saya berani memulai kisah ini. kisah sederhana yang memiliki sejuta rasa.
kamu ingat? kita bertemu pertama kali di tempat kamu biasa duduk menyendiri. kamu yang sibuk dengan bacaanmu dan selalu duduk di bangku yang sama... bahkan sampai malam ini. saat hujan tadi saya mengingat kepolosanmu. kamu yang baik... menawarkan saya dan teman duduk. menanyakan perihal kegiatan yang saya kerjakan dan saya pun bertanya sesuatu hal. meskipun tak banyak itu cukup bermakna. dalam hal pendidikan setidaknya kita samalah. meskipun saya tahu kita berbeda jurusan dan kamu lebih dahulu mengecap dunia nyata dibanding saya. saya rasa pengalaman kamu sudah banyak. saya selalu berpikir bahwa kamu cerdas. dari buku-buku yang kamu baca... bahkan kamu mengatakan selalu mengulasnya. Kamu pendiam. itu kesan pertama yang sampai sekarang masih sedikit saya pertahankan. tapi ternyata tidak juga. kamu bercakap sebagaimana mestinya kamu dan tertawa lepas disaat itu benar-benar lucu. tapi di depan saya kamu diam. Memang tidak ada cakap yang perlu dibahas diantara kita tapi setidaknya menyapalah...
saya biasa dan bisa bersikap baik ke semua termasuk kamu sebenarnya. tapi entah kenapa semenjak kejadian "lupa harga" saya menjadi sedikit sebal dan merasa kamu menyebalkan. meskipun saya tahu tujuanmu baik.
rasa sebal yang entah darimana datangnya seketika membuncah di pikiran saya hingga akhirnya terasa di hati. ada sesuatu yang saya rasakan dan saya suka merasakan itu. meskipun sampai detik ini kita tak banyak cakap. bahkan keseringan hanya berbagi info dari apa yang kamu perlukan dan apa yang bisa saya penuhi... jujur saya senang. saya tidak pernah tahu memang apa yang kamu pikirkan bahkan mungkin saja sedetikpun kamu tidak terlintas untuk sekadar mencari tahu saya... saya tetap bersugesti dan yakin... kamu merasakan sikap... tutur...dan pandangan ke kamu selama ini sedikit berbeda. kamu harus tahu itu.
Akan tetapi semua itu saya lakukan hanya untuk menjaga diri saya dan diri kamu agar jika memang iya... kita bisa saling menjaga.
meskipun banyak sikapmu yang akhirnya menurunkan kadar berjuta rasa itu terus terang sampai detik ini saya senang melihat punggungmu. seperti ayah.
ah... kamu... lagi-lagi menulis tentang kamu mengingatkan saya terhadap orang-orang yang sayan cintai. Ayah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar