Sabtu, 18 November 2017

Gadis Cungkring

Badan cungkring alias langsing yang berlebihan, jilbab langsungan ala emak2 yang hebring ibarat mau pengajian, celana jins ala pensil. Bukan terlihat elegan tapi justru semakin miris karena ibarat lidi yang pakai pakaian super singset membuatnya semakin nampak menyedihkan (kuyus syekali). Ditambah warna baju yang kadang tak pernah matching  atau tabrak warna yang penting sekenanya. Itu semua terjadi di awal-awal dirinya menyandang status sebagai mahasiswa. Di saat mahasiswa lain (teman-teman perempuannya) tampil rapi dan percaya diri dengan aneka jilbab paris segi empat warna-warni sang gadis pun akhirnya ikut terbawa pengaruh dan sedikit demi sedikit mulai terlihat rapi dari sebelumnya. Akan tetapi celana jins belel yang pudar warna birunya karena kebanyakan disikat setiap kali dicuci bahkan hingga sobek dibagian dengkul jadi andalan setia. Terkadang sangking seksinya perut dan pinggang membuat celana lebih mudah melorot karena kebesaran. Oleh karena itu dia senantiasa sematkan sabuk sebagai pengikat bukan aksesoris.  Namun lambat laun karena sabuknya hanya satu dan dipakai terus menerus sampai akhirnya keok, sang sabuk andalan  berganti menjadi tali rafia. Toh tak pernah dijadikan aksesoris jadi aman tak akan nampak tertutup kaos atau kemeja.

Siapa bilang gadis itu tak ingin berubah, ia toh manusia biasa yang masih mudah terpengaruh sana dan sini. Lingkungan teman-temannya yang menggunakan baju muslim yang sebenarnya pernah membuat dirinya kepincut untuk ikut-ikutan. Ingat, hanya sekadar mengikuti. Sekali dalam kuliah di awal semesternya ia singkirkan jins belelnya dan gunakan rok berumbai-rumbai yang ia beli di toko muslimah. Bajunya tetap biasa saja, tapi ada yang menarik ia mencoba-coba gunakan kalung meski tetap berjilbab yang lebih pendek karena dililit pada bagian lehernya. Ia ingin terlihat sebagai muslimah gaul. Tanggapan lingkungan? Hanya beberapa yang memujinya lebih anggun (terutama teman-teman anggun yang terbiasa dengan rok dan jilbab syar'i) sisanya? Tawa cengengesan bahkan mereka anggap sang gadis salah minum obat. Reaksi atas aksi tersebut membuat sang gadis pulang ke rumah dan bertekad tak akan kenakan pakaian macam itu lagi. Alhasil? Sang gadis kembali menjadi dirinya yang dulu namun kini bisa lebih menyiasati warna baju agar senada lengkap dengan jilbab segi empat paris yang semakin banyak dikoleksi.

Bertambah usia, bertambah dewasa, bertambah pula ilmu dan rekan-rekan yang benar-benar menjadi sahabat bukan sekadar teman. Sang gadis mulai terlihat risih dengan jilbab segi empatnya yang pendek. Mungkin karena  melihat teman-temannya selalu menjulurkan jilbabnya hingga menutup dada dan itu membuat terlihat nyaman akhirnya sang gadis pun lambat laun tanpa disadari mulai memanjangkan jilbabnya hingga menutup dada. Tapi tetap saja dengan jilbab paris andalannya dan celan jins yang tak pernah sirna dari bagian tubuhnya. Dalam hatinya sang gadis pernah berniat bahwa suatu saat nanti ia akan berpakaian seperti sahabat-sahabatnya. Dengan rok dan jilabab lebar, berkaus kaki, atau bahkan bergamis. Tapi entah niat itu akan terealisasi kapan? Dimana? Bagaimana dan seterusnya. Toh teman-temannya tanpa sedikitpun menyakiti hati dengan setia menyemangatinya agar menjadi perempuan yang berpakaian sesuai maunya Tuhan. Mereka tak pernah lelah mengingatkan sang gadis secara perlahan dan sabar tentang mentaati aturan Tuhan salah satunya dalam hal berpakaian.

Sang gadis akhirnya lulus kuliah. Setelah lulus ia tergabung dalam salah satu penjual sebuah prodak kecantikan. Di situlah ia mulai belajar dandan. Jika dahulu saat kuliah dia hanya terbiasa menaburkan wajahnya dengan bedak bayi. Tapi tidak dengan saat itu. Ia mulai merias diri dengan aneka polesan wajah yang membuat dirinya terlihat lebih cling. Lingkungan baru sangat berpengaruh besar bagi sang gadis. Banyak dari sahabat-sahabatnya yang mulai merasa berbeda dengan sang gadis. Entah sang gadis berdandan karena sedang jatuh cinta, atau memang itu keterpaksaan karena dia menjadi penjual prodak kecantikan. Dari ujung kaki hingga ujung kepala semuanya terpoles oleh prodak kecantikan. Perubahan itu bahkan berujung pada gaya berjilbabnya yang mulai berubah-ubah. Jilbab paris tak lagi menutupi dada. Bahkan terkadang jilbab parisnya banyak menggunakan jarum pentul atau bahkan hanya menggunakan sebuah peniti. Sisanya? Jilbab paris bisa diputar-putar modifikasi gaul ala ala. Waktunya semakin berkurang karena kelamaan dipakai buat dandan. Kalau mau solat butuh waktu ekstra untuk membetulkan jilbab setelah berwudhu. Sedikit-sedikit bercermin memastikan semua tampak rapih dan sempurna. Toh dia sudah berada di lingkungan dunia kerja yang memaksanya harus tampil elegan di depan para kliennya.

