Kamis, 30 Januari 2014

Untukku Saja 31

Menyatakan rasa

Dari pada kupendam lebih baik kunyatakan
Jadi, tak akan ada dusta di antara (rasa) kita!

Bila butuh alasan untuk rasa suka, aku lebih baik diam dan tak menyatakan

Sungguh hanya ingin, tak ada maksud lain. Jika tak berkenan, biarlah itu menjadi urusanmu saja.

Memekik Senja

Kata Ayah, senja itu angin bernyanyi sedih.

Aku terdiam lama dalam hening untuk sekadar mendengar isaknya.
Namun tak juga kudengar, meski aku telingaku terpasang lebar.

Entahlah, mungkin ia ragu padaku. Atau mungkin malu.

Lalu aku memekiknya, dengan lantang dan menantang.
Lalu kesedihan itu terasa juga lewat nyanyian yang dilantunkan secara perlahan.

-Siapa saja yang merasa dan berjiwa-

Dia pulang

Sudah setengah jam aku menunggunya. Namun yang kutunggu sepertinya masih tenggelam dari kabar. Sabar, lagi-lagi hanya itu senjata andalan. Semoga saja dia masih setia bersemayam dalam jiwa dan raga yang penuh dengan cucuran keringat dan pekat dalam rasa.

Dua jam lebih penantianku berlalu. Tujuh permen karet dalam kunyahan sudah enggan bertalu. Segala bentuk komunikasi sudah kukerahkan. Namun sia-sia agaknya yang menjadi jawaban. Alamak, janjian dengan manusia seperti ini haruslah berbesar hati. Kalau bukan karena istilah sahabat sejati, mungkin sejak tadi aku sudah pergi. Namun urung, karena istilah itu masih setia kujunjung.

Pada akhirnya dia datang juga. Ada sesungging senyum yang terpampang dengan setia. Kata maaf meluncur deras, dan pada akhirnya hanya memaafkan jadi senjata pamungkas.

Kami berdua berjalan beriringan. Kisah masa kuliah jadi bahan obrolan. Tawa pada akhirnya pecah juga, ingat-ingat kebodohan yang dilakukan secara bergriliya. Aku mentertawakan dia, pun dia sebaliknya. Ocehan kami terhenti seketika saat melihat seorang pedagang menjajakan makanan kesukaan. Es cendol segar dengan gula rasa durian. Kami hampiri, kami singgahi. Lalu kami tertawa lagi mengingat kisah sembari menanti racikan tangan sang pedagang.

Tak pernah kusangka, itu adalah kali terakhir melihat, menyantap tawa bersamanya. Receh dari saku kanan celananya menggelinding. Refleks dia bergegas mengambil. Tanpa peduli kanan kiri, dia memungut koin melati. Dan seperti kilat semua terjadi dengan cepat. Mobil sedan laknat berlawanan arah berjalan cepat.

Hatiku hancur, badanku tergempur. Melihat dia terpental hingga berjarak. Dalam sekarat, dia sempat mengucap maaf. Air mata dan jeritanku melibas tiada batas. Jangan pergi sendiri, kumohon...

Dia tersenyum, menggeleng perlahan. Bertolak belakang dengan darahnya di kepala yang mengalir deras tiada tertahan. Katanya, "belum saatnya kamu pulang. Aku sudah merindukan ini lama sekali".

-Jiwa yang lain-

Selasa, 28 Januari 2014

Melamarmu

"Itu rambut makin keriting lho, diputer-puter terus" Ujar Mbak Tia yang tiba-tiba saja berada di kamarku.

"Mbak Tia ih, ngagetin. Aku lagi mikir ini, Mbak" Ujarku menjelaskan alasanku melinting rambut keritingku yang semakin panjang.

Mbak Tia kini duduk di kasurku, posisi duduknya, cara dia menyapa benar-benar membuatku teringat almarhum Ibu.

"mikirin apa sih? Lulus kuliah sudah kemarin, bekerja juga sudah. Kamu mau nikah?" Tebakan Mbak Tia sungguh tepat akurat.

"Apaan sih, Mbak. Mbak Tia saja dulu. Aku masih nanti kali" Ujarku berkilah padahal sebenarnya itu yang sedang aku pikirkan.

"Mbak mau ngomong sesuatu sama kamu. Mbak nggak mau kalau gara-gara Mbak belum menikah, terus kamu nggak berani ngelangkahin Mbak padahal kamu sebenarnya sudah siap. Jangan jadikan Mbak sebagai penghalang keinginanmu ya!" Mbak Tia serius menatapku.

"Apaan sih, Mbak." aku tetap berkilah.

"Ini Mbak serius. Kalau kamu siap menikah duluan silakan lho. Toh, almarhum Bapak juga nggak pernah berpesan bahwa kamu nggak boleh ngelangkahin kakak-kakanya untuk menikah. Pesan Bapak kan kamu harus menjadi wali untuk kakak-kakakmu. Itu saja!" Mbak Tia benar-benar seperti ibu, tegas, dan tepat menebak pikiran dan hatiku.

Memang, sebelum bapak pergi, bapak berpesan agar aku yang menjadi wali di pernikahan para  kakakku. Aku anak terakhir dan satu-satunya lelaki di keluarga. Dua kakak perempuanku sudah kunikahkan dua tahun yang lalu. Hanya tinggal Mbak Tia yang belum menikah.

Rasanya tak enak jika aku melewatinya duluan. Setahuku, yang mendekati Mbak Tia banyak tapi Mbak Tia seperti tak peduli dengan mereka.

"Mbak Tia kapan menikah?" akhirnya pertanyaan itu keluar juga dari mulutku. Mbak Tia tertawa kecil.

"Tuh kan akhirnya kamu nannya itu. Mbak sendiri masih belum tahu. Doain saja" Ujar Mbak Tia tetap dengan senyum yang mengembang.

"Anak mana yang kamu taksir?" Pertanyaan Mbak Tia mendadak membuat jantungku berdegub. Hanya pada Tuhan dan Mbak Tialah aku tak bisa bermain rahasia.

"Anak Malang, Mbak." Ujarku jujur, aku tertunduk sesaat lalu kembali menatap wajah Mbak Tia yang sepertinya akan segera mengorekku lebih dalam

"Wuiiis, dia kuliah? Atau udah kerja juga?"

"Udah kerja Mbak. Tapi..." aku ragu mengatakan tentang gadis pujaan.

"Tapi kenapa?" Mbak Tia penasaran

"Mbak, dia lebih tua dua tahu dari aku. Dia seumuran Mbak Tia. Aku aneh nggak sih Mbak?

"Dih... aneh kenapa lagi? Nabi Muhammad saja beda 15 tahun sama siti khodijah. Hayooo? Yang aneh itu kalau yang kamu taksir cowok. Hahaha. Kamu pasti nyari yang sikapnya kaya Ibu." Mbak Tia menebak lagi.

"Kaya mbak Tia juga. Dia rame Mbak, ceria, perhatian, ramah." Ujarku keceplosan dan Mbak Tia benar-benar melepas tawanya.

"Kamu kalau sudah siap temuin ayahnya, Lho! Awas macem-macem." Nasehat Mbak Tia pada akhirnya membuatku berani bertanya dan bercerita.

"Mbak Tia nggak apa-apa kalau aku menikah dulu? Jujur Mbak, aku memang sudah siap menikah, tapi aku ingin Mbak Tia lebih dulu."

"Hey, kalau jodoh Mbak adanya pas umur 50tahun kamu mau nunggu selama itu? Enggak kan. Udahlah, Mbak Tia nggak masalah kalau kamu dulu. Lagian umur Mbak masih 25 tahun. Ya siapa tahu habis kamu nikah, terus mbak Tia. Hehehe"

"Aamiin, jadi nggak apa-apa ya Mbak? Nanti Mbak Fitri sama Mbak Andin gimana?"

