Senin, 29 Juli 2013

Aku marah pada tanganku
Tanpa sengaja menghapus Lana II
Padahal aku sudah cinta pada tulisan itu
Tapi sepertinya ada sebagian yang tidak
Lana kau sungguh lara

Minggu, 28 Juli 2013

Menyatakan itu... (III): Lana oh Lana

"Dan pada akhirnya, Jodoh pasti bertemu" Ujar Lana dengan riang gembira.

Buncahan rasa senang dan bahagia terpancar dari wajahnya. Sementara aku hanya bisa geleng-geleng kepala. Tak habis pikir jika saat ini diriku ikut berkelana dengannya. Aku sendiri tak paham, kenapa saat ini aku bisa berada di kereta bersamanya.  Solo, itu tujuan kami. Tujuan Lana sebenarnya sementara aku hanya ikut saja. Penggembira Lana (senantiasa).

"Heh, diam aja. Nggak ikhlas ikut aku nih? Yaudah sana turun" ujar Lana membuyarkan lamunanku. Bergegas aku melipat ke dua tangan. Cuek, mesti sebenarnya pura-pura.

"Yaudah kalau nggak ikhlas mah, nanti sampe Solo, kamu aku kirim balik ke Jakarta. Pakai paket saja ya, mau paket ekonomi atau ekspres sehari sampai?" Lana menggoda lagi. Aku tetap diam.

"Ya udah kalau masih nggak ikhlas mah kita diem-dieman aja sampe Solo." Lana mulai mengancam sementara aku meliriknya sengit.

"Apakah ikhlas harus dibicarakan, Lan? Udahlah, aku udah di sini masih saja kamu tanya aku ikhlas apa enggak. Sebel! Lagian kamu niat ngirim aku balik ke Jakarta udah kaya orang mau ngirim barang aja." Aku mulai terpancing emosi. Lagian tidak mungkin juga aku didiamkan olehnya. Sementara dia enak-enak saja menyimpan rahasia.

"Nah, kalau kamu ngomong kan aku lega jadinya. Setidaknya aku masih yakin kalau kamu masih sehat senantiasa." Ujar Lana lalu mencolek daguku. Aku mendengus kesal.

"Udah deh, cepet jelasin sebenarnya kita ke Solo tuh ngapain? Kamu sengaja mau ajak aku liburan atau memang ada maksud lain? Terus jodoh pasti bertemu maksud kamu apa?" Tanyaku bertubi-tubi. Sementara Lana tersenyum dan cekikikan sendiri.

"Oke baik, aku jelasin deh biar kamu nggak sensi dan marah-marah lagi. Aku lagi dapat jatah cuti seminggu, kamu pun begitu. Nggak salah dong kalau kita jalan bareng seperti waktu kuliah dulu. Kenapa Solo, ya karena aku lagi pengen aja ke sana. Kamu nggak usah bingung mikirin apapun, yang pasti semuanya udah aku siapin. Pokoknya kamu ikut aku aja. Terus kalau jodoh pasti bertemu aku lagi suka lagunya Afgan" ujarnya besemangat menjelaskan. Aku tahu ada yang disembunyikan. Pasti. Meski aku tidak tahu apa.

Sebenarnya dua hari ini Lana sibuk sekali meminta ktp milikku. Kupikir buat apa, tahu-tahu kemarin dia mengembalikannya dengan tambahan tiket kereta api ekspres tujuan Solo dengan namaku yang tertulis sebagai penumpangnya. Ketika kutanya, Lana hanya bilang "jalan, berkelana, suka cita" tak ada penjelasan lain. Aku sih senang saja mengisi cuti dengan liburan berpetualang, apalagi gratis. Tapi, kalau sampai ada udang di balik bakwan aku males.

Aku masih menaruh curiga besar padanya. Tapi biarkan saja semua berlalu seiring dengan perjalanan ini yang terus melaju.

Semenjak kejadian di kosan Lana tiga bulan lalu, aku sudah tak lagi mendengar kicauannya terkait lelaki yang dikenalnya lewat dunia maya itu, terlebih Lana nekat ingin menjadi istrinya. Sepertinya laki-laki hebat itu sudah dihapus Lana. Sementara aku sudah tak pernah lagi membahas atau mencari tahu sedikitpun tentangnya. Bagiku, Lana kembali normal saja sudah cukup. Aku tak berharap lebih.

Solo. Kami sampai pukul 04.00. Bagiku di manapun jam segitu terasa dingin. Tapi Lana, entahlah hatinya terasa hangat. Sepanjang perjalanan tadi dia begitu ceria. Bercerita apa saja hingga mampu mengundangku untuk tertawa. Sepertinya Lana sangat bersiap untuk petualangan kali ini. Sementara aku masih sibuk menerka dan bersiap diri. Mau ke mana kami nanti? Mau ngapain? Ah sudahlah, bagiku melihat hamparan kasur ekstra besar  membuat semua tanya hilang melesap begitu saja. Hotel pilihan Lana begitu luar biasa nyamannya. Aku langsung merebahkan lelahku.

"Heh, subuh dulu." Ujar Lana mengingatkan dan aku bergegas menyegerakan. Kami jamaah bersama. Lana jadi imamnya, entah kenapa aku merasa bacaan Lana sungguh membuat jiwaku tenang. Setelah salat, Lana berdoa lama sekali. Aku turut mengaminkan dalam hati, apa pun yang jadi doanya.

"Lan, kita mau ke mana sekarang?" Tanyaku saat terbangun. Lana sudah duduk cantik di sofa kamar. Dia memegang kertas bertuliskan sesuatu. Entah apa,aku tak bisa jelas melihatnya.

"Udah bangun, gih sana mandi. Habis mandi kita sarapan baru jalan. Nanti kamu akan tahu sendiri kita ke mana" ujar Lana bergegas menarikku masuk dalam kamar mandi. Dan aku menurut.

"Gila ini keren banget" ujarku tak bisa menyembunyikan rasa terkesanku terhadap kondisi yang aku alami saat ini. Lana mengajakku menaiki bus pariwisata werkudoro, bus tingkat dengan atap terbuka. Mantap. Bus ini hanya berhenti di tempat-tempat wisata. Mengelilingi Kota Solo bahkan melewati keraton Solo. Ah, Lana bagiku ini petualangan istimewa. Tak kusangka ia begitu bersiap dengan petualangan ini.

"Senengkan?" Tanya Lana dan aku mengangguk bahagia.

"Temenku keren ih, kamu lagi kenapa sih? Bahagia banget, sebanget-bangetnya" tanyaku penuh selidik.

Seketika Lana terdiam, lalu ia tersenyum girang. Aneh! Aku yang tadi berdiri menikmati pemandangan ini seketika duduk. Bertanya sesuatu yang memang disembunyikannya sejak beberapa hari lalu.