Perubahan pada sang gadis membuatnya lelah sendiri. Bagaimana tidak! Banyak waktu yang terbuang hanya sekadar untuk berdandan. Toh kalau sudah rapi-rapi sang gadis harus pakai helm untuk naik motor dan membuat jilbabnya penyok sana sini. Terlebih, pemasukan dari gajinya sebagian besar habis hanya untuk kebutuhan dirinya. Sampai akhirnya sang gadis ada pada titik tersadar. Ia seperti sedang mempecundangi dirinya sendiri. Memakai make up di depan orang tapi ketika menghamba padaNya hanya sekenanya. Perubahan ini membuatnya tak stabil padahal memang sang gadis anak yang labil. Meski demikian ia tak pernah ditinggalkan sahabat-sahabatnya yang senantiasa menuntunnya, mempengaruhinya, untuk kembali menuju jalan pulang padaNya. Semua itu butuh proses, senua itu butuh waktu. Toh sang ulat juga butuh waktu yang panjang sampai akhirnya menjadi kupu-kupu cantik.

Tuhan memang tak pernah tinggalkan hambanya yang berusaha. Sang gadis akhirnya berpindah kerja. Ia berada dilingkungan kerja yang menurutnya begitu religius karena berkaitan dengan rukun iman yang wajib dikerjakan umat Islam. Di saat semua rekan-rekan kerjanya yang perempuan bekerja mengenakan rok, hanya sang gadis sendiri yang menggunakan celana bahan. Tak ubahnya rekan kerjanya yang lelaki. Seminggu, dua minggu berlalu akhirnya sang gadis risih sendiri karena hanya dia yang berbeda. Mungkin di sanalah titik awal keterpaksaan yang akhirnya membuat dirinya berubah tampilan. Gaji dari hasil kerjanya dibelikan aneka rok rample tebal sebagai pengganti celana bahan. Cara berjilbabnya pun sudah lain. Tak ada lagi pentul di sana sini, tak ada lagi jilbab diputar ke sana kemari ibarat main tali temali. Semua sederhana, menutup dada, dan bahkan sang gadis mulai berkaos kaki. Tapi kalau yang satu ini menutup aurat bukan sebagai tujuan utama, hanya biar kakinya tidak hitam karena naik motor terus-terusan. Tak ada lagi riasan make up tebal yang membuat wajah bak pelangi. Hanya polesan bedak padat bukan lagi bedak bayi yang terpapar agar wajah tak tampak pucat. Memang sang gadis juga dalam keinginan dan kemauan untuk mendapatkan pujaan hati yang menuntunnya mengarungi kehidupan. Hal itulah yang membuatnya ingin menjadi lebih baik dan baik lagi di mataNya. Agar Dia mengabulkan keinginannya.

Setelah berkecimpung dalam dunia kerja yang demikian sang gadis berubah semakin lama semakin baik (menurut versi dirinya) tak lagi berpakaian yang syar'i hanya sebagai tuntutan dunia kerja. Tapi itu seolah menjadi sebuah karunia yang membuat dirinya merasa nyaman, aman, dan tentram. Terlebih setelah dia mengikuti sebuah kelas pelatihan akhlak yang membuat dirinya semakin mantap untuk benar-benar taat pada aturan Sang Empunya Kehidupan di setiap lini. Saat itu ibu sang gadis merasa was was kenapa anak gadis semata wayangnya tampilannya berubah menjadi seperti itu (katanya mah kaya ibu-ibu soleha) bahkan sang ibu pernah sekali protes karena jilbab sang anak terlalu panjang. Tapi di titik itulah sang gadis merasa diuji, jika dia mampu melewatinya akan ada hadiah spesial untuk dirinya. Prasangka baiknya berubah manis. Perubahan baik dari sikap dan penampilan meski dia tetap cablak dan cerawakan membuatnya bertemu dengan seorang lelaki sederhana yang bersedia menikah dengannya meski hanya berinteraksi hanya beberapa hari.

Setelah menikah akhirnya dia semakin mantap untuk menjadi seorang istri soleha sesuai kemauan suami. Istri yang patuh, sederhana, dan apa adanya. Dan itu ternyata sesuai dengan jati dirinya. Suaminya secara terang-terangan menyukai jika sang isteri tak berdandan jika keluar rumah dan itu membuat istrinya menjadi plong karena memang dia tahu tentang hal itu (banyak ilmu baru yang telah didapatnya selama proses pencarian jati diri). Toh akhirnya sang ibu juga tersadar dan mulai memanjangkan jilbabnya bahkan melebihi panjangnya jilbab sang anak. Sang ibu juga banyak memberikan masukan terkait segala hal agar sang anak menjadi lebih baik lagi, Alhamdulillah. (Ibu sang gadis akhirnya lebih banyak ikut pelatihan yang membuatnya semakin memiliki banyak ilmu yang tak pernah bosan untuk dibagi dengan anak-anaknya).
Waktu bergulir... Hari berganti hari, bulan berganti bulan hingga tahun berganti tahun. Kini gadis cungkring itu telah menjelma menjadi seorang ibu. Meski tetap cerawakan meski tetap cerewet tapi dia tetap belajar segala hal agar menjadi lebih baik dan taat lagi pada aturanNya.

Sampai pada akhirnya ia bertemu dengan sahabat-sahabatnya. Dia merasa tersentak. Dia merasa pusing berat. Bagaimana tidak jika dia melihat perubahan drastis pada sahabat-sahabatnya. Perubahan yang sungguh tak ingin dia lihat. Ada apa dengan mereka? Mengapa mereka yang dulu dengan semangat berkobar mengajak, menuntun, dan mendoakan dirinya agar bisa menjadi wanita shalihah yang berpakaian seperti maunya Tuhan kini berbalik seperti dirinya yang dulu? Mengapa  mereka kini justru bercelana jins? Mengapa mereka memoles wajahnya dengan riasan pelangi? Mengapa mereka berjilbab lebih pendek bahkan ada yang melepas jilbabnya? 

