghabiskan lagu. Kami bertiga sempat duet menyanyikan lagu tanga. Lagu terakhir. Heheheheh
Sebelum keluar dari tempat karokean, teman rissa datang. Rissa ada janji dengan temannya setelah menghabiskan waktu bersama kami. Tapi sebelumnya kami sempat mencari-cari dan mencoba sepatu karena rissa memang sedang ingin membeli sepatu dan belum sempat mendapatkannya tadi. Bukannya rissa duluan, tapi malah dicil duluan yang dapat. Heheheeh dasar. Oke cukup sekian cerita kemarin. Hari ini aku di rumah saja…. Menghabuiskan siangku dengan memanjakan mata, perut, dan hati J

Selasa, 06 Desember 2011

kamu bilang basa-basi?

kamu bilang basa basi/?


bertanya kabar saja, kamu bilang basa-basi?
jika semua tanya disalahartikan lalu untuk apa kamu masih menjawab juga
semua yang kutanyaakan toh memang karena rasa keingintahuan
bukan hanya karena sekadar basa-basi semata
percuma
tapi kalau memang diartikan begitu adanya
ya sudah
mungkin memang hanya sekadar basa-basi
kan kamu yang menilai sendiri

Senin, 05 Desember 2011

bila ini menghapuskan...

bila ini menghapuskan... perlambatlah
bila ini menghapuskan... kuatkanlah
dan bila ini menghapuskan... hadirkanlah

Sabtu, 03 Desember 2011

dan mereka memilih jalannya sendiri

saya kamu dia dan mereka
nampaknya individu sejati
terlekat karena rasa persahabatan
yang sebenarnya kosong belaka

saya, kamu, dia, dan mereka
awalnya tak pernah berjarak
saling mengingat meski tak setubuh
saling merasa meski tak bersama

ada janji-janji yang dikatakan akan dilalui bersama
walau rasanya tidak lagi
dan mereka termasuk saya, kamu, dan dia
kini memilih jalannya sendiri-sendiri

awal yang berat ketika menapak tak ada lagi bantuan
akhir yang indah bila tujuan tercapai
tapi semua itu percuma bila berasaskan ketiadaan
dan sekali lagi...
mereka termasuk kamu, dia, dan saya
memilih jalannya sendiri-sendiri

tak perlu lagi ditanya asal muasal dan sebab musabab
yang pasti individualisasi semakin menggerogoti sanubari-nya
cukuplah saya yang merasa nyata disekitar
cukuplah saya menerima dengan tangan terbuka
dan cukuplah hati ini yang tahu siapa kalian

dan ketika mereka berbalik berbaik dan mengajak kembali lagi ke jalan itu
sungguh dan sesungguhnya saya pun telah meninggalkan jejak saya yang lalu
sekali lagi... saya tak akan merendahkan diri saya untuk menggapai kamu.

untuk teman-teman yang meras teman dan untuk sahabat yang merasa sahabat

Rabu, 30 November 2011

cukuplah pikiran dan hati ini yang sakit. Lindungi tubuh saya, Tuhan

Tuhan, kau ciptakan tubuh ini lalu kau isi dengan dua kesempurnaan yang tiada duanya. Akal sebagai tempat berpikir dan hati sebagai asa yang merasa. Tahukah tuhan rasanya berat sekali jika tidak ada kesinambungan antara ketiganya yang seharusnya berjalan beriringan, senada, dan sepakat. Tapi entah mengapa ada kalanya hanya dua diantara tiga yang bergenggaman sementara yang satu sedikit mengabaikan diri. entahlah apa ruh yang menjejaki tubuh ini mampu membantu tubuh menjalankan tugas dengan sebaik-baiknya. ataukah terkadang sengaja kau ciptakan tiga hingga ada kalanya satu yang membelot. rasanya sakit Tuhan jika ketiga nikmat yang kau berikan kau ambil semua tapi tetap saja masih kau hidupkan dan kau beri O2.  Kalau dapat diibaratkan rasanya seperti zombi meski saya sendiri tidak tahu pasti zombi itu seperti apa.
kepala yang saya bawa hampir setiap waktu ini sebenarnya tidak terlalu berat Tuhan, buktinya saya masih sanggup membawanya ke manapun ia pergi meskipun otak saya sedang memikirkan sesuatu yang berat.

Cukuplah pikiran ini yang kau bebani atau lebih tepatnya kau uji. karena memang sepengetahuan saya otak memiliki ratusan ribu sel yang dapat mengingat, mencerna masalah, dan mencari jalan keluar termudah. Tuhan, cukuplah hati ini yang terasa sakit karena ucapan-ucapan disertai ancaman yang rasanya tak pantas dikemukakan oleh sebangsa manusia yang mengaku beradab dan bertanggung jawab itu. ketika dibeginikah saya belajar apa yang namanya ikhlas. Tuhan untuk kali ini saja.... meskipun hari seterusnya akan minta lagi sih.... lindungi kaki ini Tuhan.. hanya itu untuk saat ini. amien

Jumat, 25 November 2011

dear rizky

dulu saya berpikir kamu itu siapa? tiba-tiba masuk begitu saja dalam kehidupan saya. awalnya saya merasa ada sebuah kejanggalan yang teramat sangat ketika kamu bilang kamu tahu saya "segalanya". saya pikir kata-kata yang keluar waktu itu hanya sekadar bualan belaka. tapi ternyata tidak. rupanya Dia telah benar-benar mengirim kamu buat saya ya. entah kenapa semenjak kamu bilang begitu... ada sebagian hati ini yang meletup dan bergejolak. pernah saya pungkiri bahwa rasa yang muncul terhadap kamu terlalu cepat dan tak mungkin. tapi kok lama-kelamaan rasa itu semakin dalam dan saya merasa memiliki kamu. saya bukan orang yang baik dan sangat baik. saya hanyalah perempuan ceplas ceplos dan sedikit ambekan. tapi kamu bilang semua yang ada baik sifat baik dan buruk saya, kamu suka. kamu bilang, saya paket lengkap dan sempurna yang memang sengaja dikirimkan Dia buat kamu.
tertohok rasanya saat itu waktu kamu menyatakan keinginanmu untuk mengajak berjalan ke arah tujuan yang sudah kau susun sedemikian hingga. tapi maaf waktu itu aku segera saja menolaknya. bukan karena ragu atau takut hanya saja saya tidak siap dengan segala sesuatu hal yang mengejutkan terjadi secara mendadak. saya akui kamu sangat bertanggung jawab, kamu penuh kasih dan sayang, dewasa dan hangat. tapi entah mengapa saya merasa kamu sedikit tertutup. saya hanya tahu kisahmu dari orang-orang terdekat selama ini. oleh karena itu, saat ini saya belajar untuk memahami kamu, mengenalmu lebih dekat. agar saya siap dan yakin kalau kamu memang yang terbaik buat saya.
tahukah kamu... waktu itu... semoga saja kamu masih ingat. ketika kamu bilang akan menungu sampai saya menyelesaikan tugas dan kewajiban saya terhadap suatu acara, saya pikir kamu tidak akan betah menunggu berlama-lama. terlebih saat itu acaranya selesai sekitar jam 11 malam. dan terus terang keadaan ponsel yang tidak memiliki energi untuk dihidupkan lagi membuat saya lupa kalau saya ada janji dengan kamu. saya pulang waktu itu kembali ke tempat tinggal kedua saya. saya benar-benar baru ingat waktu saya akan merebahkan diri. bergegas saya meraih ponsel yang sedang saya isi dengan energi listrik. saat saya menyalakan alangkah terkejutnya ketika terdapat 12 pesan yang tak terbaca dan laporan panggilan telepon dari kamu hinga 7 kali. saya pun segera menelpon kamu dan ternyata kamu masih di tempat itu -- tempat kita berjanji untuk bertemu-- saat itu saya merasa bersalah sekali, saya pun bergegas berl;ari menyusl kamu tanpa saya sadari saya menyusul kamu dengan pakaian teddy bear saya. saat melihat kamu masih duduk santai sambil meminum secangkir teh di tempat itu saya benar-benar ingin menangis. saya tak kuat menahan air mata saya karena kamu masih setia menunggu saya datang. betapa jahatnya saya karena saya melupakanmu begitu saja. kamu mungkin bingung saat itu melihat keadaan saya seperti anak kecil. tahukah kamu kejadian ini pernah terjadi sebelumnya, tapi yang menunggu saya adalah papa. sekarang kamu. kamu mengingatkan saya dengan papa. kamu tertawa waktu saya jelaskan bahwa saya lupa untuk menemui kamu. harusnya kamu marah. tapi kamu malah tersenyum dan bilang kalau saya harusnya tidak perlu menyusulmu.
saya ketika itu menjadi yakin bahwa kamu adalah orang yang tepat buat saya. kamu setia. setia menunggu saya datang. kamu mengkhawatirkan keadaan saya seharusnya saya mengkhawatirkan keadaan kamu terlebih kamu belum makan malam saat itu.

