Kejadian 11 November 2012
Berkhianat Untuk Selamat
Siang itu hujan masih deras. Sebagian
halaman yang terlihat dari kaca tergenangi air. Aku Nila dan Inai saling
berpandangan. Sudah hampir satu jam kami bertamu di rumah Mas Endo. Sebutan
akrab kami bagi senior IKSI yang telah lama bergelut dengan PDS HB Jassin.
“Tunggu hujan reda saja” Ucap Mas
Endo yang bersandar pada kursi roda
sambil bersusah payah mengangkat tangan kiri dengan tangan kanannya. Stroake.
Beliau terserang penyakit yang saat ini tengah popular di kalanga masyarakat
Indonesia. Ya kami berada di sana karena dua hari sebelumnya mendengar kabar
bahwa beliau sudah terserang stroake sejak tiga bulan yang lalu.
Aku sebagai salah satu junior yang
banyak sekali mendapatkan kebaikan darinya merasa terpanggil untuk melihat
keadaan beliau secara langsung. Dan Alhamdulillah di Minggu siang ini Tuhan
memberikan kesempatan.
“Iya Mas” Jawab Nila disertai
anggukan kepala antara aku dan Inai yang saling menyambung. Sembari menunggu
hujan menuntaskan air kehidupannya bagi semesta berhenti kami banyak mengobrol.
Tentu saja obrolan kami seputar sastra dan saudaranya. Tapi diantara kami
bertiga Nilalah yang banyak mendapatkan pertanyaan dari Mas Endo. Selain karena
dia masih resmi menyandang status sebagai mahasiswa dirinya juga tengah dalam
masa pelepasan status tersebut. Skripsi. Yup tepat sekali. Pertanyaan yang
dilontarkan tidak jauh-jauh dari kegiatan skripsi yang sedang dikerjakannya. Semester
ini adalah targetnya untuk segera menyelesaikan hal yang seharusnya semester
lalu ia tuntaskan. Demi skripsi inilah sekarang ia cuti menjadi Ibu kepala
sekolah.
Beberapa obrolan sudah puas terlempar
dan tertangkap diantara mulut dan pendengaran kami. Tidak ingin terlalu lama
mengganggu waktu istirahat beliau kami putuskan untuk pamit. Lagi pula hujan
sudah semakin berdamai dengan niat kami. Hanya rintik yang kini menaungi.
Setelah pamit kami pun segera memakai
alas kaki yang berada di samping mobil carry
yang terparkir. Sepatu Inai sedikit basah tak terkecuali denganku. Di
antara kami bertiga hanya aku dan Inai yang membawa payung. Setelah membuka
payung unguku Nila segera bersambut dan berada di sisi kananku. Sementara Inai
masih sibuk bercengkrama dengan tali-tali sepatunya.
Pandangan kami mengarah ke depan.
Selain melihat jalan raya yang sedikit sepi dari lalu lalang kendaraan. kami
melihat ada dua ekor soang yang sedang mondar mandir tak karuan sambil berpesta
rintik hujan. Jujur saat itu yang ada dipikiranku bingung antara mau melaju ke
depan dengan risiko akan disosor (maklum trauma) atau menunggu sampai yang
punya soang itu muncul agar kami bisa melaju dengan aman tentram dan damai.
Belum sempat aku putuskan Nila yang
berada di sebelahku mengajak kaki ini untuk melangkah maju.
“Tenang rei… pokoknya tenang aja.
Kalau kita panik nanti dia bisa ngejar kita. Pelan-pelan saja” Ujar Nila
memberikan motivasi sambil melangkah perlahan-lahan. Jujur aku mengikuti saja.
Karena terus terang Nila omongannya patut untuk di dengarkan. Saat melangkah
kebetulan Nila ada di sebelah kananku. Dan jujur keberadaan Nila cukup menutupi
pandanganku terhadap soang-soang itu. Aku masih jalan perlahan hingga tiba-tiba.