Pertanyaan itu benar-benar mengendap di kepalanya. Ia pusing sendiri, ia bingung sendiri. Tak tahu harus mencari jawabannya kemana selain bertanya langsung pada mereka. Ada apakah dengan mu, sahabat-sahabatku? Dulu kalian pernah bilang...
"Sa... Kita saling mengingatkan ya, saling mendoakan, dsb" pengingat itu yang akhirnya membuat dirinya berani bertanya langsung pada sebagian dari mereka. Itu semua karena sayang! Bukan merasa karena diri merasa paling benar atau baik. Karena merekalah sekarang dirinya bisa menjadi seperti ini. Dirinya merasa tak akan ada masalah jika bertanya pada mereka yang berubah. Tapi semua prasangkanya tertolak mentah. Tak ada tanggapan ketika dia bertanya pada mereka yang kini berubah. Justru mereka semakin menjauh dan menghindar. Asing. Mereka seolah pura-pura tak kenal.
Sedih. Gelisah. Gundah sungguh jangan ditanya. Maafkan jika diri ini salah mengingatkan. Tapi sungguh dirinya teramat sayang jika melihat mereka kini jauh seperti apa yang dulu kalian katakan.
 
Kini... Mereka entah bagaimana. Menutup kabar dari dirinya. Bukankah kita tidak boleh melepaskan sahabat? Bukankah sahabat bisa menjadi syafaat di akhirat kelak? Sungguh jika ada rasa sakit hati pada diri mereka setelah dirinya bertanya mohon berikan maaf. Dia hanya bermaksud baik, ingin memegang sahabatnya erat-erat. Tapi jika mereka memang tak lagi merasa memiliki sahabat macam dirinya, dirinya sudah ikhlas. Hanya tinggal doa yang senantiasa dipanjatkan agar mereka semua kembali ke jalanNya yang dulu selalu mereka ikrarkan. Semoga Allah senantiasa memberi hidayah kepada kita semua terutama dirinya.
Tulisan ini tidak bermaksud menyinggung atau menyudutkan siapa pun. Hanya sebagai pengingat jika suatu saat nanti saya berjalan di luar koridorNya semoga ini bisa menjadi pengingat buat diri saya sendiri. Saya sungguh mencintai sahabat2 saya dengan cara saya ini. Maafkan saya. Semoga Allah mengampuni segala dosa-dosa saya.

Gadis Cungkring itu saya
Reisa Dara Rengganis

Jumat, 08 September 2017

Serba serbi Awan, Serba serbi kehidupan (kami)


Saya percaya bahwa proses memang tidak pernah mengkhianati hasil. Alhamdulillah saya bersyukur sekali telah dikaruniai seorang anak yang luar biasa ceriwisnya. (Kaya saya, yahdutnya mah pendiem) Meski dia lelaki, saya sangat-sangat bersyukur. Usia 1tahun Awan memang sudah terlihat bakat bicaranya. Awalnya banyak ibu-ibu yang bertanya kok bisa anaknya cerewet sekali. Dengan santai saya selalu menjawab "emaknya aja bawel banget". Akan tetapi keceriwisan Awan benar-benar di luar dugaan. Selain ceriwis dia juga suka sekali teriak-teriak, entah memang bakat emaknya menurun 1000 persen atau memang dia sedang mencari perhatian. Keceriwisan Awan bertambah pesat sejak melewati usia setahun. Kepesatan inilah yang senantiasa menaburkan semangat saya untuk mengenalkan ini dan itu kepada Awan. Apa saja yang Awan dengar, hanya dalam tempo yang sesingkat-singkatnya akan ia tirukan seratus persen, meski pelafalannya tidak sejelas orang dewasa. Lihat iklan dikit langsung hapal, diajari lagu anak-anak langsung mengikuti, dan yang membuat saya kagum dia mampu menjawab pertanyaan-pertanyaan yang diajukan, berdialog dengan santai, seperti mengajak orang dewasa mengobrol alias nyambung. Saya punya tugas penting dalam hidupnya untuk mengenalkan Allah sebagai Rabbnya. Berbagai hal saya lakukan, mulai dari menceritakan kisah-kisah nabi Allah (saya memang cinta bercerita), mengenalkan segala ciptaanNya dari mulai tumbuhan, aneka hewan, tata surya, manusia, dan segala sesuatu yang ketika dikenalkan kepadanya membuat Awan merasa takjub dan menumbuhkan dan menyemai kecintaan pada Allah Sang Maha Segala. Hal itu terasa sekali ketika ada kalimat-kalimat yang keluar dari mulut ya. (Kalimat lho bukan sekadar kata)
"Nabi Ibrahim tidak panas dibakar Api, Allah baik ya,Bun."
"Matahari panas, besar, baju Awan jadi kering, Allah hebat ya, Bun"
"Nabi Yunus ditelan ikan Paus ya, bun? Bukan dimakan? Nabi Yunus minta maaf Allah. Awan sayang sama Allah"