Kamis, 24 November 2011

waktu itu

kejadian ini terjadi sekitar dua hari yang lalu. kalau nggak salah sih kejadiannya hari senin. hahahah kejadian memalukan yang sekarang bisa dijadikan pelajaran. waktu itu... kebetula, eh bukan kebetulan ding memang sedang musim hujan. otomatis nggak siang nggak sore nggak pagi hujan turun tiada henti. masalahnya hujan turunnya selalu tiba-tiba. tapi terkadang selalu memberikan signal dengan mengirimkan kilatnya terlebih dahulu. biar ngasih tahu manusia untuk selalu sedia payung sebelum hujan. hehehhe
waktu itu kebetulan saya dapat jatah untuk mengawas uas anak-anak SD di tempat saya mengajar. saya berangkat pukul 12.45 tadinya saya mau izin nggak masuk. masalhnya hujan rintik2 membuat saya malas keluar rumah apalagi mengendarai motor. tapi yasudah karena memang itu sudah menjadi kewajiban saya akhirnya saya memutuskan untuk berangkat juga. saya sengaja tidak mengenakan jas hujan hanya mengenakan jaket hitam tebal pemberian om saya. saya pikir waktu itu tubuh saya masih bisa terlindungi. tapi tetap saja celana saya lembvab terkena tetesan hujan yang terus menerus mengguyur. entah mengapa saat mengenadarai motor pikiran saya melayang ke mana-mana. terus saya berhenti sebentar. untuk tetep fokus. lalu saya lanjutkan lagi perjalanan. sampai akhirnya bensis saya menunjukkan posisi di huruf E otomatis saya langsung mencari tempat isi bensin di pinggir jalan. ketemu. saya langsung saja mengisi 1 liter bensin dengan harga 5500. selesai mengisi saya pun segera ingin melanjutkan perjalanan. pada saat itu entah kenapa saya tidak melihat ada mobil dari arah belakang. saya baru ngeh-nya pas ngeliat kaca spion. bermaksud untuk menghindari mobil belakang saya pun meng-gas sepeda saya ternyata ada kubangan air. saya pun berbelok berusaha menghindari keduanya. tapi apa yang terjadi.... hahahahahhahahahhaah saya malah terjatuh karena tidak seimbang memosikan motor ke jalan yang benar. saat itulah saya tertimpa motor sendiri yang ternyata cukup berat. sebenarnya pada saat itu nggak kerasa sakitnya. yang kerasa malunya. habis gimana nggak malu kalau tiba-tiba banyak orang yang mengerubungi saya. (seperti daging dikerubutin lalat) ih... orang2 sebagian cuma mau melihat keadaan saya saat terjatuh bukannya nolongin. eh yang nolongin malah bapak-bapak yang tadi jual bensinnya ke saya. pas dibantuin berdiri saya bermaksud ngucapin terima kasih. tapi apa daya. bapak-bapak itu malah marah2 sama saya. "Gimana sih mbak. kok bisa jatuh kaya gitu?" nadanya ngebentak/. bujug dah tuh orang... udah tahu ada orang jatuh malah kena semprot. jujur saya sendiri baru ngerasa jatuh pas banyak orang yang ngerubutin... intinya sih kaget. jd nggak nyadar kalau habis jatuh dan tertimpa motor sendiri. payah dah.... saya pun bergegas melanjutkan perjalanan menuju tempat saya mengajar. meskipun bapak-bapak tadi sempat menyuruh saya kembali pulang karena melihat kondisi baju putih saya yg kotor kena kubangan air. hahahhahahahahahahah
sampai di tempat tujuan saya sedikit menceritakan pengalaman saya kepada rekan-rekan sejawat. mereka malah tertawa padahal saya tidak berniat melucu saat itu. anehnya saya tidak merasakn sakit pada waktu dan hari itu.
saya baru sadar bahwa kaki saya biru-biru keesokan harinya. terutama kaki kiri yang memang tertimpa motor. jalan saya sedikit aneh hingga dua hari ini. tapi alhamdulilah sudah baikan. tahukah kalian. saya senang lho. saya tahu rasanya jatuh. mudah-mudahan cuma sekali aja kejadian ini terjadi. kalau saya nggak jatuh kemarin mungkin saya nggak tahu rasanya bersyukur diberi dua kaki yang sungguh bermanfaat ini. heheheh seriusan. dibalik musibah ada banyak hikmah yang bisa kita renungi dan rasakan. syukurilah apa yang telah kita dapatkan... :D

Sabtu, 19 November 2011

hiburan maba iksi 2011

kami bertemu hanya sewaktu
dalam sebuah undangan yang tak terlewatkan
tanpa kehadiran semua
membuat kenangan bersama
bahkan dalam waktu tak kurang dari seharian
kami merekam, menyaksikan, dan menerima hiburan
lalu kami makan bersama
berfoto bersama... salam kenal

Rabu, 16 November 2011

surat

Ini sudah yang ketiga kalinya aku mendapatkan surat kaleng. Tadinya aku tidak menggubris dan tidak merasa terganggu dengan isi surat yang kuanggap sebagai keisengan teman-teman sekelas yang memang doyan sekali mengerjaiku. Tapi, lama kelamaan aku terusik juga.
Dear riska
Ini surat ketigaku, semoga kamu senang. Kamu tidak penasaran aku siapa? Tahukah kamu, bagiku kamu sangat cantik. Meskipun kamu biasa-biasa saja tapi di mataku kamu luar biasa.

                                                                             Pengagummu.



Surat itu kini benar-benar membuatku penasaran. Siapa sih orang yang iseng mengerjai aku sampai sebegitu isengnya.
“Surat lagi Ris?” suara  Ayu temanku sebanggu membuyarkan keseriusanku membaca surat yang kini tergenggam. Aku menjawabnya dengan mengangguk.
“Sudah, nggak usah ditanggepin. Paling-paling anak-anak yang nggak suka sama kamu yang iseng” jelas ayu yang akhirnya menguatkan pemikiran pertamaku tadi. Ya aku memang berpikir anak-anak kelas borjuis di kelasku yang mengerjaiku. Biasanya mereka mempermalukan aku dengan berbagai aksi yang menurutku kurang manusiawi. Menaruh bekas permen karet di bangkuku, mencampurkan saus sambal ke minumanku, yang terakhir mereka mengunciku di kamar mandi. Kadang aku sudah tidak tahan dan tidak sabar jika dikerjai terus seperti itu. Aku memang bukan dari golongan mereka yang bebas melakukan apa saja di sekolah ini. Maklum, sebagian orang tua mereka adalah donator yayasan tempatku bersekolah. Sedngkan aku, yak arena faktor keberuntungan saja aku bisa bersekolah di sini. Kalau bukan karena ayahku yang sudah bekerja hampir 10 tahun sebagai satpam di sekolah ini atau kalau bukan karena keenceran otakku, mungkin lebih baik aku sekolah di tempat yang biasa-biasa saja. Tapi, toh pada akhirnya aku tetap bersyukur bisa bersekolah di sini. Setidaknya aku tidak perlu membayar biaya apapun (karena beasiswa penuh) bahkan bisa mengenal Ayu, satu-satunya teman yang kupunya. Meskipun dia anak orang kaya, dia selalu bersikap baik dan tak pernah bersikap macam-macam padaku.
“iya, paling-paling anak-anak iseng lagi.” Jelasku pasrah. Tadinya aku memiliki pemikiran kedua, yakni… memang ada seseorang yang menyukaiku. Tapi entah kenapa aku memang berharap sekali. Meskipun rasanya mustahil. Aku tidak secantik teman-temanku di kelas. Bahkan kalau mau dikatakan mukaku bisa dibilang culun. Yah, aku tidak menyalahkan siapa pun sih.  Aku menerima saja memang keadaanku demikian. Meskipun demikian, aku sebenarnya iri sekali dengan mereka yang setiap hari bisa menghiasi kepalanya dengan bando atau ikat rambut, dan pita berwarna-warni. Sedangkan aku… aku lebih suka mengepang kedua rambutku dengan karet gelang biasa. Habis memang itu yang aku punya. Aku tidak suka mengada-adakan yang tidak ada. Sebab ayahku yang selalu mengajariku demikian.
“Ris… ke kantin aja, yuk. Aku traktir” ajak Ayu. Seketika itu juga aku menjawab ajakan ayu dengan gelengan kepala.
“Terima kasih, aku ingin di kelas saja” jawabku sehalus mungkin. Sudah sering ayu mentraktirku jajan. Aku tidak enak terus-terusan menerima tawarannya. Aku takut teman-temanku yang lain menganggap aku dekat dengan Ayu karena hanya ingin memanfaatkannya saja. Sungguh aku takut ada yang berpikir seperti itu.
“ya sudah, aku ke kantin ya… mumpung belum masuk.” Jelas ayu dan aku pun mengangguk dengan tersenyum. Jam dinding menunjukkan pukul 06.35. seperti biasa… kelas ini masih belum terisi penuh karena memang masuknya jam 07.30. aku sengaja datang pagi karena aku datang bersama ayah. Jadi sekalian mengirit ongkos. Sedangkan ayu datang pagi karena memang rumahnya jauh di bekasi, dia takut terlamabat. Kebanyakan teman sekelasku ini baru datang sekitar jam 07. 20. Beberapa teman lain yang sudah datang menanggalkan tas mereka di kelas dan biasanya langsung menuju kantin untuk mengisi perut mereka yang memang belum terisi apa-apa sekalian menunggu bel masuk berbunyi.
Surat kaleng itu masih digenggamanku saat ini. ada segenap keinginan untuk membalas surat tersebut. Dan akhirnya akupun membalasnya tepat dibalik surat yang kudapatkan di kolong meja tadi.
Dear orang misterius
Terima kasih atas suratnya. Aku nggak tahu kamu siapa? Aku juga nggak tahu tujuanmu mengirim surat ini untuk apa? Ataukah memang sengaja mengerjaiku? Kalau berani tunjukan dirimu dihadapanku.

Setelah kutulis surat itu, segera saja kumasukkan ke dalam kolong meja—tempat aku menemukan surat tersebut. Aku berharap orang misterius itu membalas suratku.
                                                                                 *****
“Eh, gila… kita udah keterlaluan kali ngerjain Riska” ujar Aji kepada ketiga sahabatnya, Indra, Yudhi, dan Fikri. Seketika itu juga Indra dan Yudhi segera mendekati Aji yang sedang asyik membaca sebuah surat.
“Gila… tuh cewek ngebales juga… hahahhaha” Indra berceloteh sambil merangkul Aji dan Yudhi. Sementara Fikri masih saja serius membaca komik conan dan tidak sedikitpun menggubrisnya.
“Ya iyalah… pasti dia penasaran. Pasti disangkanya emang bener-bener ada yang suka sama dia. Ih…. Geer banget”Ujar Yudhi tak mau kalah.
“Kita udah keterlaluan kali guys,  udahan aja ah… kasian anak orang” aji berjalan menjauh dan segera menempati sofa. Ia menutup mukanya dengan bantal kecil.
“eh, tanggung kali… kalau ngerjain mah sekalian… sekalian malu… sekalian tuntas.” Indra member ide dan segera duduk bersebelahan dengan Aji.
“setuju, gue. Lo gimana fik?” tanya Yudhi sambil menyenggol Fikri yang asyik membaca. Fikri yang tersenggol seketika menolehkan kepalanyanya. Ia tak berkomentar apa-apa. Dirinya merasa konsentrasinya terusik.“Santai bro… jangan serius-serius amat napa baca komiknya… santai” ujar Yudhi sementara Fikri segera memperbaiki posisi kacamatanya yang turun.
“Gue nggak pernah merasa kutan buat ngerjain Riska. Jadi jangan tanya pendapat gue!” jelasnya singkat jelas padat dan segera membuat suasana di kamar itu sepi… sunyi senyap.
“Beuh… yang punya rumah ngamuk. Udah ah… gue balik. Ngeri kena timpuk. Lagian kasian jyga supir gue udah gue suruh nunggu dari tadi.” Jelas Aji dan segera menepuk punggung Fikri.
“Fik… thanks ya… oh iya guys, gue balik duluan ya… gue udahan ah ngerjainnya. Kasian. Nggak tega gue. Heheh bye!” ujar aji segera melangkah keluar kamar. Yudhi dan Indra kini saling pandang.
“Udah sini gue yang bales” jelas Indra segera mengambil secarik kertas dan menulisnya.

Dear Riska
Akhirnya kamu balas juga suratku. Oke aku bersedia nemuin kamu. Temui aku malam sabtu nanti di kafe depan sekolah jam 8 malam. Aku akan pakai kemeja putih. Aku nggak ada niat dan maksud untuk mengerjai kamu. See you cantik.

                                                                             Pengagummu

yakin lo mau nemuin dia?” tanya Yudhi saat membaca surat yang ditulis oleh Indra dengan suara yang sedikit kencang.
“Ya enggaklah, emangnya gila apa gue nemuin dia. Gak level kali ya. Gue punya rencana. Jadi nanti gue akan datang pakai kemeja putih, tapi gue datang ke kafe bukan buat nemuin dia. Hahahha yang pasti gue nemuin Fika-lah… cewek gue. Hahhahahah jadi gue pengen banget bikin dia malu.” Jelas Indra dengan rencana liciknya. Yudhi mengangguk-angguk membayangkan kejadian tersebut nantinya.
“Ah, seru tuh… gue ikut dah… ngelihat dari jauh. Hahahhaha” Jelas Yudhi. Sementara fikri hanya menggeleng melihat kelakuan dan niat jahat kedua sahabatnya itu.
“Lo berdua ada-ada aja sih. Jahat tahu nggak!” jelas Fikri tiba-tiba buka suara saat kedua sahabatnya tertawa terbahak-bahak. Indra dan Yudhi langsung terdiam.
“Biasa aja kali Fik… lo nya aja yang nggak asyik. Komik mulu… dah ah… balik gue. Yuk cabut Yudh… daripada di sini terus… gue balik bro…” pamit Indra diikuti dengan Yudhi.
                                                                                 ******
“Kamu mau nemuin orang ini?” Tanya Ayu saat kuserahkan surat yang baru kutemukan di kolong meja pagi ini. Aku pun menjawabnya dengan anggukan perlahan.
“Kamu yakin?” tanya ayu lagi dan kali ini aku mengangguk dengan yakin.
“Kalau ternyata orang yang mengirim surat ini mengerjaimu bagaimana?” tanya Ayu sedikit khawatir. Sesaat aku mengambil napas dan mengembuskannya perlahan.
“AKu harus nemuin orang ini Yu. Nggak apa-apa deh kalau ternyata aku memang dikerjain. Aku bakalan ngomong sama orang itu untuk nayain kenapa iseng banget ngerjain aku. Aku hanya ingin tahu salah aku tuh apa kok selalu aku yang dikerjain. Apa karena mentang-menatang aku beda dari orang-orang di sini. Kalau boleh jujur sebenarnya aku juga nggak betah Yu sekolah di sini.” Ujarku tiba-tiba. Sepertinya aku terlalu keceplosan mengungkapkan perasaan tertekanku. Ayu menggenggam tanganku perlahan.
“Sabar ya, Riska… kamu jangan ngomong nggak betah sekolah di sini dong. Kalau nggak ada kamu, aku temenan sama siapa lagi coba.” Jelas ayu menghiburku. Aku pun tersenyum. Memang hanya ayu yang baik dan paing baik.
“Ya sudah, aku akan nemenin kamu sabtu malam nanti. Kamu nggak apa-apa?” tanya ayu dan aku pun mengangguk tersenyum senang.
“Jelas nggak apa-apa banget Yu. Aku malah seneng kalau kamu mau nemenin aku. Tapi kamu apa nggak kejauhan dari bekasi malem-malem ke kafe sekolah?” tanyaku kemudian.
“Nggak apa-apalah. Nanti pulangnya aku ikut kamu aja. Nginep di rumah kamu, itupun kalau kamu izinin” jelas ayu sambil tersenyum.
“Kamu beneran mau nginep di rumah aku? Aku sih seneng banget kalau kamu mau nginep di rumahku yang kecil.” Tanyaku meyakinkan apa yang diucapkannya.
“Seriuslah… memangnya aku pernah bohongin kamu.” Jelas Ayu dan akupun segera berterima kasih.
                                                                                 ******
Malam ini aku sudah bersiap untuk berangkat ke kafe depan sekolah. Ayah mengizinkan aku pergi karena memang kata ayah aku sudah dewasa dan tidak masalah jika keluar malam minggu. Terlebih aku bilang ke ayah kalau nanti temanku, ayu, akan menginap. Padahal ayah tidak tahu bahwa sebenarnya aku keluar sabtu mala mini karena ingin tahu siapa orang yang selama ini mengirimkan surat kaleng untukku.
“Riska…” teriak suara perempuan saat aku melangkah ke dalam kafe di depan sekolah. Aku pun segera menoleh dan melihat ayu dengan penampilan yang berbeda. Baju t-shirt bergambar kartun shizuka melekat dibadannya. Ia terlihat begitu casual , trendy, tapi sederhana. Ada bando kecil yang mengiasi kepalanya. Berbeda sekali rasanya jika dibandingkan dengan penampilan dirinya saat berseragam putih abu-abu.
“Ayu, cantik banget” pujiku saat melihatnya datang. Kamipun segera masuk ke dalam kafe yang lumayan sudah terisi banyak manusia-manusia dengan ikatan janji yang dibuatnya sendiri (berpacaran).
“Eh, bias aja kok. Kok kamu kepangan terus sih?” tanya Ayu dan segera menarikku ke toilet. “Sini aku dandanin dikit biar lebih beda sama penampilan di sekolah” ujar ayu lalu melepaskan kepanganku. Yah, aku memang lebih suka mengepang rambut dibandingkan mengurai-nya. Aku menurut saja ketika Ayu melepaskan kepangan yang sudah kubuat dengan rapi.
“Kamu tuh enak rambutnya panjang… tapi jangan dikepang terus. Diurai sekali-kali… biar kelihatan fresh atau dikuncir kuda gitu” jelas ayu sambil menyisir rambutku. Aku jadi teringat ibu… sudah lama sekali tidak ada orang lain yang menyisir rambutku. Kalau saja ibu masih hidup.
“Heh, malah ngelamun. Menurut kamu gimana?” Tanya ayu sambil menunjukan hasil kreasinya melalui cermin kecil yang dibawanya. Rambutku kini terurai. Terlihat manis memang. Terlebih aku mengenakan baju terusan berwarna jingga.
“Bagus. Tapi apa nggak kaya singa?” tanyaku sedikit khawatir karena rambutku memang bergelombang tidak lurus seperti miliknya.
“Ya enggaklah. Kamu cantik tahu” ujarnya lagi. Aku pun senang mendapat pujian darinya. Memang sih, kata ibuku dulu aku memang cantik kalau diurai. Tapi aku tidak suka karena rasanya gerah dan seperti singa.
Kami berdua pun segera duduk di salah satu sudut meja yang memiliki posisi cukup strategis. Dari tempat ini kami bisa melihat orang yang baru datang ke kafe dan sebaliknya. Jam menunjukkan pukul 20.00. harusnya jam segini pengirim surat misterius itu sudah datang. Tapi rasa-rasanya dari tadi kami tidak melihat sosok lelaki yang mengenakan kemeja putih.
“Eh, itu pakai kemeja putih” jelas Ayu sambil menunjuk ke arah seorang lelaki yang baru datang. Indra. Ia memang mengenakan kemeja lengan pendek verwarna putih. Masa iya Indra orang yang selama ini mengirimi aku surat. Ada sedikit keraguan dalam hatiku. Setahuku indra adalah orang yang waktu itu mengerjaiku dengan menempelkan permen karet ke tempat dudukku. Apa ia benar suka padaku.
“Mas Indra sih?” tanyaku perlahan pada ayu. Ayupun sama bingungnya denganku terlebih kini Indra berjalan melangkah ke arah tempat kami duduk.
“Tapi kok dia ke arah sini?” tanya ayu dan akupun hanya mampu menjawabnya dengan gelengan kepala. Tidak tahu.
“Hei” sapa Indra ke arah kami berdua. Aku pu terkaget dan spontan langsung berdiri.
“Lo, ndra orangnya?” tanyaku sedikit takut tapi entah mengapa aku merasa memang dia yang membuat surat itu.
“Orangnya apa? Eh, gue lagi nggak nyapa lo, ya. Gue lagi nyapa Ayu.” Jelasnya dan membuatku terduduk. Bener-bener orang ini.
“Lo, yang ngirimin Riska surat ndra?” tanya Ayu segera. Indra tertawa cengengesan sambil menggeleng-gelengkan kepalanya.
“Surat? Surat apaan? Surat cinta?hahahahha nginggo… ngapain jug ague ngirimin dia surat. Eh… temen-temen… gue kasih tahu ya… gue ke sini mau nemuin cewek gue, Fika. Bukan nemuin dia. Lagian lo aneh-aneh aja… siapa juga orang yang mau nemuin Lo.” Jelas Indra setengah berteriak hingga membuat sebagian pengunjung kafe ini melihat ke arahku. Aku menahan malu saat itu. Ya memang aku dikerjai. Tahu dari mana indra kalau ada orang yang memberiku surat cinta? Dasar orang aneh.
“Kita balik aja, Yu. Udah tahu ini siapa orangnya. Mereka emang orang-orag yang nggak punya hati. Cukup tahu aja aku diginiin.” Jelasku menahan kesedihan. Ayu menusap-usap punggungku. Sementara Indra hanya tertawa lalu berjalan meninggalkan tempat kami berjalan ke arah fika. Pacarnya.
Tak berapa lama kemudian datang seorang laki-laki mengenakan kemeja putih ke arah kami. Seketika itu juga aku menoleh.
“Riska, yang ngirim surat itu, Gue. “ ujar laki-laki itu sambil duduk menghadapku. FIKRI. Laki-laki yang hanya sempat kusapa 3 kali selama 1 tahun bersekolah ini terlihat begitu tenang menatapku. Dulu ia mengenakan kaca mata minusnya yang sedikit tebal, tapi kini ia tidak mengenakannya, sepertinya ia mengenakan lensa kontak.
“Lo yang ngirimin gue surat itu?” tanyaku lagi memastikan dan ia pun mengangguk. Orang-orang yang tadi memperhatikanku kini memperhatikanku lebih saksama. Terutama Indra yang tdai habis-habisan mempermalukanku.
“Gue yang selama ini ngirim surat ke Riska. Ada masalah kalau gue suka sama dia?” Ujar Fikri sedikit berteriak. Bahkan membuat muka Indra serba salah. Aku tahu sekali kalau Indra dan Fikri itu bersahabat.
“maksud lo ngirim surat itu apa?” tanyaku lagi berusaha meyakinkan kalau memang Fikri yang mengirimi aku surat.
“Gue suka sama Lo.” Ungkapnya perlahan membuat hatiku berdegub kencang. Seperti terpelanting. Aku dan ayu langsung berpandangan. Ayu meleparkan senyuman padaku.
“Fik, gue mau ngomong sama Lo” ujar Indra yang tiba-tiba datang dan menarik tangan fikri. Fikripun berdiri mengikuti ke mana Indra membawanya. Entah apa yang mereka bicarakan di luar kafe. Yang jelas aku senang karena memang surat itu ternyata bukan surat iseng yang sudah kukhawatirkan.
                                                                                 *******
“Lo ngapain pakai pakaian kaya gini, Fik? Terus maksud lo apaan kok lo ngomong yang ngirim surat itu Lo?” Indra menyergahku saat aku bermaksud untuk kembali ke dalam kafe.
“Udahlah ndra, gue udah capek lihat kelakuan lo sama Yudhi belakangan ini. Tadinya gue juga marah sama Aji. Tapi setelah aji menyatakan untuk berhenti kemarin gue sedikit lega. Setidaknya dia sadar sama perbuatan yang ia lakukan ke riska. Nggak kaya lo yang semakin menjadi-jadi” jelasku sedikit menahan emosi kepada orang yang sudah kuanggap sahabat ini.
“Gue kan Cuma iseng ngerjain doing, Fik. Santai ajalah. Lo nggak usah sampai sebegininya kali, ngaku-ngaku kalau Lo yang ngirim surat itu.” Jelas Indra menyalahkan kelakuanku.
“Lo udah keterlaluan ndra. Lagian gue juga jengah kalau lo suka ngusik orang yang emang gue suka!” jelasku lalu berjalan kembali ke dalam kafe. Ya … aku akhirnya mengakui semua. Dulu aku memang sempat megerjai Riska, tapi entah kenapa ada perasaan yang lain mungkin seperti perasaan yang dirasakan conan ke Ran. Ada tiga kenangan tentangnya yang kusimpan selama setahun belakangan ini. Memang kami tidak pernah akrab, tapi setidaknya kami pernah bertegur sapa bahkan dia pernah menolongku saat aku sedang latihan praktikum kimia di laboratorium di sekolah. Kalau saja ia tidak memperingatkanku untuk tidak mencampurkan larutan asam sulfat ke dalam larutan yang asal kubuat mungkin saat itu tanganku sudah terbakar. Dia gadis pintar sederhana yang pernah kutemui. Dan mala mini aku memang menyukainya, terlebih melihat penampilannya yang berbeda.
Meskipun memang buakan aku yang mengirim surat selama ini tapi setidaknya surat-surat itu telah menjadi perwakilan atas perasaanku selama ini.