"Sepertinya mereka juga akan setuju, udahlah bismillah. Jalankan niat baik kamu dengan segera. Btw yang kamu taksir anak jurusan apa dulunya, semoga bukan orang eksakta ya, aamiin"

"Bukan Mbak, dia anak sastra." ujarku memberitahu

"Syukurlah kalau gitu. Cocok inshaAllah. Statistik dan sastra, klop. Perpaduan yang unik. Satunya berkutat dengan angka, satunya lagi berkutat dengan jiwa dan rasa" Mbak Tia mulai menganalisis.

"Kalau psikolog gitu ya, Mbak. Hobinya menganalisis manusia." Aku berceloteh sembari menggeleng.

"Eh, jangan salah. Kemampuan Mbak sebagai seorang psikolog masih di bawah anak-anak sastra dalam membaca manusia. Kalau anak sastra itu mainannya rasa sih. Kalau Mbak kan masih pakai teori." Penjelasan Mbak Tia membuatku tertarik, aku baru tahu ada hal semacam itu.

"Masa sih, Mbak?" Aku bertanya untuk meyakinkan. Mbak Tia memgangguk mantap.

"Oh iya, kamu ketemu di mana sama anak Malang itu? Maksudnya sama anak dari daerah Malang. Hehehe. Penasaran, kok bisa anak statistik ketemu sastra, eh tapi kalau kuasa Tuhan beda cerita sih." Mbak Tia mengorek lagi.

Pada akhirnya aku menceritakan pertemuan singkatku dengan gadis bernama Ara. Seminar Pemuda Indonesia yang berlangsung selama tiga hari membuatku bertatap muka padanya. Awalnya kupikir Ara adalah peserta, mahasiswa akhir seperti yang lain. Namun ternyata dia bagian dari kepanitiaan acara. Kami berinteraksi karena dia menjadi notulis selama kegiatan berlangsung sementara aku bertanggung jawab sebagai operator teknis kegiatan bersama dua rekanku yang lain.

Kami sering berdiskusi tentang materi seminar yang disampaikan, dan dari diskusi-diskusi itulah perasaan itu muncul. Dia cerdas, cara menautkan kalimat selalu indah, luwes. Padahal materi yang disampaikan sebagian pemateri berat. Namun hasil notulennya lebih mudah dipahami ketimbang membaca draft materi yang di sungguhkan.

Dua rekanku yang lain juga salut padanya, terlebih dia ramah dan perhatian. Pernah saat aku tengah sibuk mengurusi tampilan slide untuk pemateri sampai lupa istirahat, dengan tegasnya ia marah padaku. Namun marahnya lucu, ia menyodoriku sekotak makanan berisi roti-roti kecil dan menyuruhku menghabiskannya.

"Kamu yakin nanti Ara juga suka sama kamu?" Pertanyaan Mbak Tia kali ini membuatku terdiam. Entahlah, interaksi kami hanya sebatas 3 hari pertemuan di seminar itu. Pernah aku menghubunginya sekadar menanyai kabar, namun aku sendiri pada akhirnya takut. Takut terjerumus dalam hal-hal yang tak berkenan.

"Aku pernah membaca tulisan-tulisan di blognya, Mbak setelah acara seminar itu. Entah kenapa aku yakin sekali kalau tulisan yang ditulisnya ditujukannya untuk aku" Pede sekali aku mengucapkan itu.

"Kamu kaya Bapak, mainannya pake perasaan yakin. Ya udahlah kalau kamu emang yakin dan mantap. Lekas dilamar, keburu nanti diambil orang. Jangan sampai ada sesal di belakang" Mbak Tia memberi wejangan lagi. Aku pun mengangguk.

Kuutarakan niatku untuk menemui ayah Ara dalam waktu dekat ini. Mbak Tia setuju, bahkan siap menemaniku untuk bertemu dengan keluarga Ara, Alhamdulillah.

"Mbak, Mas Haris apa kabar?" Akhirnya aku berani juga bertanya kabar tentang lelaki yang memang kutahu memdekati Mbak Tia. Sesaat Mbak Tia menatapku serius, lalu ia memgalihkan tatapannya ke dinding kamar.

"Kamu tanya dialah, masa nanyanya sama Mbak. Emang dia siapa Mbak, weee" Jawaban Mbak Tia selalu seperti ini.

"Dih Mbak... sepertinya Mas Haris serius sama Mbak." Ujarku lagi mengemukakan pendapat.

Sebenaranya aku tak suka dengan lelaki itu, entahlah kenapa. Tapi jujur aku ingin tahu bagaimana perasaan Mbak Tia terhadapnya. Mbak Tia belum pernah bercerita dan membuka kisah tentang lelaki itu.

"Ya biarkan saja dia serius, Mbak sih biasa saja."

"Tapi kasihan Lho Mbak. Dia seperti berharap terus"

"Kalau dengan perasaan, jangan ada kata kasihan. Mbak sudah pernah menegaskan ke dia kalau Mbak nggak suka sama dia. Mbak nggak punya perasaan apa-apa. Masalah dia bertahan atau tetap ngejar Mbak ya urusan dia. Hak dia juga suka sama Mbak. Kan perasaan nggak bisa dipaksakan. Yang terpenting Mbak tetap baik saja sama dia" Jelas Mbak Tia santai.

"Mbak, kalau boleh tahu... Mbak Tia nggak sukanya kenapa?" Aku penasaran

"Mbak Tia nggak suka cowok cerewet, kan kamu tahu Mbak Tia udah cerewet. Apalagi kalau orangnya meluap-luap. Mbak suka orang yang tenang, adem." Baru kali ini akhirnya aku mendengar sebagian kriteria lelaki idaman kakakku.

"Mbak nyarinya kaya Bapak, ya. Kaya aku juga" Ujarku terkekeh.

"Iya kaya Bapak, ehm... ya mirip-mirip kamu lah memang. Lebih banyak tindakan daripada omongan. Jangan terbang!" Ucapan Mbak Tia membuatku senyam senyum sendiri.

Ternyata benar juga, anak perempuan akan mencari seseorang yang setipe dengan ayahnya dan anak lelaki mencari seseorang yang setipe dengan ibunya.

Aku dan Mbak Tia tertawa, sampai tak sadar kalau Bibi sedari tadi sudah berdiri di depan pintu.

"Yo, itu ada Gama. Mau disuruh langsung masuk ke kamar nggak?" Ujar Bibi memberitahu kalau sahabatku datang.

"Ih, Bibi nanti dulu, aku nggak pakai jilbab ini" Mbak Tia panik. Aku segera mengambil sarungku di dalam lemari. Lalu menyerahkannya ke Mbak Tia.

"Tengkyu Yo" Ujar Mbak Tia sembari melilitkan sarung cokelat muda di kepalanya. Mbak Tia segera kembali ke kamarnya dan aku pun bergegas menyuruh Gama masuk ke kamarku.

                           ******

"Mbak, itu buku nggak ada bosen-bosennya apa dibaca?" Suara Aryo, adikku benar-benar mengagetkanku.

Aku menghembuskan napas perlahan, lalu mataku tetap menjelajah pada tiap baris dari lembar-lembar buku berjudul "Toto Chan"

"Dih, Mbak, ditanya juga." Aryo kini duduk di hadapanku. Aku menatapnya sekilas.

"Namanya buku bagus ya nggak akan pernah bosen." Ujarku cuek lalu melanjutkan membaca lagi.

"Mbak, Aryo mau ngomong sama Mbak." Ucap Aryo lalu menarik buku yang aku baca.

