Benci
Jangan sampai melanda diri. Aku tahu hal itu kadang menyelimuti di saat selangkah harap tak terserap dalam nikmat. Ah, benci itu sejatinya belenggu hati yang harusnya musnah. Tak pantas bersinggah
Lagi-lagi dalam keadaan terbengkalai kali ini tulisan jadi pelampiasan. Jangan salahkan tangan ini berkomat kamit tanpa henti tak karuan. Sejatinya neouron dalam otak yang perlu dibenahi karena terlalu banyak antarkan kosa kata yang terbaca dari hati. Tapi sejatinya tak ada yang perlu disalahkan. Pecundang kecil yang telah mati sepertinya hidup lagi dan bersemayam dalam diri. Aku tak ingin jadi jahat, tapi sejatinya kejahatan yang menemaniku.
Kutukan bermantra yang sempat kuhina tadi terbalik pada diri. Mantra yang seharusnya penuh berisi munajat doa malah jadi sumber cacian dan bermalapetaka. Ini kejahatan sudah merajalela. Sudah naik takhta. Dan kebaikan akan kadarluarsa. Bahaya... bahaya
Selamatkan hati ini Rabb, selamatkan kami. Lepaskan belenggu tak tentu yang membuat benci berhambur dan menggempur. Ampuni hati ini ampuni kami. Kalaulah lintasan rotasi ini bertambah sejatinya aku berniat untuk melangkah dengan perlahan dan sebut namamu dengan tenang. Lindungi aku Rabbi, dari kejahatan yang rela merajai diri secara perlahan tapi pasti
Tidak ada komentar:
Posting Komentar