                                                                                                Depok 16 November 2011


Jumat, 11 November 2011

tulisan untuk kamu yang akan menjadi kita

tulisan ini aku buat sejujurnya untuk kamu. kamu yang nantinya aku temukan dalam kelegaan hati yang teramat sangat. saat ini tepatnya hari jumat tanggal 11 bulan 11 tahun 2011 aku berada di rscm. bukan sebagai orang yang sedang sakit. aku hanyalah seorang pengedit dan pengetik materi buku ajar untuk fakultas kedokteran ui saat ini. yang suatu saat nanti akan aku bilang saat itu.
tahukah kamu, hari ini aku melihat sebuah blog tentang "harapanku" yang nanti akan kuberitahu padamu. blognya indah sekali. mungkin lebih tepat jika kusebut dengan sebutan web. banyak galeri di sana yang bisa dilihat secara indah dan terstruktur. kamu tahu tidak saat ini aku iri. iri sekali. dengan banyak perubahan yang terjadi pada salah seorang yang terpampang di blog itu.
aku ingin segera menemukan kamu. atau lebih tepatnya aku ingin segera kamu menemukan aku. biarlah antara kamu dan aku bergegas menjadi kita. kamu tahu kenapa? aku sudah tak sabar merajut helaian cerita yang sudah kutata dalam angan dan ingin aku wujudkan dan kuberikan kepadamu.  mungkin aku terlihat bodoh saat ini atau bahkan menyeramkan. tapi lihatlah suatu hari nanti. saat kamu dan aku menjadi kita sesungguhnya aku adalah kunci dari keterkekanganmu.

Jumat, 04 November 2011

Ketiadaan

Ketika esok ketiadaan menyambutmu dengan muka muram
sejujurnya ia hanya ingin tahu bagaimana rupa kesedihanmu
Hanya sekadar ingin tahu
tidak lebih dan tidak kurang
hanya saja apa kau akan berpura-pura sedih?
atau kau akan berpura-pura bahagia
menerima keadaan apa adanya itu yang tentu diharap
Ia hanya ingin mengujimu.
sampai berapa kuatkah kau dengan ketiadaan ini
ketiadaan yang menjadikanmu ada
ada dalam setiap hela.

Rabu, 02 November 2011

Selasa, 25 Oktober 2011

saya tertinggal jauh

saya sepertinya yang memulai semuanya. tapi entah kenapa saya merasa tertinggal jauh. jauh dari lubuk hati saya yang terdalam saya merasa jatuh. entah berapa kali saya melewati krikil dan bebatuan tak berujung hingga kaki ini terasa melepuh. begitu panas dan memerah.
saya melihat orang yang memulainya setelah saya justru memakai sendal bahkan beralaskan karpet kin. saya benar-benar tertinggal jauh. tidakkah ada yang bersedia membantu saya berlari. atau setidaknya mengajak saya berlari bersama. saya benar-benar merasa ditinggalkan. tapi entah kenapa selama ini saya merasa belum memulai. belum melakukan sesuatu. belum bergerak. bahkan belum berpaling sedikitpun. selama ini yang bergerak hanyalah pikiran saya. sementara fisik saya terdiam dan berkarat. saya seperti lumutan. lama-kelamaan saya takut ini menjalar hingga ke otak. hingga pada akhirnya saya tidak bisa berpikir lagi.

dalam kegundahan yang saya ibaratkan berlebihan menjadi sebuah nesatapa. saya mengutuk diri saya. mencerca ketakutan saya. dan saya merasa jauh lebih buruk dibandingan eekor keledai. ketika saya membandingkan diri saya dengan seekor binatang sebenartnya saya sedang meratap ketidakbergunaan saya selama ini.

Saya memang tertinggal jauh dari kalian. tapi entah kenpa saya hanya sedikit merasa sedih. saya yakin saya percaya pasti ada saatnya saya akan terbang ke manapun saya suka. saya akan bergerak ke mana pun orang membutuhkan saya. saya merasa lebih berarti jika saya dibutuhkan oleh orang lain. saya lebih berarti lketika menjadi matahari ketimbang menjadi awan putih.

                                                                                                        saya sedang "sakit"

Minggu, 23 Oktober 2011

dingin yang rapuh

dan ketika dingin mengekarkan keanggunannya dalam senyap
para kabut pun berbondong-bondong mengangkatnya sambil menerpa
bukan dalam hujan yang temaran
tapi
dalam desau mesiu yang tersapu angin. semakin lama kian membeku
membuat dingin rapuh, lalu luluh lantah. kabut pun berpencar mendapatkan serpihannya :)

Kamis, 20 Oktober 2011

saya pilih menjadi kafilah

diam saya berpikir
mencerna setiap ejekan para nafsu bumi yang menggelegar
Bicara saya bertindak
menumpas perasaan jahat yang mengelilingi sukma dalam sanubari
tindakkan saya menguatkan
seluruh anggota badan dalam menerjang segala kemungkinan yang ada

saya tahu saya kamu
tapi kamu tidak akan pernah tahu
siapa saya
---------------- depok 20 oktober 2011---------