"Lan, kamu jangan bikin aku penasaran. Please... berhenti deh sembunyikan sesuatu dari aku. Nggak lucu!" Ujarku serius. Lana menatapku dengan keraguan yang mendalam.

"Aku sebenernya mau ketemu dia, dia tinggal di Solo. Aku mau ketemu langsung" ujar Lana mampu membuatku terdiam seribu bahasa.

Aku sudah curiga dengan kata "dia" yang disebutkan. Apakah lelaki itu? Pasti iya, tidak salah. Senyum Lana lantas berubah lebar. Ia ingin aku memakluminya. Sementara aku?

"Jangan marah ya, aku harus tuntaskan ini. Aku butuh kamu di sampingku. Kamu nggak perlu ngapa-ngapain. Temani aku saja" ujar Lana lagi memohon.

Sepertinya memang benar, pesona lelaki itu tak bisa lepas dari Lana. Lana benar-benar mampu dibuat sakit setengah gila olehnya. Meski sebal, dalam hatiku ada kesalutan terhadap cinta yang selalu diperjuangkannya itu.

Lana mengamit lenganku, meminta jawaban. Aku memang teman yang baik. Tak ada ajakannya yang kutolak atau bahkan permintaannya yang kudiamkan. Semua kuturuti dan kujawab dengan sebuah anggukan.

"Makasih teman terbaikku" teriak Lana girang lalu menarik ke dua pipiku yang tak gembil.

Lana... oh Lana

Semoga kau berhasil dengan cintamu



Published with Blogger-droid v2.0.4

Kamis, 25 Juli 2013

mencintaimu itu...

Mencintaimu itu sungguh jauh, tak terjamah dalam rasa, hanya mampu memandang dalam layar.


Mencintaimu itu sungguh mbulet, tak ada simpul ikatan dan hanya melingkar-lingkar tanpa tujuan.


Mencintaimu itu sungguh lama, tak kunjung-kunjung datang hingga rasa menanti telah pergi.


Mencintaimu itu sungguh kacau, hanya kamu di setiap sudut bayang-bayang, buat diri terbebani.


Published with Blogger-droid v2.0.4

Menulis buku harian

Ini tentang menulis. Iya menulis! Bukan sekadar mengetik di depan netbook atau laptop atau sejenisnya. Menulis di sini diartikan sebagai penggunaan alat tulis berupa pulpen/pensil dengan buku/kertas. Pengerjaannya dilakukan menggunakan tangan. Bebas mau tangan kiri ataupun tangan kanan.

Masihkah dari kalian semua melakukan hal demikian? Pertanyaan ini tentu bisa dijawab dengan mudahnya bukan? Jika pertanyaan ini sampai pada diri saya... dengan mudah saya akan menjawab "Ya!"

Sampai saat ini total buku harian yang masih saya jaga dan tersimpan dengan baik berjumlah empat buah. Masing-masing buku harian tersebut merupakan cerminan saya dari tahun ke tahun. Buku harian pertama saya tulis saat duduk di bangku SMA. Lalu berlanjut hingga kuliah hingga pada akhirnya sampai sekarang ini saat saya sudah bekerja (bekerja sendiri). Buku dan pulpen itu masih setia menjadi teman pelampiasan saya baik dalam duka maupun suka. Lalu pada masanya buku tersebut akan diapakan? Tidak hanya sekadar dikoleksi saja kok. Tapi saya punya sekali niatan untuk memberikan buku tersebut kepada generasi penerus saya kelak. Di buku itu banyak sekali kalimat-kalimat motivasi yang saya buat dan saya karang sendiri. Meski sebagian besar banyak curhatan nggak jelas. Hahaha...

Percayalah... di saat suntuk membaca buku harian beberapa tahun silam itu mampu membuat saya tertawa dan senyam senyum sendiri. Hal itu seperti napak tilas. Seolah saya membaca kehidupan orang lain. Sampai terkadang ada lontaran kata yang keluar dari mulut saya ketika habis membaca buku harian beberapa tahun yang lalu.

"Dulu gue alay banget"
"Masa sih gue kaya gini"
"Ya ampun ini beneran gue bukan sih"

Wakakakak.... saya sendiri saja bisa tertawa dan geleng-geleng sendiri baca tulisan tangan tentang keseharian beberapa tahun silam. Lalu bagaimana dengan generasi penerus saya? Ah sudahlah... saya yakin generasi penerus saya akan bangga terhadap saya *Pede abis* lalu kalau bukan mereka yang bangga terhadap saya siapa lagi? hihihiiihih

Menulis di buku harian itu seperti mengekalkan keseharian dalam tulisan. Rasanya akan berbeda dengan ngeblog seperti ini. Kalau diistilahkan dengan makanan sih "ada cita rasa tersendiri" dan itu bikin kangen. Auw... auw... *mulai alay*

Saya pernah belajar tentang hal terkait naskah. Leluhur kita dulu banyak sekali loh yang menuliskan kisah atau cerita di selembar daun atau kertas yang akhirnya menjadi naskah sekarang-sekarang ini. Saya pun ingin berlaku demikian. Toh tidak ada salanya memiliki mimpi seperti itu. Dan salah satu mewujudkan mimpi aneh  saya ya dengan cara menuliskannya serta terus menjaganya. Toh tulisan itu otentik sekali milik saya dan tak akan ada yang bisa menirunya. #yeay
Mari terus membudayakan menulis... dengan media apapun tentunya.
Saya pilih dua tempat... yakni lewat buku harian dan blog pribadi saya. Kenapa? Saya ingin membagi kepada khalayak ramai apa yang ingin saya bagi. Kalau tidak suka ya tinggal tolak saja sedangkan untuk menulis di ranah yang lebih intim dan pribadi... buku harian masih menjadi andalan sebagai pengejawantahan cinta terhadap generasi penerus saya kelak. ceileee...

buku harian dan pulpen kesayangan






Mimpi Buruk atau bukan?

Semua orang tentunya pernah mengalami hal demikian. Mimpi buruk terkadang hadir ke dalam ranah alam bawah sadar kita yang sebelumnya menonton film yang dapat dikategorikan "seram", lupa membaca doa sebelum tidur, atau banyak hal lainnya. Kali ini saya tidak akan menceritakan asal muasal proses terjadinya mimpi buruk. Tapi, saya akan menceritakan mimpi buruk yang saya alami semalam. Beruntungnya orang-orang yang bermimpi buruk dan ketika terbangun lupa akan mimpinya. Sementara saya tidak! Dengan jelas saya masih bisa mengingat-ingat adegan per adegan yang terjadi dalam mimpi saya.

