Senin, 05 September 2016

Maafkan mabun, Awan.

Mabun bukanlah mabun yang sempurna.

Awan, maafkan mabun. Sekali lagi mabun minta maaf. Mabun belum bisa menjadi mabun yang baik untuk awan. Rasa lelah dan kantuk membuat malam ini begitu sedih buat awan. Awan ngantuk ingin tidur dalam pelukan. Tapi kantuk yang menyerang mabun benar-benar membuat mabun abai terhadap awan.

Ada sebongkah emosi yang tiba-tiba muncul di diri. Padahal awan hanya minta digendong. Tatapan mata mabun yang tak mengenakan akhirnya mendarat di mata awan. Awan menangkap tatapan itu dengan sedikit takut dan sedih. Awan tidak menangis dan hanya berdiri memandang mabun. Entah kenapa tiba-tiba mabun sadar bahwa apa yang mabun lakukan salah.

Mabun bersyukur dengan seketika Allah membantu meredakan segala kantuk dan lelah. Mabun langsung peluk awan seketika. Baju awan berkeringat basah. Mabun menangis. Mabun salah. Mabun bergegas mengganti bajumu dan berkata maaf padamu. Meski awan tak bilang "iya" awan meredakan itu semua dengan senyuman menawan seperti biasa. Seolah tadi tidak terjadi apa-apa. Mabun ciumi awan lagi dan lagi. Dan awan pun tertawa meski kantuk tak bisa di tahan lagi.

"Mabun, endong (gendong)." tak perlu menunggu lama mabun bergegas menggendongmu dan menciumi wajahmu. Dan hanya butuh beberapa detik saja kamu sudah tertidur pulas. Melihat wajahmu yang polos mabun merapal doa sembari istigfar tak terhitung jumlahnya.

Maafkan mabun ya, Nak. Mabun masih belajar untuk menjadi mabun yang baik, yang sempurna di mata awan dan yang diridhoi Allah. Allah gusti... Ampun.

Kantuk dan lelah tak seharusnya menjadi alasan untuk menjadi abai. Titipan Allah harus dijaga sebaik-baiknya. Karena dalam tubuhnya ada asma Nya yang terus mengalir hingga dipertanggungjawabkan di akhirat kelak.

Mabun sayang sama awan, sayang sekali