Rabu, 19 Oktober 2011

GUE VS GUE

Gue Vs Gue

“Lo kenapa sih? Kok seminggu ini kaya ngehindarin gue terus Ra? Gue bikin salah sama Lo ya?” Tanya Aleta sahabat gue saat keluar kelas. Gue Cuma bisa ngejawab pertanyaan Leta dengan gelengan kepala yang tertunduk. Aleta masih saja duduk di sebelahku menunggu untaian kalimat yang meluncur dari mulutku.
Nggak mungkin dong aku mengakui semuanya. Emang udah seminggu ini aku  mejauhi Leta. Aku nggak mau sampai dia tahu bahwa sebenarnya udah lama aku suka sama pacar barunya. Lagian, aku juga nggak mau nyakitin sahabat sendiri. Apa kata orang nanti kalau aku ngehianatin sahabat sendiri.
“Terus kenapa?” Tanya Aleta lagi sedikit memaksa dan aku hanya bisa diam. “Aha… Gue tahu Ra, Lo lagi naksir cowok ya? Lo nggak mau ngasih tahu gue kan?” Tebak Leta bikin aku gelagapan.
“Eh… apaan sih, enggak kok. Udah ah, Gue mau ke kantin. Laper!” Jawabku berusaha menghindar dan berjalan meninggalkan Leta.
“Lo nggak masuk kelas Pak Hartoyo Ra?” teriak Leta, sementara aku berjalan semakin cepat meninggalkan dia.
                                                *******
“Pokoknya gue nunggu lho, Ra! Awas aja kalau sampai nggak datang. Gue pecat jadi sahabat setia loh!” Ucap Leta di sebrang telepon. Sore ini dia mau mengajakku nonton di Pelangi. Yah, apa boleh buat, biar sekalian Leta nggak curiga sama sikapku belakangan ini akhirnya aku pun berangkat juga menuju Pelangi.(read:Plaza Semanggi)
“Rara…” Terdengar suara cowok dari arah belakang, sesaat aku pun menoleh.
“Wahyu… Lho, ngapain Lo di sini?” Tanyaku kaget melihat cowok berwajah tirus dan berkaca mata minus itu berdiri di hadapanku. Sesaat aku tertegun membayangkan imajinasi bodohku terhdap Wahyu.
“Ya gue mau nonton lah… Gue sama Leta janjian mau nonton di sini. Lo sendiri?” Tanya Wahyu sambil tersenyum simpul. Sial, kenapa sih dia mesti senyum kaya gitu ke gue?
“Eh… Lho, gue juga mau nonton sama Leta di sini.” Jawabku dan Wahu hanya manggut-manggut. Sial… sial… mau Lo apa sih Ta? Lo sengaja ya, masa mau nonton bertiga? atau Lo sengaja mau manas-manasin gue? Entah, aku harus pasang wajah seperti apa. Kondisi seperti ini sungguh membuatku tertekan. Di satu sisi aku senang karena aku bisa bertemu dengan Wahyu, tapi di sisi lain rasanya kacau. Kesal! Terlebih kalau ternyata Leta sengaja ngajak nonton bertiga. Sungguh!
Sudah hampir 15 menit, aku dan Wahyu menunggu Leta. Tapi yang ditunggu tak kunjung muncul. Sambil menunggu, Wahyu mengajakku berbincang. Pembicaraan yang tak jelas arah dan tujuannya ini cukup membuatku senang. Sungguh, rasanya seperti aku yang sedang menjalin kasih dengannya. Saat tengah asyik bersua ponsel di saku celanaku bergetar. di layar terulis Leta calling.
“Halo… Lo lagi di mana Ta? Lama banget sih, terus maksud Lo apa? kita mau nonton bertiga? Lo sih enak ada Wahyu, lha Gue? Masa Gue kaya kambing congek ngeliatin Lo berdua pacaran!” cerocosku panjang lebar sambil berjalan menjauh dari Wahyu. Aku berjalan ke arah toilet perempuan yang jaraknya tak jauh dari tempat duduk tadi.
“Duh… Lo bawel amat sih Ra! Sabar dulu kek, maksud Gue kan baik. Biar Lo nggak bete… siap tahu aja kalau kita jalan bertiga bakalan lebih seru.  Tapi, sorry banget nih Ra, kayanya gue nggak bisa nonton bareng kalian deh. Pas mau berangkat tadi nyokap gue pingsan. Kayanya tekanan darahnya turun. Gue lagi nunggu dokter. Gue minta tolong ya, Lo bisa nolongin gue nggak?” Ucapa Aleeta memberikan penjelasan.
“Ya ampun kok bisa Ta? Lo mau minta tolong apa? Gue pasti Bantu kok.”
“Temenin Wahyu nonton ya. Please… kasian dia udah nunggu. Lagian Lo berdua juga udah ada di Pelangi kan? Mau ya… ya… Please. Nanti gue bilangin Wahyu. Pasti dia mau.” Ujar Leta memohon. Deg, secuil hatiku bersorak girang. Entah.
“Apaan sih Ta… ogah  ah” Jawabku berkilah.
“Ra… ayo dong, sekali aja. Kasian Wahyu. Gue juga kasian sama Lo. Padahal Gue yang janjiin.” Mohon Leta penuh harap.
 Akhirnya aku terima juga permintaan Leta. Sebenernya kalau boleh jujur aku seneng banget. Apalagi Wahyu dengan senang hati bersedia aku temani. Aku jadi ngerasain rasanya jadi Leta. Beruntung banget dia bisa dapetin Wahyu. Wahyu baik banget. Habis nonton dia mengajak  aku makan bersama. Sampai akhirnya dia mengantarkan aku pulang.
“ Maksih ya Yu untuk traktirannya.” ucapku sambil menyerahkan helm.
“Sama-sama Ra, seneng gue jalan sama Lo, Oke gue balik ya. Have a nice dream” Ucap Wahyu dan ia pun berlalu.
 Huaaaa… rasanya hari ini bahagia banget. seandainya Wahyu itu cowok sendiri… Ah..  ngomong apa sih!Gila… gila… sadar Ra… inget… inget… udah ada yang punya. Sahabat sendiri pula.
                                                *********
“Oh… gitu. Tapi nggak ada cewek yang ngedeketin Wahyu kan? Tanya Leta di kelas mengenai acara nonton kemarin. Aku pun menjawab dengan gelengan kepala.
“Ntar ke Fakultas Wahyu mau nggak? temenin Gue. Dia hari ini tanding futsal.”
“Enggak deh, Gue habis ini langsung mau ke kosan. Badan gue rada nggak enak” tolak  kuberbohong. Jujur sebenarnya pengen banget ngelihat Wahyu main Futsal. Tapi aku nggak mau jadi pagar makan tanaman.
                                                ********
Malam ini aku bener-bener nggak habis pikir. Masa Wahyu sms. Awalnya sih ngomongin tentang Aleta. tapi kok lama-lama malah tanya-tanya tentang aku. Wahyu nanya alesanku nggak lihat dia tanding futsal bareng Leta. Aku bilang aja lagi nggak enak badan. Eh dia jadi sok perhatian gitu. Aku curiga, jangan-jangan. Akh… . Akhirnya buru-buru gue menyudahi sms-an sama Wahyu. Aku ingat Leta…
Hari ini Leta izin nggak kuliah. Mamanya masuk RS. Aku berniat untuk menjenguk tante Widi setelah jam terakhir nanti.
“Ra…” teriak seorang cowok saat aku berjalan meninggalkan kampus.
“Lho, Wahyu… Aleta nggak masuk. Nyokapnya masuk RS. Gue baru mau jenguk ke sana.” Jelasku.
“Iya, Gue tahu kok. Lo ada waktu sebentar nggak? temenin gue cari makan yuk. Bosen gue makan di kantin.” Ajak Wahyu. Sebenarnya tadi aku udah nolak. Tapi, berhubung Wahyunya maksa akhirnya aku nyerah juga.
Aku bener-bener nggak nyangka. setan itu jahat banget ya! Dia sudah berhasil mempengaruhiku. Buktinya sampai malem aku baru pulang. Padahal tadi niatnya aku mau ke RS jenguk tante Widi, mama Leta. Eh aku malah asyik sama Wahyu. Sepertinya aku memang bukan teman yang baik.
                                                ******
Pagi ini aku menghubungi Leta. Ternyata dia masih di RS, aku minta maaf belum sempet jenguk mamanya. Tapi, aku janji pulang kuliah nanti akan ke sana.
“Ra…” teriak Wahyu saat aku lagi jalan ke luar kampus. Tiba-tiba dia memberikan aku helm
“Maaf Yu, Gue nggak bisa. Gue mau jenguk nyokapnya Leta.”Tolakku halus. Tapi Wahyu maksa dan untuk ke dua kalinya akhirnya aku menyerah juga.
“Lo mau nggak Ra jadi cewek Gue?” Ucap Wahyu tiba-tiba setelah pelayan kafe memberikan pesanan minuman kami. Deg. Pertanyaan ini memang tengah aku nantikan keluar dari mulut Wahyu. Tapi Sumpah aku kaget, apa yang ada di otaknya Wahyu sampai dia ngomong kaya gitu. “Gue suka sama lo Ra. Gue juga yakin kalau sebenernya Lo juga suka sama Gue” Ucap Wahyu lagi sambil menggenggam tanganku.
“Lo ngomong apa sih? Jangan Ngaco deh Yu!
“Lo juga suka sama gue kan Ra?”
“Trus Aleta?”
“Gue udah putusin dia tadi. Jujur gue nggak yakin sama perasaan gue ke dia. Tapi gue yakin banget sama perasaan gue ke Lo” ujar Wahyu dengan mimik muka meyakinkan.
“Tapi kan…”
“Ah… udahlah Ra, Lo juga suka sama Gue kan?”
“Gue…
                                                            ******
“Makasih Ra, udah mau jengukin nyokap gue. Nyokap Gue udah baikan kok, besok juga udah boleh pulang. Tapi gue lagi sedih banget nih Ra…” Ucap Leta sambil meluk gue erat. Gue pun membalas pelukan erat Leta.
“Iya, Gue tahu. Wahyu mutusin Lo kan?” Ucapanku membuat Leta kaget. aku pun akhirnya menjelaskan semuanya ke dia.
“Udah jangan Bego, Cowok kaya dia nggak pantes Lo tangisin. Asal Lo tahu ya, Wahyu itu nggak pantes buat Lo. Tadi sebelum gue ke sini dia nembak gue…”
“Wahyu nembak Lo Ra? Trus Lo jawab Apa?” Tanya Leta kaget.
“Dengan tegas gue nolak dia, malah gue sempet nyiram muka dia pake jus. Habis gue nggak nyangka aja kalau cowok kaya dia play boy. Lagian Gila apa sampe gue ngehianatin Lo. Seribu Wahyu juga bisa gue dapetin Ta, tapi satu orang Lo tuh susah nyarinya!” Tegasku
“Maksih ya Ra, well gue sedikit lega Ra..”
“Gue juga lega Ta… bahkan gue menang…”
“menang? menang apa?” Tanya Leta bingung
“Menang ngelawan diri gue sendiri” ungkapku lepas dan puas. J

Senin, 17 Oktober 2011

muridku...