Tadi malam entah kenapa saya tidak bisa tidur dengan pulas seperti biasanya. Entahlah... rasa lapar dalam perut bisa berakibat fatal terhadap kenyamanan jelang tidur. Padahal sebelumnya saya sudah berbuka dengan sepiring ayam, segelas teh panas, segelas es kelapa muda, dan sebuah roti cokelat. Waw... saya makan banyak juga. Namun di tengah pukul 23.30 saya kembali merasakan lapar. Alhasil tukang bakso yang jualan di depan kosan langsung menjadi sasaran saya. Saya beli semangkok namun ternyata tidak mampu saya habiskan.

Setelah merasakan perut yang kenyang, saya malah susah tidur. Alhasil setelah membaca Quran sebagai pengisi waktu, saya tak juga mengantuk. Mulailah saya menyetel televisi melihat berita di Metro TV. Alhamdulillah ada berita. Jadilah saya menonton berita hingga pukul 01.00. Dari sekian berita yang dihadirkan saya begitu terpesona dengan berita sebuah bandara baru di Medan yang bernama "Bandara Kuala Namu" mengantikan Bandara Polonia. Melihat kemegahan bandara kelas internasional tersebut membuat saya mabuk kepayang dan berandai-andai berada di sana.

Selesai menonton berita, saya mengantuk dengan teramat sangat. Beralihlah saya ke ruang depan, tempat kasur kuning biru saya berada. Seperti biasa, saya berdoa lalu tidur menghadap sebelah kanan. (Seperti yang diajarkan Rasulullah). Dan dalam tidur saya bermimpi.


Saya melakukan perjalanan menuju Bandara Kuala Namu" saya benar-benar merasakan berada di sana meskipun hanya seorang diri. Saya lihat kemegahan yang teramat sangat. Bahkan hingga detail atap yang digunakan dengan nuansa warna putih bersih dengan banyak lampu. Ekskalator yang cantik serta beberapa ruangan megah. Sayangnya, setelah saya sampai saya tidak diiznkan untuk pulang (Ke Jakarta) karena saya belum beli tiket. Anehnya saya ke sana tidak membawa apa-apa bahkan uang speser pun. Panik... saya meminta bantuan wartawan yang sedang melakukan peliputan terhadap kinerja Bandara Kuala Namu di hari pertama. 

Wartawan tersebut berbaik hati mengajak saya untuk bergabung dalam rombongannya kembali ke Jakarta dengan menggunakan Bus. Mereka tidak pulang dengan pesawat karena harus mencari berita di sekitar daerah situ. Tak menolak saya pun mengikuti mereka. Tahukah kalian apa yang terjadi? Setelah ke luar dari lingkungan Bandara Kuala Namu saya melihat perkampungan yang sedang bersitegang. Seperti terjadi sedikit kerusuhan. Kejadian itu terjadi di saat langit gelap alias malam hari. Beberapa orang membawa obor dengan api yang menggeliat. Mereka terdiri dari dua kubu. Sementara mobil kami harus melewati daerah tersebut.

Di dalam mobil, saya terus berdoa untuk meminta keselamatan. Mobil tetap melaju sementara wartawan tadi langsung memulai live liputan di dalam mobil. Mobil bergerak maju menerobos pertikaian tersebut. Dan tahukah apa yang terjadi? Orang-orang yang bertikai justru mengejar mobil yang saya naiki. Mobil terus berjalan cepat sampai akhirnya ada satu orang, entahlah itu orang apa makhluk lain (tampangnya berbeda dari manusia) makhluk itu memiliki cula di kepalanya. Ia menerkam mobil dari arah depan. Karena panik, sang supir terus menggas dengan sekuat tenaga.

Alhasil makhluk tersebut berteriak-teriak karena tertabrak dan terus terbawa oleh lajunya mobil. Saya berteriak hebat sambil membaca berbagai surat yang saya hapal termasuk ayat kursi. Tahu-tahu makhluk tersebut hilang. Saya segera terbangun dengan kaget dan dengan napas yang tesengal-sengal. Saya lihat jam di ponsel ternyata sudah menunjukkan waktu 04.15. Saya bergegas mencuci muka dan berwudu lalu melaksanakan makan sahur. 

Masih kaget dengan mimpi tersebut saya menyetel televisi. Namun semua program yang saya tonton tidak ada satu pun yang mampu menarik hati. Saya pun bergegas mematikan tv. Selesai santap sahur saya sengaja menunggu azan sembari browsing via ponsel. Tak lama azan berkumandang saya segera salat dan membaca Quran. Entahlah setelah itu saya mulai mengantuk lagi. Saya pun memutuskan untuk tidur lagi sejenak karena memang saya merasa waktu tidur saya kurang. Seperti biasa saya berdoa dan tidur menghadap arah kanan.

Dan hal lebih hebat terjadi lagi. Saya merasa badan saya tertarik ke atas. Seperti terbang dan melayang-layang. Saya bisa merasakan bahwa seluruh badan saya ditarik menuju langit-langit kosan. Saya sadar tapi mata saya tak bisa terbuka. Untung saya ingat Tuhan. Saya baca ayat kursi dan memanggil nama Rabb saya berkali-kali. Lidah saya kaku. Tapi hati saya teriak. Dan tahukah kalian apa yang terjadi? badan saya benar-benar jatuh di atas kasur. Saya bangun terduduk dan langsung istigfar dengan mata terpejam tiada henti.  Lalu, saat saya membuka mata lagi saya sedang berada di atas kasur dalam keadaan tertidur. Padahal saya merasa tadi saya sudah duduk. Bergegas saya istigfar lagi dan mencoba mengatur napas. Saya tapaki lantai kosan dan terasa. Saya merasa benar-benar sudah sadar. Alhamdulillah. Segala puji bagi Allah yang telah menghidupkan setelah mematikan saya.

Masih tak bisa membedakan apakah tadi semua itu mimpi atau bukan. Tapi saya merasa nyata. Apakah dalam mimpi saya bermimpi lagi? Entahlah. Hari ini komplit sekali. Meski di kosan sendiri tapi setidaknya saya masih merasa terlindungi. Saya tidak takut. Tapi, memang sejak kejadian malam dan pagi tadi saya merasa aneh dengan ruangan kamar saya. Maka saat salat dhua tadi saya berbicara sendiri dan berdialog sendiri seolah-olah memang ada makhluk lain dalam kosan saya. Saya bilang bahwa saya tidak punya niat sedikitpun untuk mengganggu. Jadi saya minta untuk tidak mengganggu saya!

Pagi ini ada kisah. 
Terima kasih sudah mau membaca. Semoga Tuhan senantiasa melindungi kita semua. Aamiin

Rabu, 24 Juli 2013

Malam ini mendapat kabar yang cukup membuat hati berdebar pilu tak karuan. Entah apa rasanya jadi dirinya, mendadak mendapat kabar keberpulangan seorang ayahanda dari sahabat IKSI 2007 tercinta, Nila.