"Ih nggak sopan!" Gerutuku saat buku Toto Chan beralih tangan.

"Aku serius Mbak, mau ngobrol" Tatapan Aryo serius. Pada akhirnya aku menurut, mungkin yang ingin dibicarakannya benar-benar serius. Terkait rencana lamarannya mungkin.

"Ya udah, Mbak siap mendengarkan dan diskusi, mau bahas rencana lamaran kamu?" Tebakku, namun Aryo malah cengengesan. Sepertinya tebakanku salah kali ini.

"Mbak, menurut Mbak aku ini ganteng nggak sih?" Pertanyaan Aryo kali ini di luar tebakanku.

"Kamu kenapa, Yo?" Aku mengernyitkan dahi. Merasa aneh dengan pertanyaannya.

"Udah, kalau mau ngomong tuh langsung ke inti persoalan deh. Jangan kaya Bapak, mbulet dulu eh ujung-ujungnya jauh dari itu" Cerocosku dan Aryo hanya tertawa sembari geleng-geleng kepala.

"Udahlah Mbak, jawab aja. Intinya nanti juga Mbak Tia tahu." Aryo serius dengan kalimatnya.

"Iya, gantengkan relatif, Yo. Kamu masuk kategori lumayanlah." Ujarku memberi penilaian. Apa mungkin Aryo sedang tak pede dengan dirinya sendiri. Entahlah.

"Menurut Mbak, Aryo ini baik nggak sih Mbak?"

"Baik, kok. Selama kamu taat sama Allah dan akhlakmu baik, InshaAllah kamu baik" Jelasku yakin, jangan sampai adikku krisis kepercayaan diri.

"Kalau menurut Mbak, temen-teman Aryo baik nggak sih Mbak?" Tanya Aryo lagi kali ini aku tak mengerti arah pembicaraannya

"Ya, sepenglihatan Mbak sih baik. Biasanya orang baik kan temenan sama orang baik" Ungkapku lagi

"Temen Aryo yang Mbak kenal baik ada nggak?" Aryo bertanya lagi

"Mbak cuma tahu temenmu si Gama sama Fitroh, yang lainnya Mbak nggak kenal. Dua orang itu sih Mbak ngelihatnya baik-baik aja. Nggak macem-macem. Ih ini kamu intinya mau ngomong apa sih?" Penasaranku semakin menjadi.

"Kalau antara aku, Gama, sama Fitroh, gantengan siapa Mbak?" Aryo tetap serius dengan pertanyaannya. Aku seolah jadi terdakwa entah kasusnya apa karena harus memberi jawaban dari setiap tanya yang diajukan

"Ya Ganteng kan relatif, Yo! Namanya lelaki ganteng, kalau cantik ya perempuan" Aku berkilah dari pertanyaan yang menurutku aneh itu.

"Udah sih, Mbak. Jawab aja, ini gantengnya menurut Mbak Tia. Di mata Mbak Tia. Jangan gara-gara aku adik Mbak Tia, terus Mbak Tia bilang kalau aku yang ganteng." Aryo kali ini lebih serius, tapi entah kenapa aku ingin tertawa dengan pertanyaan anehnya.

"Ya, kalau jujur sih di mata Mbak, gantengan si Gama. Ini, Mbak jawab karena kamu paksa lho ya"

"Alhamdulillah! lanjut pertanyaan kalau gitu." Aryo terlihat bersemangat. Aku terdiam saja menunggu maksud dari semua tanyanya.

"Mbak, Tadi kan Mbak Tia bilang ke aku nggak akan masalah kalau aku naksir dan berniat melamar orang yang usianya di atasku dua tahun, lalu kalau tiba-tiba Mbak ada di posisi itu gimana ya? Maksudnya, Mbak Tia ada di posisi sebagai orang yang kulamar, dengan indikasi aku usianya dua tahun di bawah Mbak" Cetus Aryo. Kali ini aku mencoba paham dengan arah pembicaran adikku ini.

Aryo seolah ingin tahu bagaimana rasanya seorang gadis dilamar oleh lelaki yang usianya lebih muda.

"Walah, ternyata itu toh. Kalau Mbak sih ehm... gimana ya. Belum pengalaman sih dilamar sama orang yang usianya lebih muda. Tapi, Mbak akan lihat dia, kalau ternyata di mata Mbak dia baik ya Mbak akan terima, apalagi kalau Mbak suka sama dia. Terlebih kalau orangnya kaya kamu yang udah Mbak kenal baik, Mbak sih akan mencoba, dan yang terpenting wali Mbak setuju. Hehehe" Jawabku sekenanya. Aku ingin membuat adikku pede.

Aryo mengangguk-angguk mencerna kalimatku. Semoga saja kepercayaan dirinya meningkat.

"Mbak, ada seseorang yang meminta Mbak padaku." Ucapan Aryo membuat telingaku terbuka lebar. Aku takut telingaku salah mendengar.

"Dia mau melamarmu, Mbak. Dia orang baik. Usianya dua tahun di bawah Mbak Tia. Sahabat baikku. Gama. Mbak Tia tadi bilang sendiri mau nerima dan mencoba. Aku sebagai wali Mbak, Insha Allah setuju kalau Gama melamar Mbak karena aku kenal Gama dengan baik. Dia seperti tipe Mbak, tenang, adem. Seperti Bapak malah. Tapi aku ingin dengar langsung, gimana pendapat Mbak?" Aryo mengakhiri kalimatnya dengan sesungging senyum.

Aku terdiam mematung mendengar ucapannya barusan. Entah kenapa jantungku berdetak lebih cepat. Entah karena kaget atau senang atau malah bingung aku sendiri tak mampu menganalisisnya. Yang bisa kulakukan dalam hati saat ini terus menerus menyebut AsmaNya. Allah...

                           ***

"Yo, izinkan aku melamar kakakmu, Mbak Tia. Sudah lama sebenarnya aku ingin menyatakan ini. Tapi baru dimampukan olehNya hari ini." Gama berbicara serius dan tegas padaku.

Aku terperanjat saat mendengar pernyataannya barusan. Antara percaya atau tidak, sahabat baikku menyatakan keinginannya untuk melamar Mbak Tia.

Sudah hampir seminggu belakangan ini Gama mengajakku bertemu, tapi dia sendiri yang pada akhirnya menunda pertemuan itu. Aku tahu pasti ada sesuatu yang penting yang ingin didiskusikannya denganku. Tapi aku benar-benar tak menyangka bahwa hal ini yang akan didiskusikannya.

"Kamu serius, Gam? Sumpah aku kaget Loh." jawabku refleks. Gama mengangguk mantap. Tatapan matanya tak beralih sedikitpun.

"Kamu sejak kapan suka sama Mbak Tia?" Tanyaku penasaran

"Sebenarnya aku awalnya hanya bersimpatik sama kakakmu, tapi berteman dan mendengar ceritanya darimu entah kenapa membuat aku suka. Sejak kamu cerita perjuangan dia dalam menguliahkan kamu. Maaf ya, Yo. Aku nggak maksud lancang. Tapi aku serius. Maka aku temui kamu sebagai adik sekaligus walinya." Ujar Gama seolah khawatir jika aku tak berkenan dengan pernyataannya.

Gama, sahabat seperjuanganku di masa-masa kuliah. Tak ada satupun keburukan yang kutemui selama bersahabat dengannya. Dia taat pada Tuhan, santun terhadap teman. Tak ada alasan bijak jika aku tak menggubris pernyataannya. Tiba-tiba saja aku membayangkan jika ia bersanding dengan kakakku. Entahlah aku merasa cocok.