Iya, sejak usia setahun setengah, saya kenalkan Nabi-nabi Allah ke Awan. Mukzijat apa yang didapat oleh nabi-nabinya selalu dia ingat dan itu menumbuhkan rasa tersendiri bagi Awan bahwa memang Allah itu Maha Keren. Menceritakan kisah Nabi dengan media buku cerita memang sangat membantu sekali, saya menggunakan buku My First Quran story untuk hal itu. Akan tetapi, hal yang membuat saya merasa takjub dengan Awan ialah ia dengan mudah mengingat dan menceritakan kembali kisah-kisah nabi diikuti dengan intonasi penekanan yang saya gunakan. Persis. Bahkan tanpa membuka buku pun dia bisa hapal dialognya.
Mengenalkan berbagai ciptaanNya seperti Matahari, bulan, bintang, tumbuhan, hewan, dan sebagainya saya gunakan banyak media yang sekaligus menstimulus motorik halus dan kasarnya. Kebanyakan mainan yang saya buat dari kardus bekas susu, bahan alam dsb. Ketika saya ajak bermain dia sangat antusias (namanya juga anak-anak). Membuat ini dan itu tentu dan selalu semua itu saya kaitkan dengan Allah. Misal saat membuat bulan, saya ajak dia menempelkan kolase di media bentuk bulan, saya jelasakan bahwa Allahlah yang menciptakannya,  kapan bulan ini ada, bulan ini selalu berzikir kepada Allah, dia sangat patuh pada Allah, dsb. Begitu saat dia real berhadapan dengan bulan, Taraaaa....
"Ada bulan tuh, Mabun (sambil nunjuk ke langit), bulannya bersinar, bulannya patuh sama Allah, hai bulan... Dada bulan (sambil melambai-lambai ke bulan), patuh samanAllah ya, Awan juga patuh sama Allah)" ujaran ini membuat saya tersenyum puas kepadanya.
Saya benar-benar terkesan sama balita ini, segala yang saya jelaskan sangat mudah direkam, misal dia melihat semut, seketika itu juga dia akan mejelaskan ke saya bahwa semut itu diperbolehkan lewat oleh Nabi Sulaiman, bahwa semut temannya nabi Ibrahim (saat nabi Ibrahim dibakar api, semutlah yang bantu memadamkan api dengan air). Ketika melihat, cicak Awan pun lari dan memberitahu saya kalau cicak itu tidak baik (saya hanya memberikan istilah baik dan tidak baik sampai saat ini) karena meniupkan api ketika Nabi Ibrahim di bakar dan memberitahukan persembunyian Nabi Muhammad saat di dalam gua. Dari semua hewan yang saya kenalkan, Awan  sangat suka dengan burung hud-hud (Kisah Nabi Sulaiman),  Paus (kisah Nabi Yunus), dan Unta ajaib (kisah Nabi Saleh). Hanya sampai disitu saja? Awan juga saya kenalkan dengan 4 Imam Besar (Hanafi, Maliki, syafi'i, dan juga Hanbali). Entah kenapa dari kesemua kisah 4 imam ini Awan sangat-sangat terpesona dengan Imam Hanbali.
Saya ingat beberapa waktu lalu, ketika mengajak Awan untuk melukis buah apel pada gambar pohon yang telah saya buat. Seketika itu juga dia berkata.
"Mabun, gambar apelnya kaya yang di cerita Imam Hanbali ya. Imam Hanbali sama ibunya gak punya uang buat beli makan, Imam Hanbali ke hutan dapat apel buat ibunya. Imam Hanbali sayang sama ibunya. Allah baik ya, Mabun Karena kasih Imam hanbali apel buat dimakan..." Mabunnya diem,, terus bengong terkaget-kaget karena kisah imam Hanbali saya kenalkan sudah lama sekali saat dia usia satu setengah tahun. Tak puas dengan kalimatnya, Awan bergegas mengambil buku kisah Imam Hanbali dan segera membuka halaman, lalu menunjukkan gambar apel yang dipungut Hanbali pada saya. "Tuh, kan bun, Awan tahu" ciuman hangat mendarat dikeningnya (kebahagiaan  yang membuat saya semakin bersyukur). Di sini yang saya tekankan bahwasannya Awan sangat-sangat mengetahui bahwa inti dari ini semua adalah karena Allah, terlepas dari dia sangat ingat kisah dan mampu menunjukkan apa yang diucapkannya. "Allah baik, ya bun" itu bagi saya sudah sangat cukup sekali.
Masuk usia 2 tahun, kisah-kisah Nabi alhamdulillah hampir semua sudah dikenalnya, dihapalnya, dan dicoba untuk direalisasikan dalam hidupnya (keteladanannya). Saya dan yahdutnya juga sudah mengenalkan salat (meski kalau saya lagi salat dia selalu naik ke kepala saya saat sujud dan berkata lagi naik kuda) tapi setidaknya dia selalu ikut berdoa. Tapi, lambat laut toh dia mulai sedikit-sedikit mengikuti gerakan solat dengan takbir, sujud, dan rukuk (meski pada bagian ini dia seperti adegan mau salto). Dulu saya selalu berdoa di dalam hati, ternyata apa yg saya kerjakan ditiru plek sama Awan. Dia ikut mengadahkan tangan tapi mulutnya komat kamit nggak jelas. Akhirnya saya ganti dengan melafalkan apa-apa saja yang menjadi doa saya (saya berdoa menggunakan bahasa Indonesia, agar Awan tahu apa yang saya minta kepada Allah). Tak berlangsung lama Awan pun mengikuti juga. Dia ikut berdoa mendoakan mabun dan yahdutnya dan yang paling membuat saya tersenyum saat dia berdoa seperti ini.
"Ya Allah, Awan minta kereta Api terbang, Ya Allah. Semoga Awan, mabun, dan yahdut sehat terus bisa naik kereta api terbang, aamiin" Awan memang okeh sekali. Saya memberitahu bahwa dia bisa minta apa saja ke Allah. Apalagi kalau di surga nanti (saya sudah kenalkan ke Awan tentang surga dan neraka)  Makanya dia terobesi minta kereta api yang bisa terbang karena dia memang sangat suka sekali naik kereta api. Oke, imajinasinya boleh juga.
"Mabun, boleh tak minta kereta api terbang?" Matanya secara bulat penuh mengharapakan jawaban iya dari saya. Dan saya pun mengangguk mantap. "Boleh, Nak.
Selain itu semua, yang kami (saya dan yahdutnya) lakukan adalah memberi keteladanan tentang akhlak. Tersenyum, makan dan minum sambil duduk dan menggunakan tangan kanan, memulai segala sesuatu dengan bismillah dan menyudahinya dengan hamdallah, mengucapkan tolong, terima kasih, meminta maaf, membaca doa sebelum tidur, salim kepada orang yang lebih tua, mengucapkan salam, sayang pada hewan (terutama kucing) dengan memberinya makan, membuang sampah pada tempat sampah dan banyak hal lainnya yang alhamdulillah semunya langsung ditiru oleh Awan. Menyenangkan dan bersyukur sekali. Bahkan ketika Awan mendapat makanan dari tetangga, tak segan-segan dia mengucapkan terima kasih ke Allah dulu, baru kemudian kepada yang memberi.