Semoga Allah senantiasa menguatkanmu dan keluargamu Nila, aamiin.


Semoga amal ibadah ayahandamu diterima di sisi Allah Sang Segala Maha. Aamiin


Hidup itu seolah berjalan menuju kematian. Di satu hari ada yang lahir & meninggal.


Hidup itu haruslah mempersiapkan bekal terbaik yang memang sudah seharusnya kita persiapkan. Toh, hanya amal yang mampu menyelamatkan.


Semoga kita senantiasa dalam naungan dan lindungan Allah, aamiin, aamiin, aamiin  Ya Rabbal alaamiin :)


Published with Blogger-droid v2.0.4

Cinta untuk kamu :D

Akhirnya sampai juga di hari ini. Turut berduka cita atas kesempatan hidupmu yang berkurang kawan. Semoga segala cita... cinta yang kau impikan segera terwujud nyata. Aamiin.

Ingin rasanya kembali ke masa itu. Ketika sebuah pesan masuk yang menerormu habis-habisan. Membuatmu menangis sementara di sisi lain aku tertawa girang. Maafkan atas kejadian tidak enak yang masih membekas di jiwa. Bukankah itu sebagai pelengkap kisah dalam persahabatan kita? Auw..auw... 

Inai :D


Petuah-petuah tentang cinta dan cita... yang senantiasa kita lontarkan pada masanya kita habisi dengan tertawa. Lagi-lagi hanya doa yang bisa membersamai diri di hari ini dan seterusnya. Semoga kita senantiasa di jalanNya. Meski untuk mencari secercah atau sebutir cahaya yang masih remang-remang tak terlihat kita harus berdiri... jongkok... tengkurap... telentang.... 

Dan kedua kaki ini masih menjejak tanah di bumi nan indah. Sementara hati ini melangit tinggi di angkasa raya. Melihat pelangi indah berwarna-warni. Hey... bukankah kita pernah lihat pelangi bersama? di sebuah tangga menuju stasiun sudirman? Ah... iya. romantis bukan? Hanya kita berdua. Etjieeeeee *Efek sendiri*  

Sekali lagi selamat hari kelahiran. Berkah disisa umurmu kawan. Jangan lagi kita ratapi kesedihan. Justru kita harus menggulingkannya dengan semangat membara dan empat lima serta menyatakan... bahwa kebahagiaan itu masih ada dalam diri... hati... dan pikiran kita. :*

 
tertanda: yang baru saja melahirkan kisah  "MENYATAKAN ITU"

Menyatakan itu...

Just say it!
"Menyatakan sesuatu itu risikonya cuma dua: Diterima atau Ditolak" Ujar Lana lalu menyeruput habis segelas es teh manis yang semenjak tadi berdiam diri di hadapannya.

"Iya... itu kalau menyatakan pendapat. Malah bisa juga ada satu tambahan jawaban" Jelasku memandangnya penuh arti.

"Apa?" Lana antusias menatapku dengan bola mata yang penuh.

"Didiamkan..." Jelasku tegas

"Didiamkan itu bisa masuk kategori ditolaklah... eh tapi ada sebagian yang bilang kalau diam itu berarti iya. Alias diterima. Betul nggak?" Lana mulai berulah pendapat. Aku hanya bisa menjawab dengan desahan perlahan.

"Kamu yakin sama apa yang akan kamu lakukan? Kok aku ngelihat kamu jadi miris gini ya. Kamu Lana bukan sih? Kamu kenapa jadi obsesi kaya gini sih? Mana Lana yang diam dan selalu menunggu hasil daripada mempertanyakannya?" Aku mulai terpancing emosi oleh sahabat terbaik ini. Dia sekarang berbeda dengan yang dulu. Oke... manusia pasti berubah. Tapi kenapa berubahnya jadi begini.

"Lana yang sekarang beda sama Lana yang kuliah enam tahun lalu Sayang. Lana yang sekarang sudah jengah menunggu. Satu-satunya cara agar tak senantiasa digantung oleh perasaan seperti ini ya itu tadi menyatakannya. Lagian tidak ada yang salah dengan hal itu. Biar lega! Toh undang-undang juga mendukung di pasal 28 untuk kebebasan berpendapat. Termasuk berpendapat tentang cinta" Ujar Lana lalu membolak-balikkan menu makanan. Sepertinya dua gelas minuman tak juga membuat kerongkongannya basah. 

Lana memesan minuman lagi. Aku menolak tawarannya karena cokelat panasku masih tersisa setengah gelas meski sudah dingin.

"Terus... kapan kamu mau lakukan itu?" Tanyaku penuh selidik.

"Saat ini juga. Di depan kamu!" Jelas Lana bergegas mengeluarkan ponsel mungilnya yang berwarna oranye dan memijat-mijat tombol. Dengan tangkas aku mengambilnya. "Hey... kembalikan. Aku lagi serius!" Ucap Lana mendengus kesal ke arahku karena ponselnya kini berada di tanganku.

"Lan... aku takut. Kamu kenapa sih?"

"Aku nggak mau digantung perasaan. Biar jelas! biar aku juga nggak banyak berharap! Lagi pula aku takut dosa memendam cinta terlalu lama dan berharap dia mau membalas cintaku. Kalau sudah terjawab kan jelas jadinya kaya apa nantinya" Jelas Lana dengan emosi yang terasa di hati. Tangannya mengadah meminta ponselnya untuk segera dikembalikan.

"Tapi kamu kan..." Belum sempat aku meneruskan kata-kataku dia sudah memotongnya.

"Apa? Perempuan? Pamali? Ah sudahlah... ini demi masa depanku sendiri. Aku sudah siap terima risiko apa pun! Toh kalau lewat telpon hanya aku dan dia yang tahu. Oh Tuhan juga tahu. Kamu juga tahu. Aku butuh kepastian!" Ujar Lana meyakinkanku. 

Sejenak aku berpikir ada benarnya juga apa yang dikatakan Lana. Aku tak bermaksud membelanya. Hanya saja aku tahu rasanya meski sedikit. 

"Ayolah... aku hanya butuh dukunganmu. Kamu nggak usah ngapa-ngapain. Cukup disampingku saja. Dengarkan aku menyatakan padanya. Kalau diterima kamu akan kuajak bersorak di sampingku. Kalaupun ditolak kamu bisa menjadi sandaranku. Tapi sih aku nggak yakin akan menangis jika ditolak." Jelas Lana mulai berulah pendapat lagi.

"Kamu itu aneh... bertemu dengannya belum pernah. Kenal juga lewat dunia maya. Lalu kamu mau bilang kamu suka? Bahkan niat melamar jadi istrinya. Kamu gila Lana!" jelasku pada akhirnya.