“Aaaaaaaaaaaaaaa” dengan kecepatan
bulan dan seluruh planet yang berputar Nila lari tidak karuan meninggalkanku.
Lari dan teriakannya itu benar-bener membuat soang-soang itu semakin mendekat.
Karena kaget aku pun hanya ikut berlari tanpa memperdulikan apa yang terjadi.
Yang pasti aku yakin soang-soang itu mengejar langkah-langkah kaki.
“Nilaaa…. Kurang asem banget sih. Sumpah-sumpah”
sewotku sambil bernapas tersengal-sengal. Sepatuku sudah basah karena masuk ke
dalam kubangan. Sementara payung yang kupegang ku arahkan entah ke siapa yang
pasti kepalaku terguyur rintik hujan. Nila hanya tertawa sambil memegang
perutnya.
“Ngeselin banget sih… nyuruh
tenang-tenang tahu-tahu lari duluan” aku masih meracau menahan kesal meskipun
sebenarnya ada tawa yang tersungging dipinggir emosi.
“Maaf…rei… hehehehe” ujarnya menahan
tawa dan segera saja aku melihat Inai. Yang masih berdiam diri di sebrang sana.
Kami meninggalkan dia begitu saja tadi.
“Pelan-pelan Nai” teriak Nila
berusaha menyemangati Inai agar melangkah pelan-pelan. Tapi Inai tidak mau
melangkah karena mungkin dari tadi dia melihat kelakuan dan kejadian yang kami
alami. Inai sepertinya memiliki trauma juga. Dia lebih memilih berdiam tubuh
sambil memanggil kami agar menghampirinya.
“Gue takut nai” ujarku pelan mungkin Inai
tidak dengar juga karena jaraknya lumayan ada sekitar 10 m dari kami.
“Duh beneran deh kalau untuk yang
satu ini aku nyerah… duh mas-masnya mana ya aku nggak berani” ujar Nila
bergumam ke arahku. Dan ternyata aku baru tahu kalau Nila juga takut sama
soang.
Soang itu kulihat semakin
menjadi-jadi dalam bertindak. Kepalanya bisa panjang dan lurus 180 derajat
bersiap menyosor siapa saja yang coba mendekat atau bahkan lewat. Inai semakin
panik apalagi anjing tetangga ikut mengaum cetarrr membahana berbaur dengan suara
soang yang melengking tak merdu tersapu rintik hujan. Keadaan seperti ini harus
sampai kapan? Aku bertanya sendiri sampai akhirnya seorang bapak-bapak dari
arah sebelah rumah Mas Endo keluar. Ia membatu Inai untuk melewati soang-soang
itu dan tak lupa anjning berbulu coklat tua. Fuih akhirmya kita bisa berada di
luar pintu gerbang. Tentu saja aku dan Nila terkena sewotnya Inai karena merasa
ditinggalkan. Aku yang sewot juga tak mau kalah ikut menyalahkan Nila.
Hahahahah
Dan di angkot pun Nila mengucapkan
maaf sekali lagi secara professional
“Untuk yang tadi maaf ya… beneran
deh. Sibuk menyelamatkan diri” Ujar Nila cengengesan
“Tenang aja nil… nanti aku tulis
dicerita judulnya “ berkhianat untuk selamat” hahahha. Lagian nyuruh orang
tenang-tenang sambil jalan pelan-pelan eh Lo malah ngabur duluan” jelasku dan
kami pun tertawa menutup suasana rintik hujan menjelang petang
Salam
Rd. Rengganis
12 November 2012
hahahahah
BalasHapusapik-apik, lihat judul e bikin penasaran...
mungkin Mas Vbi mau dijadikan naskah komik... :D
makasih mas sudah mampir, salam kenal :). wah penggemar komik juga ya... seandainya bisa dibuat komik seru juga tuh. he he he
BalasHapus