"Terima kasih ya Allah, Awan dapat ayam goreng, makasih ya Emih (panggilan kepada nenek di sebelah rumah yang telah memberinya ayam goreng) rasa syukur memang harus dinyatakann, seperti yang dituliskan dalam Quran (Addhuha: 11) dan itu menjadi pengingat bagi saya untuk meniru cara Awan dalam bersyukur. Memang, siapa saja yang bersyukur maka nikmatnya akan ditambah oleh Allah, rasa syukur yang Awan nyatakan membuatnya selalu dan terus-terusan mendapatkan rezeki entah berupa makanan, mainan, atau buku-buku dari siapa saja yang senang dengannya baik yang dekat maupun yang jauh. Alhamdulillah. (Makasih buat semuanya yang sudah perhatian dengan Awan, semoga Allah membalas semua kebaikan kalian. Aamiin)
Dari kesemuanya ini sepertinya saya tidak menemukan masalah apa-apa dari Awan, semua seolah baik-baik saja, sampai akhirnya dia suka sekali bertanya dengan kata "kenapa?" (Sebelumnya dia suka bertanya dengan kata "apa" minta dijelaskan ini dan itu) Dan itu tidak pernah berhenti sampai ia mendapatkan jawaban yang membuat dirinya merasa yakin dan puas.
"Kenapa harus patuh sama mabun dan yahdut? Kenapa harus makan? Kenapa kuman nggak kelihatan? Kenapa matahari terbenam? kenapa Awan nggak boleh marah-marah? Kenapa yahdut kerja? Kenapa mabun masak? kenapa bobo siang? Kenapa harus Allah (maksudnya solat)? Kenapa pakai sendal? kenapa mandi? Kenapa yahdut baik? Kenapa ekor kucing goyang-goyang? Kenapa mainan harus diberesin? Kenapa mabun sakit? Kenapa jangkrik bunyinya gitu? Kenapa menggambar? Kenapa layangan bisa terbang? Kenapa dan kenapa yang lainnya. Hal ini yang membuat saya semakin yakin bahwasannya jadi seorang ibu haruslah cerdas. Bagaimana kalau sang ibu memberi jawaban yang sekenanya dan seadanya? Saya sangat bangga karena banyak ibu yang menjadi ibu profesional dengan berbagai macam gelar sarjana yang telah disandangnya semata-mata untuk mendidik anakanya karena Allah. Menuntut ilmu itu perintah Allah, dan mengajarkannya pun demikian. Jawaban yang diberikan atas pertanyaan Awan benar-benar harus logis, jujur, dapat diterima, dan harus mudah dicerna olehnya karena yang dia tanya adalah sebuah alasan bukan sebuah penjelasan. Tak pelak saya mendapatkan pujian darinya ketika saya mampu menjawab pertanyaan darinya
"Mabun hebat, Mabun keren, Mabun pinter" atau "yahdut pinter, yahdut cerdas" Dan jawaban itu  semua direkam jelas olehnya. Gantian, giliran saya yang bertanya pada Awan dengan pertanyaan kenapa? Dia pun punya jawaban sungguh-sungguh membuat saya terpesona, takjub, bahagia, dan puas. Misal : Mas Awan, kenapa mainannya diberantakin?
"Kan Awan lagi main bun, nanti Awan beresin lagi, biar bersih, biar mabun gak capek, kan Awan patuh sama mabun sama Allah" mak nyoiii rasanya.. jadi meskipun berantakannya seharian (dari pagi sampai sore) tetapi dia selalu ingat untuk merapikan mainannya, memasukkan mainan sesuai dengan label nama mainannya (tempat lego, tempat mobil-mobilan) meski cara penyusunannya masih belum sempurna.
Sampai suatu hari, bagai dapat siraman air panas saya shok terkaget-kaget ketika Awan berteriak-teriak menyanyikan lagu ayu ti*ng2 yang berjudul sambal*do. Ya Allah gusti dapat denger lagu itu dari mana? Kapan saya kecolongan? Padahal hampir 24 jam Awan sama saya. Saya memang punya tv tapi sama sekali gak dapat saluran tv manapun hanya bisa nyetel dvd (itupun kasetnya barney, atau film2 india kesukaan saya). Saya tanyakan lagu apa itu? Awan hanya senyum malu-malu sambil bilang dari teteh. (Saya baru sekali pindah rumah ke daerah Padaherang, di sini saya punya banyak tetangga yang memiliki anak kecil dari usia balita sampai usia remaja) memang dia tidak sampai habis menyanyikan lagu itu, tapi satu bait lagu itu dihapalnya sambil dia bergoyang. (saya akui saya memang suka menari dan itu nurun ke Awan)
"Mas Awan kenapa nyanyi lagu itu?
"Karena teteh nyanyi lagu itu, lagunya enak. Awan suka" mak jeger. Tadinya saya mau esmoni level 12 tapi saya tahan. Saya cuma bilang, itu lagu gak baik mas, mending mas Awan nyanyi lagu nabi-nabi (lagu 25 nabi yang dulu dinyanyikan Dea Ananda). Tapi Awan tetep saja menyanyikan lagu yang belum sesuai dengan umurnya itu. Saya alihkan dengan lagu sentuhan boleh dan sentuhan tidak boleh, tetapi tetap saja Awan kukuh dengan lagu yang baru didengarnya. Akhirnya saya nyanyi lagu pamungkas kesukaan Awan, Indonesia raya secara keras biar lagu yang dia nyanyikan kalah suara toh mumpung dia belum hapal banget lagu sambal*do itu. Trik saya berhasil, serta merta Awan mengikuti lagu yang saya nyanyikan (alhamdulillah dia berhasil dialihkan) Awan sudah hapal lagu Indonesia Raya. Tapi ternyata itu tidak berlangsung lama. Oke, saya banyak melakukan cara. Dari mulai memberitahu teteh (tetangga sebelah) agar tidak menyanyikan lagu-lagu yang tidak jelas di depan Awan karena dia sangat mudah menghapal. Sampai akhirnya saya menemukan moment, bahwa inilah saat yang tepat agar dia lebih senang mendengar ayat-ayat Al-Quran ketimbang lagu gak jelas. Memang selama ini saya hanya mengenalkan Al-Quran melalui cerita-cerita para nabi, hewan-hewan yang terdapat dalam Al-quran, buah-buahan yang disebut di dalam Al-Quran dan sebagainya.