"Justru aku nggak ingin jadi gila! Meski belum pernah ketemu aku beneran suka dia. Toh aku juga cari tahu latar belakang hidupnya. Lengkap sudah kok. Entahlah aku rasa Tuhan sayang sekali sama dia. Aku rasakan pancarannya di sini" Ujar Lana sambil menunjuk ke arah hatinya. "Kami berinteraksi lewat dunia maya juga sudah lama. Meski semua datar-datar saja entah kenapa aku ngerasa dia begitu spesial. Ah tahulah... aku suka... gimana dong? Aku juga nggak pacaran kan kamu tahu sendiri. Satu-satunya cara ya itu tadi... menyatakan dan bahkan mengukapkan keinginan jadi istri. Kalau ditolak ya risiko ditelen sendiri!" Ujar Lana panjang lebar. Aku menyerah dan segera kukembalikan ponsel miliknya.

Kuakui kehebatan Lana. Ia memang seorang yang ambisius tapi untuk cita-citanya. Baru kali ini dia seambisius bahkan seobsesi itu terhadap perasaan yang dibangunnya sendiri. Entahlah dalam hati aku hanya bisa mendoakan yang terbaik. Apapun hasilnya aku setia berada di sampingnya.

Kulihat Lana tengah menekan tombol call. Matanya menatapku penuh. Aku di depannya hanya mampu berdoa dan memandangnya dengan serius.

"Halo... Assalamualaikum. Apa kabar? Sorry malam-malam ganggu. Aku cuma mau menyampaikan sesuatu. Ini penting buat aku. Aku suka sama kamu. Aku mau jadi istri kamu..." jelas Lana lancar tanpa terbata sedikitpun. Mendadak diriku yang keringat dingin. Lana terdiam... sepertinya lawan bicaranya mengatakan sesuatu. Aku tak bisa mendengarnya. Perlahan Lana mengamit lenganku. Kurasakan tangannya gemetar dan dingin. Lalu ia tertunduk. Lama...


lama sekali....
Hasilnya? Hanya Lana... Laki-laki itu... dan Tuhan yang tahu.

Selasa, 23 Juli 2013

Kutuliskan ini setelah mereguk nikmatnya air putih. Alhamdulillah waktu berbuka telah tiba. Apa buka kamu hari ini?


Dengan segelas air putih dan dua buah lontong isi oncom aku merasakan nikmatnya berbuka tiada dua. Bukankah Allah pemberi nikmat yang pasti, dan aku bersyukur bisa begitu menikmatinya (bahkan kuah kacangnya sampai bersih tak tersisa)


Aku beli lontong isi oncom di pinggir jalan saat sore tadi. Seorang ibu berjalan tergopoh-gopoh membawa dua tentengan ukuran besar dan sebuah nampan bundar. Masha Allah, kuatnya sang ibu. Ketika kutanya ini cara dia untuk ngabuburit (jualan pecel dan lontong)


Well, Semoga kita semua senantiasa mensyukuri segala sesuatu yang telah diberi. Aamiin, termasuk untuk ibu tadi yang terlihat begitu menikmati menjual dagangannya. Aamiin :)


Published with Blogger-droid v2.0.4

Petualangan dapatkan Doraemon :)))

Kenal atau ingat dengan dua tokoh kartun di bawah ini? Pastinyalah ya! Harus! Wajib! Kudu tahu siapa mereka. Secara merekalah yang menjadi tonggak utama dalam sejarah perkartunan yang di siarkan di Indonesia. Yup tak salah lagi "Doraemon". Dalam gambar di bawah terlihat Doraemon bersanding dengan adiknya Dorami yang berwarna kuning cerah. 

Doraemon & Dorami

Film kartun Doraemon yang semenjak dulu hingga sekarang masih tersedia untuk tampil dan nampang dilayar kaca RCTI ini memang menjadi teman setia anak-anak (Zaman dulu "angkatan 90an- Zaman sekarang). Serial kartun ini begitu menjejak di hati para pemirsa teruatama anak-anak sampai dia jadi dewasa (seperti saya sekarang ini). Etjieee udah dikategorikan dewasa

Dulu setiap anak pasti berandai-andai ingin memiliki sahabat setia yang senantiasa membantu dan menolong seperti Doraemon. Pasti pada iri dengan Nobita karena selalu saja mendapat bantuan dan kadang ajakan untuk melihat barang-barang ajaib yang ke luar dari kantong ajaib yang menempel pada perut Doraemon.

Serial kartun Doraemon juga tak berubah jam tayangnya. Seperti punya pakem tersendiri meski beberapa pengisi suaranya sudah banyak yang diganti namun serial ini tetap saja diminati. Bicara soal Doraemon mengingatkan saya terhadap kejadian yang menimpa saya beberapa bulan yang lalu. Apa itu?

Hahahaha seperti bocah... saya mengumpulkan stiker dari alfamart dengan harapan dapat mengkoleksi puzzel Doraemon seperti yang saya tampilkan pada gambar di atas. Saya rela belanja di alfamart dengan minimal belanja Rp25.0000 demi untuk mendapatkan stempel berlaku kelipatannya. Dan tahukah kalian saya mampu mengumpulkan berapa stempel? Hahahahah saya dapat 30 Stampel. Syarat penukaran untuk mendapat sebuah puzzel yakni dengan mengumpulkan 20 stempel (tukar gratis) atau 10 stampel+Rp20.000. Berhubung saya tidak mau rugi 30 stempel itu saya pecah menjadi tiga bagian demi mendapatkan tiga buah puzzel asli dari Jepang (katanya).

Yup! saya rogoh kocek lagi Rp60.000 untuk mendapatkan ketiganya. (Lho itu digambar kok cuma ada dua? Satunya Suneo sudah diminta oleh adik saya yang ikut merakit puzzel tersebut). Tahukah kalian mendapatkan puzzel Doreaemon itu untung-untungan karena tida bisa milih (kotak kardusnya tidak menunjukkan di dalamnya puzzel apa) Alhamdulillahnya dapet si Doraemon. Hihihihi

Sempat saya googling.. ternyata bukan saya saja yang mengumpulkan stampel tersebut. Malah sudah ada yang banyak mengumpulkan stampnya (lebih banyak dari saya otomatis belanja lebih besar) namun tak juga mendapatkan puzzel Doraemon. Malah kebanyakan yang mereka dapatkan puzzel si Giant atau adiknya (lupa nama adiknya giant siapa) hahahaha

Meski bukan kolektor Doraemon tapi cukup senanglah bisa mendapat puzzel tersebut dan tentu tidak untuk dimainkan sendiri. Toh puzzel itu akhirnya dibagi-bagi :D