Toh, kriteria Mbak Tia ada di Gama. Gama tidak cerewet, tidak meluap-luap. Tapi entahlah bagaimana jika Mbak Tia mendengar ini semua. Jika Mbak setia setuju, aku akan lebih tenang dalam menunaikan hajatku nanti. Jujur aku memang tak ingin melangkahi Mbak Tia.

"Gam, aku jujur kaget, tapi sebenarnya tak masalah jika kau melamar kakakku. Aku kenal kamu. Tapi, aku harus sampaikan ini ke Mbak Tia. Aku nggak bisa langsung putuskan" Ujarku pada akhirnya.

"Yo, itu memang tujuanku datang ke sini. Aku ingin kamu sebagai walinya yang tahu dahulu, lalu menyampaikan niatku ke kakakmu.  Insha Allah aku akan sampaikan ini ke kakakmu secara langsung setelah kamu sampaikan niatku ke dia" Gama berujar lancar sekali, meski tak bisa dipungkiri ada butiran keringat yang timbul di dahinya. Jujur aku salut padanya. Ada pelajaran yang bisa kupetik dan mungkin kutiru.

                            ****

"Jadi gimana, Mbak?" suara Aryo terdengar jelas ditelingaku. Aku tertunduk saja tak bisa berkata-kata.

"Gama itu baik, Mbak. Aku kenal dia, seperti yang Mbak bilang tadi, orang baik berteman dengan orang baik. Mbak Tia kan sudah kasih penilaian tentang aku dan teman-temanku. Aku tahu Mbak Tia kaget, seperti yang sudah kuceritakan tadi Mbak, aku juga kaget waktu Gama bilang itu. Tapi aku tahu Gama tak pernah bermain-main dengan pernyataannya yang seperti itu." Aryo lancar bercerita tentang Gama. Sementara dalam pikiranku kini terbayang wajahnya.

Aku mengenal Gama dari Aryo, pernah bercakap-cakap dengannya itupun hanya sekadarnya. Dia memang setipe dengan Aryo. Tampan juga. Ah... aku ini kenapa, kenapa sebagian hatiku meletup. Apalagi setelah Aryo cerita proses Gama melamarku padanya. Allah Gusti...

"Ih Mbak bingung ini...." Ujarku jujur.

"Mbak, malam ini salatlah. Minta petunjuk, kemarin setelah Gama ngomong gitu aku langsung salat Mbak, hasilnya aku mantap mengatakan ini ke Mbak. Dan aku yakin sekali, entah kenapa... Mbak akan setuju." Ucapan Aryo membuatku menatap ke arah matanya. Keyakinannya sama seperti keyakinan Bapak. Tatapannya seperti tatapan Bapak. Tiba-tiba aku kangen Bapak.

                           ***

Sore ini, Gama datang bersama ibu dan ayahnya. Penampilannya lebih rapi dari biasanya. Balutan batik biru yang senada dengan kacamata birunya membuatnya tampak lebih dewasa.

Aku mendengar secara langsung saat dia menyatakan ingin melamarku kepada Aryo. Bukan ayah atau ibunya yang bicara, tapi dirinya sendiri yang berkata-kata. Pembicaraan itu lebih terdengar seperti pembicaraan antara seorang pria dengan wali calonnya bukan lagi pembicaraan antara sahabat dekat.

"Jadi, Mbak Tia. Bagaimana? Apakah Mbak Tia berkenan dilamar dan dinikahi oleh Ananda Gama?" Suara Aryo kini membahana di ruang tamu. Mbak Andin dan Mbak Fitri yang duduk di sebelah kanan dan kiri menggenggam erat jari-jariku.

"Insha Allah bersedia, selama walinya berkenan." Ujarku pada akhirnya

"Alhamdulillah..." ucapan hamdalah koor terdengar membahana di ruang tamu.

Allah, aku candu padaMu.

-Tangerang, 28 Januari 2014-

Spesial untuk pikiranku yang selalu mendesak untuk ditorehkannya kisah ini, tak ada hutang di antara kita. Legaa
                          

Senin, 27 Januari 2014

Hanya ingin, belum terjadi Tuhan

Kenapa ada manusia dengan dua wajah?

Kenapa teman hamba yang akan dirusak olehnya?

Kenapa kenapa kenapa?

Padahal dia membicarakan Engkau, Tuhan juga ciptaanMu yang lainnya.

Tapi yang diucapkan dengan tindakan, jauh menyimpang. Bertolak belakang.

Tuhan, aku ingin marah T.T

Minggu, 26 Januari 2014

Kata-kata Reisa

Apa yang paling kau harapkan?
Dicintai Tuhan!
Kenapa?
Saat dicintai Tuhan, secara langsung, seluruh makhluk dan ciptaanNya yang mencintaiNya ikut mencintaiku.

Untuk apa kau risau dengan masa depan? Risaulah atas dosa-dosa yang telah kau lakukan

Hidup di dunia= Menabung.
TabunganNya untuk beli tiket pulang. Semoga dimampukan pulang ke SurgaNya

Saat kau meremehkan orang lain, saat itulah kau sedang meremehkan Tuhan

Tuhan itu Maha Kaya Raya, mintalah hanya padaNya

Tuhan itu tak tidur, Ingatlah dia kapan dan di mana pun

Hidup lebih berarti jika kau saling berbagi

Hidup lebih bermakna jika kau saling berderma

Ketika kopi bicara hati, ia tak lagi meninggikan pekatnya dalam rasa. Hanya ada bukti cinta, jejak noda dalam cangkir penikmatnya

Belajar ikhlas tak semudah membaca surat Al-Ikhlas

Kata-kata ini muncul saat saya berada di Bandung.

Bandung, lautan inspirasi. Terima kasih Rabbi

Sabtu, 25 Januari 2014

AB, unik! Nikmati, syukuri :)

Yuhuuuu....
Golongan darah kamu AB? Selamat!!! Kamu adalah orang yang unik!

Nikmati, Syukuri...

Setelah melakukan observasi menyeluruh terhadap 10 orang yang bergolongan darah AB oleh Tim Dunia Rengganis (Jiwa, rasa, pemikiran), akhirnya ditemukan kecenderungan, kebiasaan, yang biasa mereka lakukan sebagai berikut.

1. Orang AB adalah orang yang ramah sangat pada setiap orang. Nggak peduli dia orang yang pendiam atau cerewet sekalipun.

2. Daya analisanya tajam, senang menganalisis masalah dari buah, sampai ke akar-akar.

3. Orangnya sensitif (bukan berarti suka marah-marah ya) maksudnya sih peka/perasa, mudah tersentuh juga.

4. Mudah berubah suasana hati, tiba-tiba bisa senang sekali lalu mendadak bisa sedih sekali.

5. Kalau AB lagi emosi, sebaiknya tinggalkan saja sejenak. Tapi jangan selamanya ya. Yang bisa meredam emosinya hanya Tuhan dan dirinya sendiri

6. Paling hobi memotret orang secara diam-diam alias candid, usil sih. Tapi sebenarnya dia juga suka difoto

7. Nah, uniknya AB.... dia bisa berteman dengan siapa dan apa saja. Bahkan benda tak bernyawa sekalipun bisa menjadi temannya. Kadang diajak ngobrol pula. Aneh sih... tapi mau bagaimana lagi

8. AB itu suka pusing kalau di tempat ramai, tapi dia senang jika berkumpul dengan teman-teman.

9. AB sering dijadikan gudang cerita oleh teman-temannya, tapi nggak semua orang yang bisa dengar ceritanya.

10. AB ini mudah sekali berkaitan dengan hal-hal metafisika. Bukan matematika, fisika ya... Biasanya sih mudah berkaitan dengan hal-hal yang sebenarnya dia sendiri nggak ingin berkaitan dengannya

11. AB senang sekali jalan-jalan dan dia adalah teman yang sangat menyenangkan untuk diajak jalan. Kenapa? Karena terkadang ide-ide nya aneh dan nyeleneh meski layak dan patut untuk dicoba.