Muridku Tercinta
Ini sudah menjadi keputusanku, setidaknya aku bisa memenuhi permintaan hati yang sudah bergejolak semenjak menyelesaikan KKN  satu tahun yang lalu. Aku berniat untuk menjadi tenaga pengajar di daerah pelosok Indonesia, entah di daerah mana nantiya aku akan mengabdi. Tapi yang jelas keputusanku sudah bulat. Seminggu setelah diwisuda, aku akan bergabung dengan lembaga Mengajar Indonesia yang mendistribusikan manusia yang memang berdedikasi tinggi untuk mengabdi kepada masyarakatnya dengan cara mengajar di daerah pelosok di seluruh Indonesia. Saat ini yang masih mengganjal dipikiranku hanya satu, mendapat restu dari kedua orangtuaku, terutama mama.
“Pokoknya mama tetap nggak mengizinkan, Kamu mau jadi apa kalau pergi ke tempat-tempat kaya begitu Ra? Mama menyekolahkanmu tinggi-tinggi berharap agar kamu bisa meneruskan usaha papamu. Ya, setidaknya kalaupun kamu tidak meneruskan usaha papa, kamu bekerjalah di Jakarta. Nggak perlu sampai jauh-jauh ke pelosok sana. Waktu KKN kan kamu sudah pernah, masa masih kurang saja sih.” Mama tetap pada pendiriannya. Ini sudah yang ketiga kali aku membicarakan hal ini dengan mama. Tapi, tetap saja jawaban mama membuat nyaliku sedikit ciut. Kalau orang tua tidak meridhoi bagaimana aku bisa menjalankan pekerjaanku ini dengan hati ikhlas dan lapang.
“Ma, ayolah, izinkan Rara. Rara hanya satu tahun saja kok Ma. Rara janji. Habis itu Rara pasti akan bantu untuk ngurusin usaha papa. Rara nggak pernah minta apa-apa dari mama, tapi untuk kali ini Rara mohon Ma, izinin Rara. Di pelosok-pelosok sana masih banyak anak-anak yang putus sekolah Ma. Bukan karena kemiskinan saja yang membuat mereka bodoh Ma, tapi mereka tidak punya tenaga pendidik yang bisa membuat mereka bangkit. Setidaknya Rara dan teman-teman Rara bisa membantu itu Ma. Tapi, kalau mama tetap tidak meridhoi Rara tidak akan berangkat kok, Rara nggak mau jadi anak durhaka.” Ucapku melemah aku sudah kehabisan kalimat. Entah harus melakukan apa lagi agar mendapat persetujuan dari Mama.
“Sekali tidak tetap tidak Ra!” Ucap Mama sambil berlalu menuju kamarnya. Papa yang semenjak tadi mendengarkan pembicaraan kami hanya tersenyum saja. Senyum papa sedikit melegakanku.  Bergegas papa berdiri lalu mengusap punggungku perlahan.
“Sabar ya, Papa akan bantu kamu ngomong ke mama” Ucap papa ringan dan aku pun mengangguk senang.
                                                                        ********
Aku sudah mendapatkan surat pemberitahuan dari Lembaga Mengajar Indonesia melalui e-mail. Di dalam surat itu aku akan ditugaskan di pelosok Timur Indonesia, Irian Jaya. Rencana keberangkatan dua minggu lagi. Tapi sampai sekarang mama masih belum meridhoi aku.
“Ra… ini kamu dapat kiriman surat.” Ujar mama tiba-tiba masuk ke kamarku disaat aku sedang mengeprint surat pemberitahuan tersebut. Hasil printannya jatuh ke lantai karena aku kaget dengan kehadiran mama. Mama segera memungut kertas yang baru aku print dan sekilas membacanya.
“Kamu belum membatalkannya juga Ra” Ucap mama panik dan terduduk di kasur tepat dibelakang kursi tempatku duduk. Seketika aku terdiam. Irian Jaya kan jauh Ra, mama tetap nggak mengizinkan. Kamu mau ngapain ke sana? Ujar mama lagi kali ini diselingi dengan tetesan air mata. Aku menatap mata mama dalam, berusaha untuk meyakinkan dirinya bahwa memang inilah keinginanku.
“Ma, di sana aku tuh mau ngajar. Mengajar anak-anak dari SD, SMP, dan mungkin saja SMA. Memang sih hal ini tidak sesuai dengan penjurusan manajemen Rara. Tapi, Ma… entah kenapa hati Rara tuh bergelora dan mengebu-gebu untuk melakukan hal itu. Kasihan Ma anak-anak negri ini yang kurang mendapat perhatian pemerintah dalam hal pendidikan. Rara ingin sekali melihat anak-anak di negri kita itu pintar, ya setidaknya punya semangat dan cita-cita yang tinggi. Ayolah ma, izinin Rara untuk mengabdi Ma, setahun itu nggak lama kok Ma. Rara janji akan ngasih mama kabar terus. Rara janji akan menjaga diri baik-baik di sana.” Ujarku sembari berlutut dihadapanan Mama.
Mama hanya menangis dan meremas surat dan kertas yang kuprint tadi. Aku terdiam. Mama pun demikian. Sampai akhirnya mataku tertuju pada surat yang dipegang oleh mama. Amplop bergambar orang yang diwarnai dengan krayon menarik perhatianku. Perlahan kupegang tangan mama dan kubuka kepalan tangannya terhadap amplop itu. Tidak salah lagi, ini surat dari Dina, anak perempuan yang pernah kuajar saat aku KKN di pelosok Jawa Timur. Tulisan tangannya bisa kuhapal dengan benar. Aku pun bergegas membuka dan membaca isi suratnya
Untuk kakak Rara
Kak, apa kabar?. Semoga keadaan kakak dan keluarga kakak di Jakarta baik-baik selalu. Kami sekarang senang karena disekolah kami sudah ada guru. Meskipun hanya dua orang. Tapi kata Pak Lurah,  guru-guru itu akan terus mengajar di sekolah kami. Kami semangat belajar Kak. Bahkan aku mendapatkan ranking 1 di kelas. Aku dan teman-teman rindu sekali dengan kakak terlebih dengan cerita-cerita kakak yang selalu membuat kami bersemangat melakukan sesuatu.
Oh iya, kabar mama kakak bagaimana? Mamaku pernah bilang kalau Kak Rara itu baik dan pintar  karena mamanya super baik dan super pintar sehingga bisa membuat kak Rara seperti itu. Salam ya kak buat mamanya kakak. Aku mau jadi seperti Kak Rara yang pintar dan baik hati. Meskipun mamaku tidak pintar karena tidak bersekolah seperti aku tapi mamaku baik dan selalu menyemangati aku agar menjadi pintar seperti kakak.
Dini dan teman-teman di sini  senang pernah punya pengalaman kebersamaan dengan kakak. Semoga kakak tidak melupakan kami ya. Salam sejuta cinta untuk kakak. Kami selalu mendoakan kakak agar kakak dan keluarga kakak selalu bahagia. Parjimin, Sugeng, Cipto, Nisa, dan Siti titip salam buat kakak. Doakan kami ya kak agar tahun ini bisa masuk SMP. Oh iya, bersama dengan surat ini, kami kirimkan gelang buatan kami yang terbuat dari rotan. Gelang ini ada lima, pas untuk keluarga kakak. (Mama kakak, Ayah kakak, dan dua orang kakaknya kakak).

Air mataku menetes setelelah membaca surat itu, segera saja kurogoh gelang yang berada dalam amplo berwarna itu. Gelang yang indah dan kuat. Segera saja kupakaikan gelang yang berada digenggamanku ke lengan kiri mama.
“Ma, ini gelang dari murid Rara waktu KKN. Ini buat mama katanya. Mama baca deh suratnya.” Ujarku sambil menyerahkan secarik kertas yang berisi tulisan tangan rapi. Sekilas mama hanya melirik, tapi aku tetap menyodorkannya agar mama mau membaca. Mama pun membaca surat itu sementara aku beralih duduk di sampingnya. Mama terdiam setelah membaca surat itu. Aku pun tak berani membuka suara.
“Kamu berangkat tanggal berapa, Ra?” ucap mama tiba-tiba dan membuatku sumringah.
“Mama ngizinin Rara?” tanyaku bersemangat. Mama pun mengangguk. Aku segera memeluknya erat. Hatiku plong rasanya.
“Tapi kamu harus janji untuk terus-terusan kasih kabar ke mama. Anak perempuan mama cuma kamu. Mama nggak mau terjadi apa-apa sama kamu. Mama juga harus minta nomor teman-teman kamu yang lain sekalian sama nomor pemimpin lembaga itu.
                                                                        *****