Senin, 22 Juli 2013

Puisi Anak(ku) :D

sakit
Bunda aku Flu

Bunda...
aku Flu
kepalaku berat
badanku tak enak
aku tak bisa sekolah
tak bisa bermain
dan tak bisa membantu bunda memasak
tapi terima kasih bunda
sudah merawat dan menemaniku
Semoga aku lekas sembuh
agar bisa melihat bunda tersenyum lagi
dan tak khawatir lagi





sepeda biru
Sepeda biruku

Sepedaku biruku baru
dibelikan ayah pada hari minggu
kata ayah itu hadiah untukku
karena selalu
mendapat peringkat satu







susu cokelat
Suka Hujan

Aku suka hujan
Di mana pun ia turun
Ia menghadirkan gemericik yang riang
menghadirkan pelangi yang rupawan
menghadirkan katak yang bersahutan
juga menghadirkan segelas susu buatan ibu
sekali lagi
Aku suka hujan









bersahabat
Dia tetap temanku

meskipun ia tak punya kaki lengkap sepertiku
ia tetap temanku
meskipun ia tak punya mata lengkap sepertiku
ia tetap temanku
meskipun ia tak bisa berbicara lancar sepertiku
ia tetap temanku

Minggu, 21 Juli 2013

Sepenggal kisah Supir Bajaj

bajaj
Sore itu di sebuah  restoran tempat makan sederhana yang berada di pinggir jalan saya memesan steak nasi padang dengan lauk ayam bakar komplit dengan aneka kuah serta tambahan lalapan daun singkong muda yang menggiurkan. Sehabis memesan saya mencari bangku. Ada satu bangku di pojokan yang tersisa buat saya. Sepertinya Tuhan tahu dan sengaja mempersiapakan diri ini untuk duduk di bangku itu.

Sambil menyeka keringat yang mengucur deras pada dahi dan leher menggunakan handuk kecil yang sudah tidak layak dikatakan berwarna putih... saya menghembuskan napas perlahan. Napas itu seolah mampu mengganti seluruh lelah saya yang semenjak pagi hingga malam ini tak pernah berhenti menarik penumpang melalui kendaraan termahal yang sampai saat ini saya miliki "bajaj" demi mencari sesuap nasi serta mengais-ngais rezeki di bumi milik Allah ini.

Tak berapa lama makanan saya datang. Meski tiap hari saya hanya mampu mengumpulkan Rp100.000-Rp150.000 saya tetap bersyukur karena masih bisa menyantap makanan enak dan lezat meski sederhana dan di tempat seperti ini. Bagi saya tempat ini sudah cukup mewah. Banyak orang yang berseragam kantor pun makan di tempat seperti ini. Saya merasa lebih baik dan mengistimewakan diri ketika makan di tempat ini. Meski kadang teman-teman lain selalu melempar iri dan rasa dengki dengan mengatakan saya sombong dan belagu karena terkadang makan di tempat ini... padahal tidak selalu. 

Suatu ketika seorang teman pernah bertanya kepada saya kenapa lebih makan di tempat makan seperti ini ketimbang di warteg. Dengan enteng saya menjawab bahwa saya ingin membahagiakan dan mengistimewakan diri saya sendiri. Setelah lelah menarik bajaj tentu ada sesuatu yang ingin terbayarkan melalui hasil kerja keringat saya hari ini. Salah satunya memberikan keistimewaan untuk pencernaan saya agar senantiasa kuat dan bersemangat hingga dapat menghasilkan energi hebat agar saya tetap kuat mengais rezeki. Toh tak ada yang salah dengan apa yang saya lakukan. Saya juga tak merugikan orang lain.

Saya memang bukan seperti supir bajaj kebanyakan yang senang menghabiskan makan di warteg pinggir jalan dan menghabiskan waktu dengan obrolan yang mengeluhkan. Sesekali saya pernah ikut makan bersama teman-teman supir lainnya namun apa daya. Bukannya energi positif yang bisa membuat saya semangat berkerja yang saya dapatkan justru ungkapan kalimat-kalimat keluhan dan penyesalan kenapa terlahir dalam kondisi demikian. Daripada badan saya yang sudah lelah tertiban dengan pikiran-pikiran yang membuat saya jauh dari rasa syukur lebih baik saya mengasingkan diri dan menghindar. Mencari suasana yang lebih baik lagi. Toh hal itu akan berdampak pada diri sendiri. Bukankah lingkungan mempengaruhi diri lebih besar?

Meski harga makanan di tempat ini terpaut sekitar Rp15.000 dibanding di warteg... saya lebih rela. Toh di tempat ini saya bisa makan dengan damai. meresapi setiap rempah dan bumbu yang berlimpah di sepiring nasi saya. Sambil bersyukur karena masih diberi kesempatan untuk menikmati makanan yang tak lain dan tak bukan adalah rizki dari Rabbi.

Lebih dari itu semua ada beberapa hal yang banyak saya dapatkan di tempat ini. Saya bisa mendengar orang-orang yang berseragam kantoran saling membicarakan tentang mimpi dan harapan mereka. Membuat saya juga berani bermimpi meski saya hanya seorang supir bajaj. Terkadang mereka juga membahas tentang buku-buku bacaan yang memang tak pernah terjamah oleh saya.

Saya memang senang mencuri dengar setiap obrolan atau kalimat-kalimat yang keluar dari mulut-mulut pekerja kantoran yang berpendidikan seperti mereka. Karena terkadang apa yang mereka obrolkan mempu menambah pengetahuan dan wawasan saya. Beberapa di antara mereka yang saya tahu senang sekali berkata-kata seperti orang yang membaca puisi. Mereka masih muda dan penuh energi. Pancaran semangat mereka kadang mengenai diri saya.

"Sob... udah pernah denger syair Imam Syafii'i belum?" Salah seorang dari mereka yang memang sering berkata-kata mulai memancing tanya kepada tiga rekannya. Seketika kuping saya terpasang lebar dan besar. Saya tidak ingin melewatkan satu kata pun dari mulutnya.

"Denger ya Sob... ini bagus banget" Ujarnya lagi dan saya mengentikan makan saya sejenak.

"Pergilah dengan penuh keyakinan! Niscaya akan engkau temukan pengganti semua yang engkau tinggalkan.


Bekerja keraslah karena hidup akan terasa nikmat setelah bekerja.

Singa hutan dapat
 menerkam mangsanya setelah ia tinggalkan sarangnya.

Anak panah tak akan mengenai sasarannya, jika tak beranjak dari busurnya.

Andaikan mentari berhenti selamanya di tengah langit, niscaya umat dari ujung barat sampai timur tentu akan bosan.

Emas bagaikan debu sebelum ditimbang menjadi emas.