12. Selama perjalanan berkendara, AB ini mudah sekali tidur alias pelor (Nempel molor). Tapi, kalau dia lagi nyetir bisa dijanjikan kok. Tak perlu khawatir. Insha Allah selamat (selama dia bisa nyetir ya, kalau enggak yang ada malah selamat sampai akhirat, alamak)

13. AB itu terkadang Batu alias keras kepala, namun di sisi lain ia juga mudah goyah dan plin-plan terhadap pilihan. Maklumlah... kecenderungan perpaduan A dan B jadi ya rada-rada geje.

14. Kalau ada gosip, kerennya AB dia akan sangat cuek alias gak peduli. AB sepertinya tahu, kalau gosip atau bergunjing itu sama seperti makan bangkai saudaranya sendiri. Jadi dia anti dari hal-hal tak bermanfaat macam itu.

15. Kalau soal berpakaian, terkadang kalau lagi mood AB suka pakai pakaian yang matching dari kepala sampai kaki, tapi sejatinya AB lebih suka berpakaian yang simpel, sederhana, ala kadarnya, malah kecendrungan bisa kaya gembel. Bagi dia yang penting nyaman, terserah orang mau bilang apa.

16. Jeleknya AB, dia itu paling suka menunda mengerjakan sesuatu. 1 jam lagi deh... sepuluh menit lagi, lima menit lagi.... akhirnya gak jadi dikerjain karena udah berada di alam mimpi. Hahahahaha kebiasaan juga ini mah.

17. AB itu adalah orang yang senang mempelajari hal-hal baru. Mau bilang cerdas sih sebenarnya, tapi nanti dikira sombong. Jadi intinya dia itu adalah orang yang suka dengan pengalaman dan tantangan

18. Lebih senang menyendiri, tapi bukan berarti dia tak butuh sosialisasi ya.

19. AB itu pelupa, tapi tak akan lupa sama yang namanya kenangan. Suka menyimpan kenangan sih

20. AB itu seperti misteri dan alien tak bisa diprediksi. Hahaha

21. Mimpi AB itu banyak, banyak anehnya tapi, anehnya bisa dicapai. Sabar sih kuncinya. :)

22. AB punya jiwa toleransi yang tinggi, rasa menghargainya besar, sebesar kerendahan hati dan jiwanya. Tak heran dia banyak temannya.

Sebenarnya masih ada beberapa lagi, mungkin akan ditambahkan nanti. Jika kamu bergolongan darah AB, adakah sifat/sikap/kebiasaan yang sama seperti yang dikemukakan di atas? Bisa iya bisa juga tidak :)

*Akhirnya menulis lagi setelah cuti* Leganyaaa :)))

Rabu, 15 Januari 2014

Kalian

Kalian pahlawan, aku yang katakan
Kalian penolong, mereka yang katakan
Kalian hebat, Tuhan yang hebatkan

Untuk rekan-rekan relawan, mulianya kalian, semoga Tuhan memuliakan kalian aamiin

Choco Granule

Pagi ini Choco Granule jadi temanku, Cisaranten Bandung jadi rumahku, suara gemericik air mengalir jadi musikku, dan orang-orang baru yang datang jadi bagian dalam hidupku

Kisah mereka ada padaku, kisahku ada pada mereka. Kisah kami? Tuhan pemiliknya




Rutinitas tanpa batas

Duduk, berdiri, sujud tak terhitung lagi
Menarik, butir-butir kayu dengan segenap hati

Memusatkan pada yang pantas dipusatkan
Mengejawantahkan cinta lewat rutinitas tanpa batas

Harapan terbesar ialah ampunan selalu atas yang lalu...

Aku tuan dalam karyaku, dan Dia Tuhan atas diriku

Alur hidup yang dibuatNya bagi setiap makhluk sempurna tiada cela

Bila ada kesedihan yang hadir dan merajalela itu salah satu bentuk dari kasih sayangNya yang kadang tak membuat kita peka

Bila ada kebahagian yang hadir dan merajai itu pun bentuk kasih sayangNya yang kadang membuat kita terlena.

Kisah dari Tuhan atas kita itu indah
Tuhan Maha Indah...

Selasa, 14 Januari 2014

Ketika Rindu Mengganggu

Ketika rindu itu mengganggumu
Segera berdoa padaNya, untukku.

Ketika rindu itu mengganggumu
Segera tuangkan kata dalam tulisanmu, agar nanti bisa kubaca

Ketika rindu itu mengganggumu
Kibaskan dengan rasa percaya
Bahwa aku sehat senantiasa

Dan ketika rindu ini menggangguku, aku akan berdoa padaNya untukmu, menuangkan kata dalam tulisan untuk kau baca, dan akan kukibaskan dengan rasa percaya bahwasannya kamu sehat senantiasa

Reisa Dara

Tuhan

Aku mencariMu, semoga Engkau kutemukan

Aku datang padaMu, dengan derap langkah penuh permohonan.

Ampunan atas setiap salah dan dosaku

Selama terlahir di duniaMu, hingga nanti datang masa berbangkitku

Rabb, Allah Allah Allah Allah
Memikirkan Engkau, kelegaan yang tiada pernah terbayangkan.

Aku tenang padaMu Rabb, aku rindu pulang TT

Tuhanku...

Tuhan, aku berlari padaMu
Peluk aku seerat mungkin
Jangan lepaskan dan jangan biarkan aku lepas dariMu

Bebaskan dia dariku, Tuhan
Engkaulah sang pembolak balik hati
Sang Pencipta dan Sang Pemusnah
Penguasa segala makhluk bernyawa dan alam raya

Maafkan aku atasnya
Dan maafkan dia atasku

Sungguh, tiada daya dan upaya selain dengan pertolonganMu, Tuhanku terkasih, tercinta.

Nyawa ini kepunyaanMu, hati ini kepunyaanMu, pikiran ini kepunyaanMu, raga ini kepunyaanMu. Aku tak punya apa-apa selain atas izin dan kasih sayangMu

Atas segala, lalu, masa depan yang kan datang. Aku ikhlas :)

Dan berlindung padaMu dari godaan syaitan yang terkutuk, makhlukMu, itu aku...

Aamiin
Reisa Dara

Senin, 13 Januari 2014

Detik-Detik jelang pemulihan

Dalam masanya
Aku kembali pada Tuhan
Merehabilitasi hati dan pikiran
Agar kembali pada peraturan

Aturan yang ditetapkan Tuhan
Ada ingatan yang terhapus, dan itu harus.

Sebelum semua terhapus, ingin kutuliskan di sini.

Agar saat aku kembali nanti aku punya kenangan, meski tak lagi terekam dalam hati dan pikiran.

Aku memiliki orangtua
Aku memiliki keluarga
Temanku banyak
Sahabat pun dekat
Dan ada seseorang yang pernah  kusuka, dia berkacamata!

Hanya ini, ingatan yang akan disimpan, meski tak perlu dipaksakan untuk diingat kembali sampai saatnya tiba.

Bandung 2014
Reisa Dara Namaku.

Pertemuan kita, bagian dari rencanaNya

Pagi ini dapat kiriman kata-kata dari seorang sahabat di WA

Kata-katanya ternyata menjadi jawaban atas segala pertemuan yang terjadi dengan manusia selama ini.