Besok aku akan berangkat ke Irian Jaya. Semua barang-barang yang kubutuhkan sudah kupersiapkan dengan matang. Siang ini keluargaku mengajakku makan diluar, yah mungkin untuk melepas kepergianku karena aku baru akan pulang selama satu tahun lagi. Mama terus saja berada di dekatku, memperhatikanku, seolah-olah aku akan meninggalkan dia untuk selamanya. Sementara ayah dan kedua kakakku bersikap biasa saja. Mereka sudah tahu dan bisa menerima kepergianku seperti ini. Hanya saja mereka selalu berpesan agar aku selalu menjaga diri baik-bik di tanah orang.
“Pa, bukan tanah orang… tanah kita Pa” ujarku membetulkan kalimat papa dan papapun mengangguk membenarkan ucapanku. Setelah selesai makan siang bersama aku tidak langsung pulang bersama keluargaku. Rissa dan Dita sahabat baikku selama kuliah kuajak bertemu. Pasti rasanya akan rindu sekali jika tidak bertemu dengan mereka berdua selama satu tahun.
“Lo bener-bener ajib banget ya… orang mah habis lulus kerja kek atau ngelanjutin kuliah S2, eh lo malah jadi relawan untuk ngajar ke pelosok-pelosok sana.” Rissa membuka percakapan sambil menyeruput capucinonya. Sebulan setelah lulus dia langsung diterima bekerja di bank swasta. Penampilan dan dandanannya sudah banyak berubah.
“ye… ini gue juga kerja kali… kerja hati… hahahaha ya udahlah lo berdua doain aja biar di san ague lancar, aman, dan damai. Hehehe” ujarku berceloteh.
“Iya.. kami berdua pasti ngedoain lo kok. Btw  besok berangkat jam berapa? Besok gue ada panggilan interview jadi kayanya nggak bisa ikut deh. Maaf banget ya Ra” ucap Dita sambil menjabat tanganku.
“Iya nggak apa-apa. Gue ngerti kok, Lo berdua udah pada sibuk sekarang. Makanya gue ngajakin ketemuannya sekarang. Besok gue berangkat jam 7. Transit dulu di Sulawesi. Gabung sama relawan yang dari sana.” Jelasku panjang lebar.
“Ra, gue mau tanya dong, tujuan lo ikut itu apa sih? Sayang waktu Lo terbuang kali… nanti balik dari di sana orang-orang mah udah pada jadi apa… eh lo baru ribed nyari kerjaan lagi” tanya Rissa. Sesaat aku terdiam berusaha mengolah kalimat dalam otak agar jawabanku tepat dan sesuai.
“Justru gue nggak buang-buang waktu kali… gue memanfaatkan waktu Ris… untuk mencapai kesuksesan, terkadang kita perlu menunda kesuksesan lainnya. Nah, gue sudah memikirkan ini secara matang. Gue ingin berbuat sesuatu… yang intinya sih kesuksesan juga… tapi kesuksesan untuk gue dan orang banyak. Yah kita lihat nanti deh, mungkin hasilnya tidak akan tampak pada setahun kemudian… tapi pasti suatu saat nanti kesuksesan itu aka nada dan semoga berlangsung terus menerus” ujarku sedikit berfilosofi. Entah Rissa mengerti jawabanku atau tidak tapi itu memang yang ada dalam pikiranku.
                                                *********
Kini aku sudah berada di Sulawesi untuk bertemu dengan relawan yang lain. Mama tadi  mengantar kepergianku dengan beruarai air mata. Aku membalasnya dengan pelukan hangat dan senyuman terbaik yang aku punya. Inilah pilihanku dan hatiku terasa senang.
“Ra… ikut briefing dulu sebentar” ujar Bu Wilda membuyarkan lamunanku. Aku pun beranjak dan bergabung dengan relawan lainnya. Bu Wilda memberikan penjelasan tentang persiapan kedatangan kami ke Irian Jaya. Kami, para relawan terdiri dari enam orang untuk ditempatkan di setiap desa. Aku sekelompok dengan Rio, Dedik, Mawar, Gea, dan Rusna. Mereka berasal dari Jakarta jua, sama seperti aku. Tapi, rata-rata umur mereka dua tahun lebih tua di atasku sehingga aku pun memanggil mereka semua dengan sebutan kakak.
Setibanya di Irian Jaya, kami disambut oleh Wakil bupati di daerah tersebut. Kami pun langsung didistribusikan ke berbagai desa terpencil di Irian Jaya. Perjalanan menggunakan jalur darat dan laut telah kami tempuh. Hingga akhirnya kami sampai pada malam hari di sebuah desa terpencil yang tanahnya sedikit kering. Mungkin karena sedang musim kemarau. Desa tersebut hanya terdiri dari beberapa rumah dengan bilik kayu. Tanpa lantai dan banyak sekali hewan berkeliaran.
“Kalian akan tinggal di sini, maaf beta tidak bisa bantu banyak” Ujar Pak Geo selaku pemimpin selama perjalanan kami ke desa ini, sembari mempersilakan kami masuk di sebuah gubuk berukuran 4x5 meter.
“Oh terima kasih Pak. Ini sudah lebih dari cukup bagi kami.” Ujar Kak Rio dan beberapa jam kemudian pun Pak Geo pamit. Besok beliau akan menunjukkan sekolah yang akan kami ajar. Sungguh aku sudah tidak sabar untuk bertemu dengan anak-anak besok.Kak Rio selaku ketua kami pun mulai membagi bagian-bagian kamar dengan alat seadanya (tali raffia dan sarung) karena memang dalam ruangan ini tidak terdapat sekat sama sekali kecuali untuk kamar mandi. Karena perjalanan yang cukup melelahkan akupun tertidur pulas hingga lupa memberikan kabar kepada keluargaku di Jakarta.
                                                            *********
Ini hari pertama aku mengajar di sini. Sungguh rasanya aku ingin menangis melihat anak-anak ini bersekolah tanpa berseragam, tanpa alas kaki. Tetapi, mereka semangat mendengarkan  pelajaran yang kuberikan. Aku mendapat bagian mengajar bahasa Indonesia untuk anak-anak SMA kelas 3. Tidak seperti kebanyakan pengajar yang mengajar disebuah ruangan tertutup. Di tempat ini aku mengajar di tempat terbuka. Bukan karena ini sekolah alam, hanya saja ruang kelas di sekolah ini digunakan secara bergantian. Hanya karena anak kelas tiganya terdiri dari 4 orang, mereka harus mengalah tidak menggunakan ruangan kelas kecuali saat ujian saja.
Kak Rusna dan kak Gea bertugas mengajar kelas satu dan dua yang jumlah muridnya sedikit lebih banyak sekitar 12-15 orang. Sedangkan Kak Rio, Kak Dedik, dan Kak Mawar bertugas untuk mengadakan sosialisasi dan pendistribusian buku pelajaran yang kami bawa dari Jakarta. Tapi, entah kenapa aku sangat heran melihat sekolah ini karena sepenglihatan mata, hanya terdapat dua orang guru berseragam. Sepertinya sekolah ini hanya memiliki dua guru itu saja. Kejadian ini mengingatkanku saat KKN di Jawa Timur dulu.
“Kak, kakak sampai kapan mengajar kami di sini?” tanya Moru muridku yang kulihat paling aktif bertanya saat pelajaran tadi.
“selama satu tahun” jawabku sambil tersenyum. Kami berjalan beriringan. Sesaat kemudian Moru berteriak ke arah teman-temannya.
“kakak ini akan sama-sama kita….” Teriaknya kepada teman-temannya yang ada dibelakang. Teman-temannya pun bersorak gembira. Aku hanya tersenyum melihat ekspresi mereka. Perjalananku baru dimulai..
                                                ********
“kamu nanyanya kaya lagi investigasi aja Ra?” tanya kak Rio, saat aku menanykan mengenai jumlah guru di sekolah yang kami ajar.
“Habis aku penasaran kak. Memangnya tidak ada penyaluran guru dari pemerintah ya? Selama ini mereka belajar bergantian menunggu guru dan menunggu kelas. Setahu aku pns bukannya banyak ya?” tanyaku polos.
“Sebenarnya pemerintah sudah mengupayakan itu Ra… memang jumlah Guru PNS banyak. Terlebih saat ada lowongan PNS guru sudah banyak yang mendaftar. Tapi ya itu tadi… setelah mereka tahu bahwa mereka ditempatkan di daerah pelosok mereka mengurunkan niatnya. Yah, itulah…” Belum sempat Kak Rio meneruskan kata-katanya kak Gea sudah menyahut.
“berarti yang salah ya pribadinya Ra… nyalinya ciut…”
“Betul-betul-betul” Jawabku menirukan gaya upin dan ipin. “Eh kak, ngerasa nggak sih, kalau anak-anak di sini itu pintar sekali. Aku kasih tahu sekali aja langsung paham. Udah gitu semangatnya itu loh… kalah deh semangat belajarku saat kuliah.” Ujarku bercerita mengingat siang tadi saat aku belajar dengan Moru dan kawan-kawannya.
“Nah… kamu sudah tahu itu, kamu juga harus memotivasi mereka Ra… agar mereka tidak hanya berhenti di SMA dan bekerja menjadi buruh. Pacu terus semangat mereka untuk melanjutkan pendidikan yang lebih tinggi Ra… ingat tugas kita di sini. Kita tidak hanya mengajar saja. Kita juga harus membangun mimpi dan harapan mereka dan membantu mewujudkannya. Tidak usah memikirkan masalah biaya… yang penting mereka pintar dan terpacu untuk melanjutkan pendidikan.” Ujar Kak Rio berapi-api dan membuat hatiku berkobar.
“Sipp Kak… ayo kita bersama-sama membangun ini semua” ujarku sambil tersenyum dan berekspresi gaya “merdeka”. Kak Rio dan kakak yang lainnya tertawa melihat aksiku.
                                                ***********
“Kalian habis lulus nanti mau melanjutkan ke mana?” tanyaku suatu hari saat berjalan-jalan bersama murid-muridku tercinta.
“Beta mau bantu keluarga cari uang Kak.” Ucap Maria sambil tersenyum
“Kalau beta mau  jadi pemain bola kak” Ucap Theo
“Beta tak tahu jadi apa kak? Beta jadi seperti ini saja” Verra menjawab tak bergairah.
“Beta mau jadi seperti kakak” Moru berteriak sambil tersenyum ke arahku. Langkahku terhenti seketika. Kuputuskan untuk duduk di bawah pohon sambil mengajak mereka berempat duduk bersama-sama.
“Maria,  kamu mau cari uang dengan cara apa? Bekerja? Menjadi apa? Tanyaku antusias. Sesaat Maria terdiam mungkin tidak tahu harus berbuat apa. “Theo mau jadi pemain bola? Hmm… kalau kamu benar-benar giat berlatih dan kalao memang permainanmu sangat bagus sekali… kakak akan bantu kamu untuk bergabung menjadi pemain bola.” Jawabku.
“Kakak tidak bohong?” Theo berapi-api dan aku pun menggeleng. Setahuku Theo memang gemar sekali bermain bola. Permainannya juga sangat bagus, terlebih ia mampu mengalahkan kak Rio dan kak Dedik beberapa minggu yang lalu. Di daerah ini masih banyak tanah lapang sehingga mereka bisa saja main bola dengan baik karena memang alam sudah menyediakannya. Tidak seperti di Jakarta, bermain bola saja harusmenyewa tempat.
“Vera mau jadi seperti ini saja? Memangnya Vera tidak punya mimpi? Vera jangan kalah dengan teman-teman yang lain. Mumpung bermimpi itu gratis atau tidak bayar. Bermimpilah Ver, tapi jangan lupa untuk mewujudkannya.” Jelasku dan Vera pun terdiam.
“Kak, sebenarnya Vera ingin sekali menjadi dokter. Tapi, kata mamak vera nggak boleh mimpi aneh-aneh yang tidak akan terjadi.” Jelas Vera sedih dan menunduk.
“Wah itu keren banget lho… Vera nanti bisa bantu menyembuhkan orang-orang yang sakit. Kenapa mamak bilang tidak boleh? Apa karena tidak ada biaya?” tanyaku mencari tahu. Vera pun mengangguk.
“Tenang, Vera tidak usah takut memikirkan biaya. Yang penting vera benar-benar belajar yang rajin dan mau melanjutkan pendidikan di perguruan tinggi untuk menjadi dokter saja itu sudah cukup. Masalah biaya nanti dibantu sama lembaga kakak.” Jelasku
“Kalau beta bagaimana? Tanya Moru tak mau kalah.
“Moru juga harus belajar yang rajin. Moru kan mau menjadi guru… berarti nanti melanjutkan pendidikan ke perguruan tinggi negri yang khusus kependidikan. Memang Moru mau menjadi guru apa?” tanyaku antusias.
“Moru mau jadi guru bahasa Indonesia kak…” jawab Morum sumringah dan akupun tersenyum.
“Nah itu bagus… untuk Moru dan Vera … kakak berharap sekali kalian bisa mewujudkan mimpi kalian. Kakak yakin kalian bisa lulus ujian nasional tahun ini dan kakak sangat berharap kalian mau ikut ujian seleksi masuk perguruan tinggi negri. Kalau kalian bisa lulus itu, percaya sama kakak… itu adalah kunci gerbang kesuksesan kalian. Kalian tidak perlu memikirkan biaya. Ingat Tuhan kita kaya, tidak usah takut kekurangan, pasti nanti Tuhan mau membantu siapa saja yang mau terus berusaha dan tidak mengenal putus asa. Sedangkan untuk Theo, kamu kan mau jadi pemain bola… sebenarnya kakak sih mau ngasih kejutan buat kamu. Tapi kakak sudah tidak sabar untuk memberitahunya. Kak Rio, kemarin ke kota… ia mendaftarkan kamu untuk ikut klub bola. Tapi, kamu harus lulus ujian nasional dulu…” ujarku perlahan tetapi Theo malah berteriak senang dan kegirangan.
“Lalu Beta bagaimana kak?” tanya Maria sedikit ragu ke arahku. Aku mendekapnya perlahan. “Maria… kamu tuh pintar, sayang kalau habis lulus SMA ini kamu langsung bekerja. Memangnya kamu tidak ingin melanjutkan pendidikan dulu ke perguruan tinggi. Nanti di sana kamu bisa bertmu dengan berbagai macam orang sehingga bisa memperluas wawasan kamu. Ingat dunia ini luas loh… masa kamu tidak ingin menginjakkan kaki di tempat lain selain di desa ini? Ini berlaku untuk Theo, Moru, dan vera juga ya. Kalian ini masih muda. Masih panjang perjalanan kalian. Yang penting kalian punya niat yang kuat, usaha yang tak kenal memnyerah, dan berdoa tanpa henti saja Tuhan pasti bersama kalian. Jelasku panjang lebar membuat mereka berempat terdiam. Terlihat gairah masa depan pada mata bening mereka. Ah… anak-anak polos dan pintar ini memang layak untuk diperjuangkan.
“Kak, beta mau melanjutkan pendidikan. Beta akan ikut saran kakak…beta bersemangat kak, mungkin nanti beta akan mengambil kuliah yang berhubungan dengan tanah dan pertanian.” Ujar Maria bersemangat dan aku pun tersenyum mendengar penjelasannya.
                                                            *******
Sudah hampir setahun aku di sini, tak terasa dua minggu lagi kami akan kembali ke Jakarta. Keluargaku terutama mama sudah tak sabar menemuiku. Mama sudah rindu sekali denganku sehingga setiap hari menjelang kepulanganku mama selalu menghubungiku dan menceritakan persiapannya menyambut kepulanganku. Aku memang rindu sekali dengan mama, makanya aku senang dan sudah tidak sabar untuk pulang ke rumah. Tapi, disisi lain aku juga sedih karena aku tidak bisa menunggui Moru, Vera, Maria, dan Theo untuk menghadapi ujian Nasional 3 minggu lagi.
“Kakak, tenang saja… kami pasti mampu menyelesaikan soal ujian nasional dengan baik. Kan kakak selama ini yang mengajari kami. Kakak harus percaya kepada kami. Nanti kalau pengumuman ujian nasional sudah keluar kami akan kabari kakak lewat pos.” Jelas Moru ketika aku mengucapkan salam perpisahan. Aku senang semakin lama mereka semakin optimis. Mereka tidak takut menghadapi ujian saja aku sudah senang. Air mataku menetes saat mereka menyalamiku satu persatu. Mereka pun menangis. Mereka sudah kuanggap sebagai adik sendiri.
Sebelum aku meninggalkan mereka, aku memberikan uang yang kuamplopi. Uang tersebut kuberikan satu persatu kepada mereka. Sesaat mereka mengembalikan amplop itu kepadaku.
“Lho kenapa dikembalikan ke kakak? Tanyaku bingung.
“Kakak sudah memberi kami banyak hal, ilmu, saran, wawasa, cinta, kasih sayang dan masih banyak lagi. Itu sudah cukup buat kami kakak.” Ujar Moru sambil menangis.
“iya Moru benar” Maria menyahut dan ikut menangis juga. Theo dan Vera pun demikian.
“Kakak, memberikan uang ini untuk kalian pergunakan untuk mendaftar seleksi penerimaan mahasiswa baru nanti. Sedangkan untu Theo untuk bekal selama tinggal di kota nanti. Kalau kalian menolaknya kakak akan sedih sekali. Kakak hanya minta satu hal kepada kalian semua… wujudkan cita-cita kalian. Itu saja” jelasku masih menangis dan akhirnya memeluk mereka berempat.