Pohon cendana jika pada tempatnya tak ubahnya pohon2 untuk kayu bakar." Selesai ia membacakan syair itu seketika teman-temannya bertepuk tangan. Sementara saya ikut bertepuk tangan meski dilakukan di dalam hati saja.

Saya tidak pernah mendengar syair seindah itu. Saya paham sekali maksud dan tujuan dari syair itu meski saya bukanlah orang yang berpendidikan. Semangat bekerja saya tumbuh. Lebih parah malah mengakar lebih kuat dan hebat. Dengan semangat 45 segera saya habiskan makanan yang ada di hadapan saya. Setelah selesai segera saya membayar dan entah kenapa saya berani berpamitan pada sekumpulan pemuda kantoran tadi.

"Mas terima kasih, ya." Ucap saya disertai senyuman terbaik yang saya punya. Meski mereka merasa aneh tapi hati saya tetaplah merasa tenang dan senang. Bergegas saya menyalakan mesin bajaj saya dan siap bertualang mengais rezeki di malam ini.

Tangerang
Untuk supir Bajaj, supir kehidupan keluarga

Kamis, 18 Juli 2013

Selamat (Wisuda)

Dulu... di tempat ini hampir dua tahun yang lalu. 


Aku begitu lugu dan terendam dalam eforia kesenangan semu yang membuat hati tertawa tak kenal waktu. Padahal yang dihadapi adalah kehidupan baru dalam menapak tingkat selanjutnya. Mungkin lebih enak jika disebut sebagai naik kelas.

Aku mengenakan baju hitam kebesaran dengan dua garis berwarna putih yang berada tepat di lengan kiri. Dandananku sangatlah apik. Tak kutampik demikian karena memang kebaya anggun yang kukenakan di balik jubah kebesaran. Aku bersama ke dua temanku sudah tak sabar menyanyikan lagu kebesaran yang senantiasa dikumandangkan di tiap hari pelepasan dan kedatangan. Yap! Wisuda. Melepaskan mahasiswa yang sudah merasa cukup beroleh ilmu dengan puncak skripsi sebagai jejak tertinggi sekaligus mengucapkan selamat datang pada adik-adik berseragam putih abu-abu yang begitu bersnar dengan jaket kuning keemasan yang menyala.

Semua tampak luar biasa terlebih gegap gempita begitu terdengar membahana dan ke mana-mana. Padahal sebelunya (beberapa bulan sebelumnya) wajah-wajah kami lungset seperti tak pernah disetrika atau bahkan diberi pewangi yang menarik indra penciuman semata. Yap! Skripsi menjadi bagian yang sempat berpotensi membuat orang kalang kabut kelabakan meski terdengar berlebihan. Tapi percayalah hal tersebut toh sempat membuat hati kami deg-degan. Terlebih saat detik-detik jelang nama-nama kami dipanggil satu-persatu untuk masuk ke sebuah ruangan. Seperti akan diintrogasi padahal semua itu kami yang membuat dan menciptakan sendiri dengan ke dua tangan dan buah pikiran yang entah mungkin matang atau setengah matang.

Begitu memperkenalkan diri dan dipersilakan rasanya dada kaki membuncah hebat. Seluruh otak kami bekerja ekstra. Hati kami diliputi doa. Pendengaran kami meningkat tajam. Mencoba mencerna sekaligus menjawab pertanyaan yang dikemukakan setelah rampung menjabarkan apa yang selama ini kami tulis dan torehkan dalam sebuah kertas hingga berpuluh-puluh halaman.

Semua masih terasa. Lebih tepatnya membekas di hati dan jiwa. Terlebih banyak sanak saudara yang lebih pantas direkatkan sebagai pengganti kata 'sahabat setia'. Ketar ketir ingin tahu hasil hingga pada akhirnya bersorak gembira. Terlebih mendengar nilai A.

Ucapan selamat seketika berhamburan terlampau hebat. Sampai terkadang terlena hingga lupa bahwa ada segudang revisi di depan mata. Jika mengingat itu rasa-rasanya ingin geleng-geleng kepala karena lucu dan mengaharu biru. Padahal itu adalah tahap awal dalam melangkahkan kaki di gerbang kehidupan yang baru ditapaki.

Semua tersamarkan dan terhiburkan oleh adanya acara pelepasan sekaligus penyambutan yang selalu meriah di dalam sebuah gedung yang berkapasitas lebih dari empat ribu manusia. Di dalam ruangan itu para orang tua bersuka cita melihat hasil perjuangan anaknya dalam memperoleh gelar sarjana. Harapan mengantung tinggi pada setiap pundak jiwa-jiwa yang "bebas". Dan mungkin saat itu aku dan keluargaku turut menjadi bagiannya.

Ada kisah menarik setelah prosesi gegap gempita itu berlalu. Semua orang berbaur... berangkulan... mengabadikan berbagai pose dengan wajah suka cita berbahagia. Tidak ada yang salah. Dan semua memang proses. Akupun berlaku demikian dengan keluargaku. 

Jadi teringat sebuah pesan masuk dalam ponsel putih menyatakan seseorang datang dan ingin bertemu sebentar. Waktu itu senang saja mendapat berbagai ucapan baik yang dilampiaskan dengan kata-kata maupun dengan bunga. Sampai akhirnya bertemu adik kelas yang begitu sumringah dan bersemangat menyambut diri ini yang saat itu entah merasakan apa. Lupa!

Semua berlalu... hingga menjadi dua tahun setelahnya yang tak lain adalah saat ini. Semua orang bertoga berhamburan mengabadikan foto bersama keluarga.. sahabat... ataupun sekadar teman sejawat. Dan aku berdiri di sini untuk mengucapkan selamat kepadanya yang dulu menghampiriku dan memberikanku setangkai bunga.

Selamat.

Ketika Emosi diuji



siang ini panas tak begitu bringas. Hanya saja lalu lalang kendaraan tak berhenti bergerak sehingga menciptakan gesekan pada aspal yang membuat suhu dan kepekatan udara meningkat tajam.

Langkah kaki ini segera terhenti di depan kios mungil bercat putih yang sudah semakin memudar. Seorang lelaki paruh baya dengan kaca mata cokelat keemasannya bersandar pada sebuah kursi dan menatap serius pada layar pc di hadapan.

"Pak... Beli pulsa" Ujarku memecah sunyi. Seketika sang Bapak segera berdiri sembari menyerahkan buku tebal ke arahku. Sudah paham dengan apa yang dimaksud buku itu lantas kuterima dan kubuka. Segera saja kutuliskan angka-angka tak berurut yang kuhapal. No ponselku kini tertera di buku itu. 

"25 ribu ya?" Ujarnya memastikan apakah aku benar mengisi sejumlah itu. Aku mengangguk dan segera mempersiapkan uang yang semenjak tadi kupegang berjumlah Rp26.000. 