Leganyaaaaaaa

Minggu, 12 Januari 2014

PERTAMINI bukan PERTAMINA

Pernah denger pos pengisian bensin dengan nama PERTAMINI? Saya baru dengar, melihat secara langsung, hingga akhirnya menggunakan jasa pos pengisian bensin tersebut.

Saya menemuinya saat perjalanan menuju Taman Bunga Mawar di Garut.

Awalnya saya melihat itu seperti membaca PERTAMINA. Namun lambat laun, saya dan ketiga sahabat Bolangers menyadari dan tertawa sendiri dengan istilah PERTAMINI itu.

Memang jika ditilik dari segi ukuran, pos pengisian bensin ini mini. Dari segi warna, dominan warna merah kaya PERTAMINA. Di sisi lain, sang empunya pemilik ini adalah warga. Sepanjang jalan, banyak warga hang memiliki jasa penjualan bisnis ini.

Lucu, kocak, dan kreatif!

Apa saya yang norak ya karena baru tahu. Hahahaha

Biarkanlah... cinta tak berbalas... lho? Salah fokus... hehehehe

Penasaran? Mainlah ke Garut. Sepanjang jalan buanyak kok...

Sabtu, 11 Januari 2014

Jangan melihatku dari kejauhan
Aku tahu...

Kalau ingin pergi, segeralah pergi sejauh mungkin.

Jangan berbalik

Sungguh, dan jangan doakan aku sebagai pengejawantah rindumu

Yang palsu, yang lalu...

Sekian!

Colenak :9

Pernah dengar makanan khas Garut yang bernama colenak?

Saya baru mendengar, melihat, dan pada akhirnya merasakannya saat ngebolang "Mendadak Garut"

Sahabat saya, Rissa selama di Garut selalu bilang ingin makan colenak ini. Saya yang penasaran pada akhirnya ikut merengek mencari makanan ini.

Sahabat Farah, yang pernah hampir 5 tahun tinggal di Garut pada akhirnya bersedia mengantarkan kami untuk mencari makanan ini.

Kami pada akhirnya menemukannya saat di Garut kota, letaknya tak jauh dari Masjid Agung Garut, di depan kantor pos.

Penasaran, akhirnya saya memperhatikan juga bapak-bapak penjual meramu makanan ini.

Colenak terdiri dari tape yang dibakar, lalu dipotong-potong kecil, kemudian disiram pakai kuah gula merah dan parutan kelapa. Tak lupa dilengkapi taburan kacang tanah yang disangrai. Rasanya muaaaaniiiisssss. Enak sih, tapi kalau kebanyakan nggak enak. Hehehe

Harganya murah meriah, Rp3500 sudah dapat sepiring penuh, plus dapat segelas teh tawar hangat.

Di Garut, pedagangnya hanya dua orang, dan itu terkenal sekali. Nggak percaya? Tanya saja sama orang-orang di sekitar Masjid Agung Garut, di mana penjual colenak berada. Pasti semua pada memberitahu di tempat yang saya sebutkan di atas.

Oke selamat mencari, selamat memcoba.

Colenak, enak :9

Ingin Menangis sembari tertawa

Hai Blog tercinta...
Cintamu yang satu ini berada di antara dua rasa. Antara ingin menangis campur tawa.

Kau tahu kenapa?
Perjuanganku *lebai* mengetik hampir 18 jam ternyata tersia.

Revisi semua
Mendengar itu, pening kepala tetiba

Namun di tengah kepeningan...

Tuhan kasih berita gembira...
Ia perpanjang kontrak menulis hingga dua proyek lagi.

Dengan setting, bumi Rabbku yang lain.
Senang rasanya mendengarnya

Terlebih, tawaran lain datang memghampiri. Ia akan membelikan gadget sebagai inventarisasi.

Tawa ini hadir di tengah pening.
Rasanya begitu komplit.

Rabb... hambaMu ini kocak.

Nikmat mana lagi yang kan kudustakan?
Waktuku hanya dua hari untuk revisi, semoga mataku sehat, energiku kuat, dan pikiranku cermat. Agar tak ada lagi salah dan cela.

Puk puk diri sendiri.

Ini pelajaran di bulan Januari... :D

Kamis, 09 Januari 2014

PLAY DOH chia

Gambar ini, mengingatkanku pada bocah kecil. Dengan rambut mirip Dora, dan ransel biru yang senantiasa dibawanya ke mana-mana.

Aldrichia... bocah kecil itu senantiasa mengajakku bermain play doh. Mainan seperti malam/lilin yang bisa dibentuk beraneka ragam dengan aneka warna sebagai pilihan.

Waktu itu aku belajar membuat rumah, pohon, dan juga sebuah mobil dengan satu penumpang. Dengan riang gembira, Chia selalu bilang "Itu rumah kakak Nes"

Aku tersenyum mengiyakan dan mengaminkan jika suatu saat aku diamanahi hal demikian.

Chia... tetiba aku merindukanmu, Dek. Kamu apa kabar? Semoga sehat di sana

Kalau menelponmu pasti aku yang menangis karena rindu. Oleh karena itu kutuangkan rindu itu di sini agar kau tak tahu.

Jangan belajar menjadi Bunglon

Bunglon...
Ia berubah warna di tempat yang dipijakinya.

Tuhan memberi kelebihan padanya agar ia terlindungi dari musuh yang mengintainya.

Jangan belajar menjadi bunglon yang mampu berubah warna lalu pergi begitu saja.

Apa aku musuhmu?
Lalu kenapa kau baik padaku saat lalu?

Rabu, 08 Januari 2014

Untuk Soulmate terkasih...

Pertemuan awal kita...

Kamu bilang takut denganku
Saat itu aku tertawa... entahlah alasanmu apa...  hanya kamu yang tahu!

Lalu...

Lambat laun ketakutan itu berubah
Menjadi keakraban yang tak terelakkan
Bersama hampir di saat langkah-langkah kecil kita memasuki ruang kelas
Warna baju yang senantiasa senada tanpa pernah berjanji kata
Malam minggu yang selalu dijalani berdua

Tahun demi tahun selalu ada kamu dalam kisahku
Bahkan dalam blog ini... entah sudah berapa kali namamu kusebut.
Bosan?
Jangan tanyakan itu padaku!
Kalau saja ada kata bosan yang terlintas tentu saja karena bosan saat jauh dan lama tak bersua denganmu

Kini...

Jujur kukatakan ada yang berbeda di tahun ini
Setiap pergantian awal tahun yang selalu dilewati bersama pada akhirnya kuubah secara sengaja
kamu tahu kenapa?

Aku takut ada yang akan berduka jika terlalu bergantung padamu
ada yang berlatih mengisi awal tahun tanpamu
karena tahu tahun ini akan jadi milikmu...

Tapi...
Mungkin juga akan menjadi milikku..
atau mungkin jika berkenan kukatakan
milik kita...

Selalu saja ada kisah atau bahkan keluh kesah yang kita tukar
namun sejatinya itu semua adalah pengisi kelengkapan hati
Senang rasanya senantiasa berbagi tangis dan tawa
atau bahkan sekadar kebodohan tiada tara

Lengkap rasanya!

Kadang melihatmu aku seperti bercermin
Kadang melihatmu aku seperti bermain
bukankah banyak kesamaan yang membuat rasa ini terjalin?

Ingatkah kamu saat malam itu
waktu aku bilang sedih saat masamu tiba nanti
bagiku itu adalah sebuah kejujuran yang sebenarnya berat kunyatakan
Tapi harus...

Karena pada masanya nanti aku tak akan lagi bersedih
Aku berbahagia atas apa yang terjadi dengan dan dalam hidupmu
Begitu pun kamu denganku...

Tulisan ini kubuat sebagai pelengkap hari kelahiranmu

Doaku...