                                                                        *****
Akhirnya aku kembali ke Jakarta, mama menyambut kedatanganku dengan sukacita. Setahun berjalan begitu cepat. Tapi keadaan keluargu tidak banyak yang berubah. Hanya saja beberapa minggu lagi aku harus sudah bersiap untuk menepati janjiku bekerja di perusahaan papa. Sebagai pekerja kantoran tentunya. Selama beberapa hari kepulanganku, mama menemaniku tidur. Kami bercerita banyak hal, dan tentu saja aku menceritakan keempat murid-muridku yang super hebat dan jenius.
Waktu terus bergulir hingga tak terasa sudah tiga bulan setelah kepulanganku dari Irian Jaya. Aku sudah tidak sabar mengetahui hasil Ujian Nasional mereka. Kak Rio menghubungiku siang tadi dan memberi kabar bahwa mereka berempat lulus ujian nasional. Aku senang bukan kepalang tak lupa bersujud dan bersyukur atas keberkahan yang diberikan Tuhan untuk mereka semua. Moru, Vera, dan Maria menepati janjinya untuk mengikuti seleksi penerimaan mahasiswa baru di perguruan tinggi negri. Dulu aku sempat memberikan nasihat kepada mereka agar memilih PTN di luar Irian Jaya agar mereka bisa mengenal, mempelajari daerah yang lain serta memperluas wawasan. Entah mereka akan mengikuti saranku atau tidak yang pasti mendengar mereka ikut seleksi ujian saja aku sudah senang dan bahagia.
                                                            ******
Sudah hampir empat tahun aku sibuk pada pekerjaanku di perusahaan papa, entah kenapa aku tiba-tiba rindu sekali kepada Moru, Vera, Theo, dan Maria. Aku benar-benar kehilangan kabar mereka berempat. Kabar terakhir yang kuketahui Maria, Vera, dan Moru diterima berkuliah tapi aku sendiri tak tahu tempatnya di mana. Ketika kutanyakan kepada Kak Rio, dia bilang sudah kehilangan kontak dengan Pak Gio di sana. Aku kini hanya bisa memandangi foto bersama mereka. Semoga kalian sukses semua. Amien.
“Rara… Dandra sudah menjemput kamu tuh. Kamu sudah siap belum?” Teriak mama dan membuyarkan lamunanku. Ini aktivitasku sekarang, bekerja dan bekerja.
“Iya Ma… suruh tunggu sebentar” Jawabku sedikit berteriak. Bergegas aku mengambil tas kerjaku dan berjalan ke luar kamar. Dandra di ruang tamu Ma? Tanyaku sambil mencium kening mama.
“Iya… Ra…Oh iya… tadi malam pas kamu sudah tidur ada yang telepon cari kamu. Namnya kalau nggak sama Vera siapa gitu. Mama bilang saja kamu sudah tidur.” Ujar mama sambil memberiku segelas susu.
“Vera ma? Beneran… ya ampun itu murid Rara yang waktu di Irian Jaya dulu” ucapku bersemangat.
“Mungkin iya Ra,soalnya logatnya juga beda… mungkin nanti dia telepon lagi. Nanti mama kasih no hp kamu aja ya” jelas mama dan aku pun mengangguk girang. Bergegas aku menemui Dandra, tunanganku.
“Eh, Dan… Vera kata mama telepon aku tadi malam. Aku udah kangen berat sama mereka. Wahhh aku seneng banget hari ini. Padahal baru aja tadi aku mikirin mereka.” Jelasku dan Dandra pun tersenyum.
“Wah… semoga aja ya, kamu bisa ketemu mereka lagi” Ujar Dandra sambil mengajakku ke luar rumah. Baru saja aku menjawab “amien” kini di depanku dua perempuan berambut kriting tersenyum sambil menatapku.
“Kakak…” ujar mereka sambil langsung memeluku. Vera dan Maria. Akupun membalas pelukan mereka hangat. “Kami akhirnya bertemu kakak juga. Kami rindu sekali” ujar Maria sambil menatapku. Empat tahun tidak bertemu sudah banyak perubahan yang terjadi pada dua gadis hitam manis ini.
“Kok bisa sampai sini? Ayo masuk-masuk” ujarku sambil menyegerakan mereka masuk. Akupun memanggil mama dan segera memperkenalkan mereka berdua kepada mama dan Dandra. Dandra pun mengetahui bahwa aku pasti tidak akan masuk kerja hari ini segera pamit dan membiarkan aku bernostalgia bersama murid-muridku. Vera dan Maria bercerita bahwa selama empat tahun ini mereka mengenyam pendidikan di universitas negri. Vera mengambil pendidikan dokternya di Universitas Airlanggan sementara Maria mengambil pendidikan Ilmu pertanian di IPB. Betapa kagetnya aku karena tak berapa lama kemudian seorang lelaki berperawakan tinggi datang dihadapanku. Moru. Ia kini bertambah tinggi. Ia bercerita bahwa dirinya telah selesai menempuh pendidikan keguruan di Bandung. Merka sengaja tak memberitahuku bahwa selama ini mereka berada di Jawa karena mereka ingin menunjukkan keberhasilan yang sudah mereka dapatkan. Sungguh tak ada sia-sia. Mama yang semenjak tadi menyaksikan nostalgia kami ikut meneteskan air mata.
“Theo bagaimana? Tanyaku karena kini hanya dia yang belum kuketahui kabarnya/ Bergegas Moru mengelurakan ponselnya dan memperlihatkan foto Theo yang mengenakan seragam sepak bola. “Minggu depan dia ada pertandingan di Jakarta Kak, semoga kakak bisa melihat bersama dengan kita.” Ujar Moru membuat air mataku tak berhenti menangis.


                                                                                    Untuk murid-muridku tercinta
                                                                                    Depok, 10 September 2011