Bismilah, seperti yang sudah saya niatkan. Saya pun membacakan Ayat-ayat Al-Quran ditelinganya saat ia mau tidur, setelah selesai salat, saat ia bermain. Sehari bisa saya ulang sampai ratusan kali. Pertama sekali yang saya bacakan adalah surat Al-fatihah. Dan ternyata, apa yang saya lakukan membuahkan hasil. Tidak sampai seminggu, Awan sudah hapal Alfatihah. Tanpa diminta membacanya dia sudah membaca surat Al-fatihah sendiri. Saat dia bermain, setelah salat dia sendiri yang mengulang-ngulang bacaan itu, bahkan ketika dia teriak-teriak yang dibacanya pun surat Al-fatihah. Hal itu membuat saya yakin bahwa memang Al-Quran sangat mudah dipelajari *dipelajari dalam hal ini maksudnya untuk dihapal oleh Awan*. Selain melakukan hal itu, saya juga mengurangi jam bermain Awan dengan anak-anak tetangga karena yang teramat saya sadari anak-anak di sini perkataannya sangat-sangat tidak baik. Bayangakan saja mereka terbiasa menggunakan umpatan anji*g, beg*, kepada sesamanya saat bermain bahakan berani memakai umpatan itu terhadap orangtuanya. Lingkungan baru saya ini di sebuah desa, yang nilai-nilai kesopanannya menurut saya mulai luntur. Banyak orangtua yang bekerja di Jakarta dan menitipkan anak-anak mereka pada nenek dan kakeknya. Bahkan, mereka terbiasa memukul, menedang jika sedang bermain. Kadang mereka merebut mainan Awan dan membuatnya jadi bahan ejekan, padahal kebanyakan dari mereka berada di usia sd-smp, sedangkan anak-anak yang seusia Awan di sini rata-rata bicaranya belum jelas. Jadi Awan kurang bergairah jika bermain dengan anak-anak yang menurutnya belum bisa diajak diskusi alias ngobrol. Saya sudah konsultasikan kepada yahdut Awan terkait hal ini dan alhamdulillah dia sangat mendukung sekali untuk mengurangi waktu bermain Awan bersama anak-anak sini tetapi sama sekali tidak mengurangi porsi bermainnya. Saya sangat senang bermain hal-hal baru dengan Awan, membuat aneka mainan, membuat kue bersama, dan menghabiskan waktu berdua (ketika yahdut kerja) bersama Awan. Meskipun pada akhirnya saya harus mendengar komentar-komentar yang nyelekit dari para tetangga
"Awan mah kasihan, dikerem di rumah aja sama mabunnya. Dikunciin, gak boleh main di luar." And the blah and the bluh, and embuh. Saya harus budekin kuping dan tetep pasang senyum manis dan ikhlas jika mendengar komentar ini. Nggak apa2 saya dikomentarin gitu yang penting Awan saya tidak terpengaruh dengan perkataan yang tidak baik dan perlakuan yang tidak menyenangkan dari anak-anak lingkungan sini. Toh setiap sore, Awan saya kasih kesempatan main di luar rumah agar tidak bosan. Jadi emak-emak memang begitu, tak perlu risih apa kata orang yang penting yang kita lakukan selalu berada dalam koridorNya. Dari dulu saya sudah kebal jika dibicarakan (dari mulai saya menyapih Awan dengan susu uht ketimbang susu bubuk, bahkan sampai saat ini ketika orang heboh anti vaksin dan saya tetap memvaksin anak saya sebagai bentuk ikhtiar). Bagi saya yang terpenting tidak apa-apa mereka menyakiti saya dengan kata-katanya yang dilontarkan dengan santai daripada saya membalas atau sekadar menjelaskan tapi mereka tak mau mendengarkan. Senyumin dan diamkan saja.
Kejadian lagu yang dinyanyikan Awan saat itu membuka diri saya sebagai seorang ibu yang ingin mengenalkan lagi dan lagi tentang kalam Allah terhadap Awan. Dan alhamdulillah sampai saat ini tak sampai sebulan (kami pindah bulan Juli dan kejadiannya di pertengahan Agustus) Awan sudah menghapal 4 surat di usianya 2 tahun 4 bulan. Sebenarnya kalau lihat postingan teman-teman di fb terkait berbagai mainan yang bisa mengaji dll, ingin sekali rasanya saya membelikan untuk Awan. Tapi keinginan itu masih harus ditampung dalam doa dulu karena kemampuan diri belum sampai pada tahap tersebut. Meski saya belum mampu membelikan mainan-mainan mahal yang punya efek kebaikan tersebut saya tak cepat redup. Saya yakin meski mulut saya harus sampai berbusa dalam menyampaikan ayat-ayat suci kepada Awan, saya siap saya ridho karena saya masih punya kemampuan untuk itu dan saya sudah peroleh hasilnya. (Emak-emak jangan kuat ngoceh aja, ngajinya juga harus kuat hehehe)
Tapi meskipun kelihatannya Awan sempurna sekali, sejatinya dia juga anak-anak biasa yang punya banyak kekurangan. Awan itu penakut (sama seperti saya, tapi kalau di depan Awan saya harus terlihat berani), Awan kalau sudah ngeyel mau dibujuk rayu sampai jungkir balik tidak akan digubris cara ampuhnya mending saya tinggalkan daripada saya memancing esmoni yang menyeramkan jika keluar dalam diri. Tapi dari sekian banyak sikap kekurangan tersebut saya menyadari bahwa anak saya daya keseimbangannya kurang baik. Awan mudah nabrak sesuatu, mudah jatuh, mudah menumpahkan sesuatu. Entah karena memang ini pengaruh dari bentuk kepalnya yang tidak bulat/lonjong sempurna karena saat lahir dia ditarik sehingga bentuk kepala bagian belakang tidak seimbang (besar sebelah). Meski dia sering diledek kepalanya besar oleh anak-anak tapi saya selalu menjawab bahwa volume otaknya juga besar jadi dia cerdas (bukankah kata-kata adalah doa? Saya sangat meyakini itu) saat ini Awan tidak begitu atau terlalu peduli dengan ejekan kepalanya yang besar tapi mungkin nanti saat dia menanyakan hal tersebut saya sudah menyiapkan amunisi jawaban yang tentu akan membuat dia merasa puas. Saat ini Awan selalu memakai pakaian usia 4th karena baju seusianya tidak pernah muat dibagian kepalanya (kerah) saat memakai kaos yang harus masuk melewati bagian kepala. :) Di mata mabun, Awan sudah amat sangat sempurna. Terima kasih Ya Allah.
Akan banyak ujian yang akan kita lewati bersama, Nak dan juga Yahdut. Selama kita tetap bergandengan tangan, saling menguatkan, dan tetap berjalan dalam koridorNya, InshaAllah jalan yang gelap gulita sekalipun akan bisa kita lalui. Bersabar dalam segala hal dan bersyukur kita jadikan sebagai perisai diri. Mari kita jaga bahagia dan bahagia dalam penjagaanNya.