Semoga Rabb kita senantiasa merahmati persahabatan ini sampai nanti..
Semoga kebahagian dunia akhirat senantiasa membersamaimu dan aku
Semoga... semoga... semoga... segala kebaikan meliputi hidupmu dan hidupku

Allahuma aamiin

Teruntuk Soulmate terkasih... Turut berduka cita atas kesempatan hidup yang berkurang. Semoga senantiasa berada di jalan Nya yang terang benderang... Sahabat yang namanya mirip denganku

Rissa Nuris Mawar




Selasa, 07 Januari 2014

Mawar

Mawar

Melihatmu, membuat kenangan masa lalu berjalan. Menarikku untuk membuka diari lama yang usang ditimpa tumpukan buku.

Mawar, setangkai. Anggun dengan putih sebagai warna
Diserahkan seseorang di tengah lautan manusia untukku, darimu

Kemarin, aneka mawar penuh pada penglihatan.
CiptaanNya selalu indah, dan entahlah mata ini tertarik pada warna merah. Cantik!

Mawar darimu sudah layu saat lalu
Tapi tentangmu tak akan pernah lekang dikejar waktu

Kenangan itu terlalu setia menjejak di jiwa
Setiap mengingat itu, sesungging bahagia merajalela



Senin, 06 Januari 2014

Khas Garut yang Tak akan Surut

Pernah dengar Cokelat Enteng Jodoh? Cokelat Gawat Darurat? Cokelat Konspirasi Kemakmuran atau Cokelat kudeta Jiwa? 

Alamak! saya juga baru beberapa hari terakhir kemarin membaca dan melihatnya secara langsung. 

Itu apa? Iya itu cokelat dengan teman-tema unik yang disuguhkan di sebuah etalase toko yang menjual oleh-oleh Khas Garut. mantap Jaya ya kreativitasnya. Segala yang sedang menjadi tren bergegas menginspirasi sebuah prodak. Hasilnya? Menarik karena banyak yang berminat untuk membeli atau sekadar coba-coba.

Petualang Ngebolang "Mendadak Garut" ternyata membawa kisah tersendiri bagi saya dan rekan-rekan seperjalanan. Salah satunya bertemu dengan oleh-oleh khas Garut ini.

Cokelat-cokelat inilah bagian dari variasi chocodot alias cokelat dodol yang kini tengah makan (naik) daun menjadi oleh-oleh khas wajib jika Sahabat semua berkunjung ke Garut. Harganya juga lumayan khas... heheh melebihi harga ukuran silver queen mini. Tapi kalau dari segi rasa bolehlah diadu apalagi ini makanan produksi dalam negeri. Untuk aneka cokelat beraneka tema ini di jual kisaran harga Rp18.000. Oleh-oleh khas Garut ini berada sekitar 2km dari Masjid Agung Garut tepatnya daerah Sukaregang. Sepanjang Sukaregang berbagai oleh-oleh khas Garut tersedia jadi jangan lupa mampir dan beli yaa.


Kang Agit dan dagangannya
Selain Chocodot ada beberapa jenis barang yang menjadi duta oleh-oleh yakni aneka hasil olahan kulit sapi dan kulit domba. Apa itu? Jeng-jeng... yap! Ada jaket kulit dan juga aneka sendal khas Garut yang sudah di ekspor ke manca negara salah satunya USA. Kok bisa tahu? 

Waktu itu saat kami ingin membeli sendal kulit khas Garut kami mampir di sebuah toko Homade yang menjual aneka kerajinan kulit mulai dari jaket... aneka sendal... hingga gantungan kunci. 

Kami (Saya Rissa dan Farah) Bocah Ilang yang bertualang ke sana banyak berinteraksi dengan Kang Agit sang empunya toko. Harga jaket kulit dengan kualitas no. 1 di tawarkan dari kisaran harga Rp600.000- Rp1.750.000. Kerajinan homade ini sudah masuk di mal-mal besar Jakarta lho. Salah satunya SOGO. Tapi kalau di SOGO harganya bisa dijual dua kali lipat. Saran saya... bagi teman-tean yang suka atau ingin punya jaket kulit mending beli di Garut saja. Kualitas nomor satu harga pun bermutu alias "murah tuh". Sumpah jaketnya keren-keren... tapi bagi kami Bocah gembel yang bertualang ke sana harga segitu masih membuat kami berpikir dua kali untuk membeli. Masih banyak tanggungan diawal bulan yang harus diselesaikan. Hehehe jadi kami hanya membeli sendal kulit saja yang katanya Kang Agit sih bisa awet antara 1-2 tahun. Kita akan buktikan!

Oke cukup sekian tulisan kali ini. Semoga menginspirasi para Sahabat untuk berkunjung ke Garut.

Minggu, 05 Januari 2014

4 Bolang Mendadak Garut

Assalamualaikum.... 

Walaikumsalam


Pelesir di Garut
Alhamdulillah, akhirnya saat ini mendarat juga di rumah, setelah bertualang kurang lebih 3 malam 4 hari di Garut, Jawa Barat. Mau berbagi kisah selama perjalanan dari tanggal 2-5 Januari 2013.

2 Januari 2014

Sekitar pukul 20.00 pada akhirnya kami menjejak juga di rumah sahabat Farah, teh Dian. Setelah sebelumnya kami bertransportasi menggunakan bus budiman yang supper, mahal dan nyaman.
Menuju rumah teh Dian, kami menggunakan 3 ojek. Saya berdua dengan Rissa, sementara Farah dan Loka sendirian. Dengar Rp15.000 kami menjejak dengan selamat di sebuah rumah yang rimbun dikelingi pohon bambu pada halaman depannya.

Perut yang lapar karena hanya diganjal mie abc saat diperjalanan pada akhirnya terpuaskan juga oleh aneka masakan keluarga teteh Dian yang begitu nikmat dan berkat. Kepala ikan goreng mujaer sebagai lauk dengan cocolan sambal khas Cigalumpit ditambah sayur sawi yang mantap membuat diri tak bisa menolak untuk nambah lagi dan lagi. Namanya juga lapar...

Makanan Khas Cigalumpit


Setelah berbenah diri dan bersujud pada Ilahi, pada akhirnya kami ingin mengistirahatkan badan di kasur kamar teh Dian, kecuali Loka di ruang depan (Risiko lelaki) tapi Loka mah udah biasa.
Sebelumnya, kami berdiskusi tentang tempat wisata yang akan kami datangi esok hari, rencana kami akan mengunjungi Taman Bunga Mawar di daerah Samarang, bukan semarang yak. Setelah diskusi terkait tempat wisata esok, pada akhirnya kami diskusi terkait hujan meteor

Kami berencana melihat hujan Meteor di pematang sawah pukul 02.00 tepatnya di samping bawah rumah Teh Dian. Tadinya mau sok-sokan begadang, namun mata punya pilihan lain. Jam 02.00 hanya Loka, Farah, dan saya yang bangun. Namun cuaca yang mendung membuat mata kami lebih berat untuk melongok ke luar rumah, akhirnya... kami lanjutkan tidur lagi. Baru sekitar pukul 04.00 kami serempak bangun, bersiap untuk melaksanakan salat subuh secara bergantian.


3 Januari 2014

Pukul 05.30 pagi kami berempat berjalan-jalan menyusuri sawah dengan latar gunung Haruman yang cantik. Kami banyak mengambil gambar, Alhamdulillah Loka selalu siap sedia dengan kameranya. Jadilah kami bernarsis diri dengan bergaya di sana sini. Sahabat Loka juga mengajak kami mencoba untuk berfoto levitasi. Hasilny Lucu, menggemaskan, dan bikin ngakak tiada henti.
Selesai puas mengambil gambar, kami kembali ke rumah teh dian untuk bersiap menuju Garut Kota, menuju destinasi yang semalam kami rencanakan.