Sang bapak segera saja memijit-mijit tombol ponselnya. Aku tidak begitu peduli segera saja beranjak pergi karena sudah terbiasa pasti pulsa nanti juga masuk sendiri. Ponselku kutinggal di kosan sehingga aku tidak bisa memastikan apakah pulsaku sudah terisi atau belum. 

Bergegas kakiku berkelok menuju mini market yang tak jauh dari tempatku membeli pulsa. Berbagai bahan makanan kubelikan bermaksud memenuhi kulkas yang menyisakan beberapa jenis makanan saja. Selesai belanja... dengan mantap aku menuju kasir. Total belanja tak sampai Rp60.000 maka kugunakan kartu Mandiriku untuk melakukan pendebitan. Anehnya sang kasir malah menggesekkan kartuku pada mesin yang bertuliskan "BCA". Protes karena tak sesuai sang kasir malah bilang bahwa kartuku adalah BCA. Kujelaskan berkali-kali bahwa kartuku adalah Mandiri dia tak peduli. Segera saja dia menunjukkan di layar bahwa kartuku termasuk dalam wilayah bank BCA. 

Ada emosi di pinggir hati yang tak lagi berminat menanti. Kudiamkan sang kasir melakukan apa yang ingin dia lakukan. Terserah! Dia menyodoriku alat debit agar aku memasukkan pin-pin rahasia. Sudah kumasukan berkali-kali namun hasilnya adalah gagal. Aku tak ingin banyak bicara jadi kudiamkan dia dalam bimbang. Padahal tadi sudah kujelaskan bahwa atmku adalah mandiri. Jelas-jelas tertulis di situ.

Dua kali dicoba dan gagal akhirnya ia mencoba menggesekan kartuku pada sebuah alat yang bertuliskan Mandiri. Sekali gesek dan sekali memasukan no pin hal itu ternyata berhasil. Aku memandangnya datar sungguh tak ada perasaan dendam. Dia tersenyum cengengesan tanpa meminta maaf dan kubalas dengan diam.

Selesai transaksi dia memberiku struk dan mengucapkan terima kasih. Aku tetap terdiam tak beranjak dari hadapannya. Bagaimana mungkin aku tidak mengambil kartuku kembali. Dia malah mengacuhkanku dan mempersilakan konsumen di belakang untuk maju. Aku tetap diam... mencoba sabar dan paham bahwa dia lupa dan alpa. Tapi tetap saja tidak ada respon apa-apa. Sampai akhirnya aku lelah juga kuputuskan untuk mengingatkannya.

"Atm saya mana Mbak?" Ucapku datar tanpa pasang senyuman. Aku masih berusaha menahan. Dia terkaget lalu mencari atmku dan bergegas memberikan. Benar-benar di luar dugaan. Dia diam saja tanpa rasa bersalah padahal sudah berlaku tak berkenan. 

Aku bergegas beranjak ke luar menuju kosaku yang kutinggalkan sebentar. Sampai di kosan kucek ponselku untuk memastikan apakah pulsanya sudah masuk atau masih tertanggal. Dan firasatku benar. Belum ada pemberitahuan bahwa aku baru saja melakukan pengisian pulsa. Segera kembali lagi kaki ini berjalan menuju kios kecil di sebrang. Sang Bapak masih dengan posisi awal: duduk terdiam.

Kuutarakan maksud kedatanganku secara baik-baik. Namun sayang semua tak berterima. Dengan kokoh dia menyatakan bahwa transaksi berhasil dilakukan. Kuserahkan ponselku dan kusuruh dia mengeceknya bahwa tidak ada penambahan dalam jumlah pulsa. Aku bersikeras meminta hakku dan tanggung jawabnya. 

Sang bapak malah menuduhku menggunakan berbagai paket yang memungkinkan pulsaku langsung tersedot. Bagaimana mungkin? nomor yang kuisikan pulsa adalah nomor baru yang belum sempat aku apa-apakan. Kujelaskan padanya agar paham namun hasilnya kami sama-sama terdiam. Aku tak bermaksud menyalahkan hanya saja yang kubutuhkan ini semua selesai.

Kau tahu? Emosiku tergantung pada langit-langit suara. Suaraku padam dan parau. Kuusahakan tetap demikian. Dan aku memutuskan kembali ke kosan dengan segala emosi yang tertahan. Sebelumnya kukatakan kepada sang bapak bahwa nanti sore jika tak ada pemberitahuan apapun kaki ini akan kembali lagi. Meminta hakku yang belum kuterima.

Ini semua bukan sekadar meminta hak namun juga membenarkan porsi diri dan ahlak. Kita lihat sampai seberapa kuat?

Selasa, 16 Juli 2013

Malam berbahagia

Selamat mengulang hari kelahiran untuk sahabat, saudara, sekaligus lawan bicara. 28 tahun sudah menjejak di dunia. Banyak hal yang sudah diukir meski banyak hal pula yang belum sempat kau raih. Membersamaimu dalam setiap doa adalah salah satu cara untuk menggapai mimpimu jadi nyata.
mbak lili: Posisi paling atas

Dear mbak lili, semoga hajatmu diijabah Allah, di waktu terbaik, dalam kondisi yang baik. Aamiin.

Hari ini beberapa relawan menara kumpul bersama di daerah Bintaro tepatnya di Menteng Park. Sebelumnya kami beriringan menggunakan transportasi roda dua untuk membagi-bagikan makanan kepada orang-orang pinggir jalan yang dirasa membutuhkan.

Hal tersebut dilakukan dalam rangka memperingati hari jadi Sahabat Lili tercinta. Alhamdulillah acara sederhana dan ala kadarnya berjalan penuh khidmat dan erat.

Meski sederhana namun acara itu mampu mengena karena berhasil membuat kami tertawa riang gembira  dengan penuh rasa syukur lewat berkumpul.

Selain berbagi dan berbuka, kami juga berdoa dan beribadah bersama. Dan pada masanya, bahagia itu sederhana saja.

Meski makan di suasana gelap kurang terang namun kebersamaan itu senantiasa bersahaja. Memayungi kami dengan tawa atau sekadar kisah bahagia.

Terima kasih untuk Mbak lili, puspo, april, mbak ike, Pak Wani, dinov, syifa, wilda, selvi, dan dea untuk hari ini.

Semoga Ramadan ini kita dihujani berkah yang berlimpah ruah. Aamiin.

*yang lain*

Untuk kamu...
Hei kamu...

Terima kasih untuk tawaran itu, InshaAllah aku usahakan datang. Semoga hati kita tak akan terlelap dalam lautan nikmat yang meluap, senantiasa mengingat menyebut asmaNya hingga akhir hayat. Aamiin


@reisadara

Published with Blogger-droid v2.0.4