Alhamdulillah, Malam takbiran Idul Adha
31 Agustus 2017
Catatan Mabun Cantik sedunia .

Selasa, 08 Agustus 2017

Ketika sariawan dan graham bertemu

Yap, ketika graham di belakang tumbuh
Ia bertemu dengan sariawan
Awalnya hanya berkenalan sekadar say, hi
Lama-lama ia justru berteman
Mereka asyik mengobrol ngalor ngidul
Tanpa mempedulikan bahwa sang empunya mulut tak bisa berbuat banyak
Menahan sakit dan risau karena perih yang merebak di sekitar
Merintih lagi dan lagi
Tak ada sesuap nasi atau seteguk air yang masuk
Perut berangin kosong melompong
Bibir kering terkelupas tanda dehidrasi tingkat atas
Ikhtiar terus dilakukan, lalu dokter menjadi alternatif usaha
Obat didapat tapi senyum belum menghinggap karena sang anak masih saja merintih
Rintihan diganti doa, setiap merintih diganti seteguk air putih
Alhamdulillah semua berjalan ada kemajuan
Air putih masuk, bubur semangkuk pun demikian
Sedikit demi sedikit wajahnya kembali ceria, mengisi suasana rumah yang sepi tanpa celotehnya
Ya Allah Ya Rabbi sembuhkanlah awan dari sariawan dan segera bebaskan graham agar berdiri tegak sejajar. Aamiin

Sabtu, 05 Agustus 2017

Sakit... Sakit

Sejatinya rasa sakit yang kita alami itu menggugurkan dosa. Lalu jika sakit yang dialami oleh anak kita yang masih balita, menggugurkan dosa siapa?

Ya Allah, rasanya melihat anak sakit diri ini ikut merasa sakit. Ternyata ini rasanya menjadi seorang emak. Di saat anak sakit dan gak ada satu suap atau seteguk makanan dan minuman yang masuk rasa-rasanya seperti mau meledak saja.

Merintih kesakitan, makan tak minum tak, hanya mau dipeluk, digendong, dan dicium-cium. Tapi jika terus begini yang ada kondisi sang anak justru semakin drop.

Awan, dua hari ini mengeluh sakit pada bagian mulutnya. Dicek, ternyata grahamnya tumbuh. Dan itu membuat badannya panas. Ditambah tak ada makanan yang masuk alhasil perut jadi kembung. Dampaknya? Rewel seharian. Ya Allah. Emaknya sampai nggak bisa ngapa-ngapain. Mandi pun tidak, yang penting anak tenang.

Berbagai rayuan untuk membuat perutnya kenyang ditolak dengan tangisan dan teriakan. Mulutnya perih kalau bertemu dengan berbagai makanan yang disuguhkan. Padahal dari mulai nasi, ubi, sampai bubur sumsum sudah dibuatkan.

Cuma bisa berdoa agar Allah menguatkanmu dalam mencerna makanan dan minuman nak. Seharian tak mau ini itu. Mana diri ini sedang tidak solat. Tapi hamba yang kecil ini tak pernah berhenti berdoa agar buah hatinya mau menelan makanan barang sesuap.

Alhamdulillah malam ini dengan bantuan pasukan anak-anak tetangga awan pun mau menelan bubur sum-sumnya. Meski dengan aneka drama, permainan, dan support rekan-rekan tiada tara. Meski cuma 7 suap tapi emakmu ini bahagia, nak. Setidaknya itu yang akan mengenyangkan perutmu dan membuatmu terlelap tidur. Kalau lapar, kujamin tidurnya tak akan pulas.

Alhamdulillah, terima kasih Ya Rabb, Engaku kabulkan doa hamba dan suami. Makasih yahdut yang telah bolak balik ngecek awan meski sedang kerja. Semoga yahdut senantiasa diberi kesehatan dan kebahagiaan bersama mabun dan awan. Allahuma aamiin.

Dengan kasih,
Mabun Awan

Rabu, 02 Agustus 2017

Bun... Bun..

Panggilan Mabun merupakan panggilan yang super duper khas buat saya. Bagaimana tidak? Itu merupakan perpaduan antara mama dan bunda. Awan pun sudah lihai dan lincah memanggil saya dengan panggipan tersebut. Bahakan sesekali dia malah meledek dengan panggilan. maKbun, MaBon, dan sebagainya.

Akan tetapi akhir-akhir ini #halah baru dua hari ding, dia hanya memanggil saya dengan sebutan Bun... Bun... Tanpa ada panggilan Ma di awalnya. Ketika saya selidiki kenapa kata Ma nya melesap saya mengetahui bahwa tetangga dan sanak saudaranya sering memanggil dan membahasakan istilah bunda ke awan jika sedang menayakan saya. Oh tidak...

Dan dua hari ini awan memanggil saya bahkan dengan panggilan bunda... Kok saya jadi merasa risih. Saya risih bukan karena apa tapi karena tak terbiasa. Seperti bukan saya yang dipanggil. Saya menyatakan ke Awan kalau saya lebih suka dipanggil Mabun. Tapi, namanya juga anak-anak. Awan malah sengaja meledek saya dengan memanggil panggilan bunda sembari mendayu-dayu. Dan saya pun meresponnya dengan muka jelek jika saya dipanggil bunda. Buahahahahha

Berbeda jika saya dipanggil Mabun. Maka saya akan tampilkan muka sumringah yang tak terelakan membuat bahagia #apalah

Oke balik lagi ke kata dan panggilan Bun... Yahdut selaku yayah awan sudah mengetahui hal itu. Dia juga sudah mengingatkan awan agar memanggil mabun dengan baik. Tapi akhirnya yahdut malah ikut-ikutan meledek. Cie... Bun... Tapi ya gak salah juga kan MaBun perpaduan dari Mama Bunda. Mungkin kata Bun itu sebagai panggilan hemat aja kali ya. #pembelaan

Saya tetap akan mempertahankan predikat Mabun sebagai panggilan. Semoga bisa bertahan terus aamiin

Oke sampai jumpa lagi esok :) kemarin lupa. Semoga besok tidak. Aamiin

Senin, 31 Juli 2017

Awan dan Kenapa

Awan, tidak terasa tepat di bulan April tanggal 15 kemqrin usianya sudah menginjak 2 tahun. Cepat sekali bukan? Awan sekarang sedang dalam fase senang bertanya. Alhamdulillah Awan semenjak usia 1,5 tahun sudah lancar berbicara malah terkesan ceriwis karena siapa lagi coba kalau bukan nurun emaknya yang keceh ini #abaikan

Balik lagi ke Awan. Pertanyaan Awan selalu muncul saat dia melihat sesuatu yang baru, mendengar hal yang baru, atau apapun pasti ditanyakan. Namun entah kenapa semua diawali dengan kata tanya "Kenapa?" Sebagai contoh berikut yang pernah Awan tanyakan sampai-sampai emaknya kewalahan jawabnya. Hehehe

*Kenapa Mabun menangis?
*kenapa layang-layangnya bisa terbang?
*Kenapa semutnya kecil?
*Kenapa awan jadi soleh?
*Kenapa harus masuk surga?
*Kenapa mengaji?
*Kenapa Allah? (Ini maksudnya kenapa harus solat)
*Kenapa berdoa?
*Kenapa ditelan ikan paus? (Kisah Yunus)
*Kenapa bukunya ditutup?
*Kenapa mabun pusing?
*Kenapa ayah kerja?
*Kenapa beli susu mimi?
*Kenapa diputer-puter?
*Kenapa bisa nyala? (Ini nunjuk ke spiner)
*Kenapa dikasih air?
*Kenapa dibersein?
*Kenapa makan?
*Kenapa sikat gigi?
*Kenapa Awan gak ikut?
*Kenapa bukan barney?
*Kenapa ditutup?
*Kenapa mandi?
*Kenapa dan Kenapa lainnya.

Semua ini harus dijawab, siapa lagi kalau bukan sama emak dan bapaknya. Tapi jujur lebih banyak jawaban emaknya. Dan tahukan hal yang membuat mabun bahagia ketika bisa menjawan itu semua? Awan akan segera memuji mabun bahwasannya "Mabun pinter, Mabun hebat, dan Mabun cantik" coba... Ibu mana yang tak bahagia bila dipuji oleh anaknya? Akan tetapi, itu semua akan lebih membuat emaknya bahagia kalau Awan benar-benar memahami jawabannya?

Ketika Mabun atau Yahdut memberikan pertanyaan kepada awan diawali dengan kata kenapa, Awan akan segera menjawab dengan jawaban, "soalnya.... Karena.... Gitu  mabun... Hehehe" atau "gak kenapa-kenapa" buahahahahahha

Itu malah terkadang membuat mabun ngakak.

Jadi ibu itu harus cerdas kalau mau punya anak yang super duper cerdas. Makanya menuntut ilmu itu harus sampai akhir hayat. Semoga ilmu yang diturunkan anaknya menjadi amal yang memberatkan di masa timbangan nanti. Aamiin

#menulislagi #ayobisa

Salam Mabun cantik sedunia akhirat.

Jumat, 21 Juli 2017

Hijrah Membawa Berkah

Sudah seminggu ini keluarga Awan pindah ke daerah Jawa Barat tepatnya di Padaherang. Kami pindah ke sini mendekati tempat kerja Ayah awan.

Wow segala sesuatu menjadi hal baru yang berbeda serta menarik untuk dilalui. Awan? Jangan tanya, dia langsung punya banyak kawan meski usia di atasnya. Meski kadang kami tidak paham bahasa Sunda tapi kami senang karena banyak yang datang mengunjungi kami silih berganti. Semoga keberkahan senantiasa menaungi keluarga kami. Dan semoga keluarga kami mendapat Ridho Allah. Aamiin :*