Latar Gunung Haruman


Perjalanan menuju Garut Kota, melewati daerah Cibatu dan Guntur. Ada kisah kocak yang menghebohkan saat kami berada di terminal Guntur. Ada apa?

Pak si papak preman-preman...
Wow...wow...wow...wow...


Turun dari angkutan, saat berjalan menuju mesjid dalam terminal (Loka mau sholat jumat) tetiba ada seorang laki-laki bertato yang berjalan di samping saya dan Rissa. Di daun telinga kirinya terselip rokok. Tiba-tiba saja dia menghampiri sahabat Loka dan langsung memalaknya. Akhirnya uang digenggaman tangganya berpindah tempat. Rp2000 rupiah kembalian dari angkutan pindah tangan.

Panik! Terutama Loka dan Farah. Setelah menunaikan Jumatan (bagi Loka) dan zuhur jamak ashar, pada akhirnya kami berdiam diri di Mesjid. Khawatir dengan preman tadi, yang masih berada di sekitar masjid sahabat Loka--relawan PMI pusat-- segera menghubungi PMI Garut untuk meminta bantuan. Maklum dia bawa kamera dan peralatan lengkap yang merupakan bagian dari separuh hidupnya. Ngeri kalau terjadi apa-apa. Di sisi lain, sahabat Farah menghubungi sahabat semasa SMPnya yang rumahnya tak jauh dari terminal guntur.

Pada saat yang bersamaan kedua penolong itu datang. Hem-hem, sahabat Farah dan juga seorang TNI, teman dari temannya Loka yang berkecimpung di dunia PMI.

Pada akhirnya kami diantar menuju rumah Hem-hem. Setidaknya Evakuasi dini agar ke luar terminal. Setelah sampai di rumah Hem-hem, kami berdiskusi untuk peralanan menuju Taman Bunga Mawar. Hem-hem dan Rinso (Rini Solihat, sahabat Farah sekaligus isteri Hem-Hem) bersedia mengantarkan kami menuju taman Bunga Mawar menggunkan tiga motor.

Ini Hem-hem


Baru saja ingin berangkat, tiba-tiba sahabat Loka dihubungi oleh PMI Garut yang ternyata datang membawa ambulance menuju terminal Guntur. Tim PMI ingin menyelamatkan kami juga dengan mobil ambulancenya. Kocak! Akhirnya, diantar bapak-bapak TNi, Loka kembali ke Terminal Guntur untuk menemui TIM PMI yang berniat menyamatkan kami.

Tak berapa lama, Loka datang kembali bersama ambulance PMI. Rekan-rekan PMI pun menawarkan bantuan pada kami menuju Taman Bunga Mawar. Namun sejatinya, Tim PMI sedang punya hajat di Garut. Mereka ingin agar kegiatannya diliput oleh Loka, secara dia relawan pusat yang mengurus web PMI.
Ambulance PMI

Orang-orang PMI


Akhirnya diambilah sebuah keputusan, bahwasannya kami ke Taman Bunga Mawar dengan Hem-Hem sekeluarga naik motor, malamnya Loka akan meliput acara PMI dan menginap di sana sementara kami (saya, Rissa, dan Farah) akan menginap di rumah Hem-hem.

Perjalanan menuju Taman Bunga Mawar, sangat menyenangkan. Selain karena sepanjang perjalanan pemandangan gunung Guntur terhampar juga karena udara sejuk tak terelakan. Saya boncengan dengan Rissa, Loka dengan Farah, sementara Hem-hem dengan Rinso dan Alifa, anaknya.

Isi Bensin dulu sebelum berangkat


Kami sampai sekitar pukul 15.30 di sana. Dengan harga tiket Rp15.000/perorang kami bisa menikmati keindahan berbagai bunga mawar dan bunga lainnya dengan latar gunung indah dan mempesona. Pokoknya aneka bunga terutama mawar warna warni menyambut kedatangan kami.
Pintu Masuk


Tiket Masuk

Loka berbaik hati menjadi fotografer kami. Hem-Hem sekeluarga pun difotonya dengan berbagai ekspresi gaya, dan kami (saya, Rissa, dan Farah) menjaga anaknya yang berusia 2 tahun. Iseng-iseng belajar jadi Ibu. :D
Ada bunga lavender lho



kami di taman bunga mawar
Kami menjaga Alifa
Puas berfoto-foto dengan selingan hujan rintik yang cantik, menjelang pukul 17.00 kami memilih pulang. Sebelum pulang ke rumah Hem-hem kami makan mie yamin ueeenakk. Rp14.000 kami dapat sepasang yamin nikmat dengan tambahan semangkuk bakso. Kocak, jadi kami makan 2 mangkok. Hahahahaha di tempat mie Yamin pun ada musolahnya, melabuhkan magrib di sana pada akhirnya. Lalu kami ke rumah Hem-hem dan bermalam di sana, kecuali Loka yang langsung menuju PMI karena sudah membuat janji untuk meliput acara di sana. Mantap!

4 Januari 2014

Saya, Farah, dan Rissa akhirnya pamit dengan Rinso dan Hem-hem sekitar pukul 07.00 pagi. Janjian sama Loka agar bertemu di Cigalumpit saja rumah Teh Dian. Loka baru selesai acara sekitar siang hari, jadilah kami mengisi waktu pagi hari dengan berjalan-jalan keliling kota Garut sekalian mencari buah tangan. Dari mulai chocodot sampai sendal kulit. Nanti akan ada cerita sendiri di bagian oleh-oleh.
Buah tangan khas Garut


Puas berjalan-jalan, pada akhirnya tepat pukul 12.00 kami kembali menuju Cigalumpit, rencananya sore nanti kami akan kembali ke Jakarta.

Sore hujan, Garut indah di lihat karena semakin menawan. Dengan jaket kebesaran kami bertiga berjalan kaki dari gapura menuju rumah teh Dian. Sempet-sempetnya narsis ria alakadarnya. Hahahaha

perjalanan pulang disambut hujan

Sebelum kembali ke rumah teh Dian, Farah mengajak kami silahturahmi ke tempat saudaranya yang lain. Sembari nunggu Loka yang katanya naik truk menuju Cibatu. Kocak. Pukul 15.00 akhirnya kami berkumpul kembali. Dalam perjalanan kaki menuju rumah teh Dian tiba-tiba Loka datang.

Hujan turun lagi, pada akhirnya kami dilarang pulang sore itu karena jam segitu kendaraan menuju jalan raya sudah tak ada. Lagi pula kalau pulang pukul 16.00 sampai terminal rambutan bisa tengah malam, kasihan Farah yang rumahnya di Parung. Bisa-bisa pukul 01.00 pagi dia baru sampai rumah. Akhirnya kami memutuskan untuk pulang esok harinya setelah salat subuh.

5 Januari 2014
Saatnya kami pulang. Sebelum pulang kami berpose dengan keluarga Teh Dian sebgai kenangan. Seru! Lucu!

Secara estafet keluarga teh Dian mengantarkan kami menuju pinggir jalan raya tempat berlalu-lalang bus-bus menuju Jakarta, Sasak Besi namanya.

Menunggu Bus arah Jakarta


Dan pada akhirnya kami naik bus primajasa Rp45.000 sampai di daerah Jakarta Timur Cililitan saat zuhur. Kami berempat pada akhirnya berpisah. Kembali ke rumah masing-masing dengan perasaan penuh dan suka cita.


Semoga akan ada trip selanjutnya. Allahuma aamiin

Salam

@reisadara

Published with Blogger-droid v2.0.10