kawasan Kampung Vietnam (dlm pembongkaran)
Miris!
Bangsaku yang besar rakyatnya menangis
rumah-rumah triplek saja membuatnya iri hingga harus diratakan dengan bumi
padahal katanya
"Hiduplah Tanahku Hiduplah Negeriku Bangsaku Rakyatku Semuanya"
"Bangunlah Jiwanya Bangunlah Raganya Untuk Indonesia Raya"
"Indonesia Raya Merdeka... Merdeka"
"Tanahku Negeriku Yang kucinta"
"Indonesia Raya Merdeka... Merdeka Hiduplah Indonesia Raya"
Tapi Nyatanya
"Matilah rakyatku Matilah negeriku Bangsaku Rakyatku Semuanya"
"Tidurlah jiwanya Tidurlah raganya untuk Inonesia Siapa?"
Maaf aku tak bermaksud sedikitpun menggubah lirik lagu Indonesia Raya. Lagu tersebut bagiku hanya cocok untuk INDONESIA yang pernah ada mungkin dulu atau nanti. Salah? aku rasa tidak. kenapa tidak bilang sekarang? ya Indonesia yang termaktub dalam lagu Indonesia Raya sesungguhnya adalah untuk sebuah negara yang besar yang menjadi garda depan dalam melindungi warganya sendiri. Bukan seperti ini.
Kampung Vietnam. pernah dengar? mungkin sebagian orang saat mendengar dua kata ini langsung merajuk pada salah satu negara Asia. Tenang tidak usah jauh-jauh. Itu bukan di luar negeri kok. Tapi di negeri sendiri. (Negeri yang katanya besar dan menjunjung tinggi rasa persaudaraan. Negeri yang (katanya) gemah ripah loh jinawi. Negeri yang (katanya) menjunjung tinggi perlindungan rakyatnya. Meski nyatanya semua hanya terealisasi dalam sebuah UUD 1945.) Kampung Vietnam. begitu pertama kali aku mendengarnya. Setiap kali ditanya alasannya apa disebut kampung tersebut yang menyebut hanya tertawa miris!
disebut-sebut seluruh masyarakat yang berada di kampung itu tak diakui kewarganegaraannya. Maksudnya? Ya... mereka dianggap sebagai masyarakat buangan. Tidak mendapatkan hak sebagai warga negara sebagaimana mestinya. kenapa vietnam? entahlah aku sendiri belum mendapat jawaban pasti.
Masyarakat Kampung Vietnam: KTP dan KK saja tidak punya. Bukan karena tidak mau bikin. Tapi pemerintah (entah pemerintah mana yang layak disebut pemerintah) tidak mengakui keberadaan mereka. Mereka dianggap tidak ada. Mungkin pada bertanya berada di kawasan mana mereka sebenarnya tinggal. Tidak jauh di daerah pinggiran Jakarta. Daerah Bulakan yang (mungkin) termasuk kawasan Bintaro. Siapa saja yang tinggal di situ? Jawaban saya sederhana yakni manusia. Manusia yang punya hak atas hidupnya. Manusia yang berkeluarga dan mencari nafkah dari sampah. Bagi mereka "Sampahmu adalah Hartaku" sebagian besar dari mereka bekerja sebagai pemulung. Kawasan mereka dikelilingi timbunan sampah. Anak-anak mereka (usia 4-7 tahun) juga tak kalah sibuk merajut kegiatan. Mulai dari mengamen hingga tukang sapu di kereta. Lalu? kenapa bertanya lalu? Maslahanya apa?
Cih... Masih bertanya juga masalahnya apa? Baiklah. Sore tadi aku dan beberapa kawanku ke sana. Melihat langsung dengan mata kepala dan ruh diri. Kumpulan anak berbaju kumal dan lusuh asyik bermain lari-larian. Sebagian ada yang bermain tanah dan menganggapnya sebagai masak-masakan. Lalu itu masalah? Bukan! belum selesai. Itu bukan masalah. Itu fitrah. fitrah mereka sebagai anak-anak. Bermain Bersama. Menyenangkan. mereka ramah. Langsung menyapa bahkan ada yang memeluk kami.
Terdengar sebagai masalah ketika sebuah pertanyan dari seorang guru yang mendirikan Rumah Singgah "Taman Indira" di kawasan tersebut meluncur. Pertanyaan yang ditujukan untuk anak-anak ceria yang tak pernah dan seharusnya tak layak merasakan duka.
"Siapa rumahnya yang sudah dibongkar?"
Sebagian anak-anak yang berkumpul di rumah singgah tersebut spontan mengangkat tangan. Bersemangat seperti ingin ditunjuk agar mendapatkan porsi untuk bercerita.
"Saya... saya... Saya "koor suara membahana.
Rumah dibongkar? Maksudnya? ya... rumah mereka yang terbuat dari bahan triplek dan seng bekas satu persatu dibongkar. oleh siapa? Entahlah mungkin oknum atau bahkan instansi (Pemerintah). Alasannya... dari info burung atau bahkan angin sembilu yang lalu. Kampung Vietnam ini nantinya akan dijadikan Rest Area. (tempatnya berbatasan dengan jalan tol memang)
"Iman... gimana perasaannya ngelihat rumahnya di bongkar?
"Sedih" jawabnya tapi mimik muka merekah-rekah
"Iman ngelihat rumahnya dibongkar?"
Iman mengangguk lalu menoleh ke teman yang duduk di sebelahnya. Sekarang tinggal di tembok" Jawabnya. entah tembok apa yang dimaksudnya. ia tidak punya kosa kata mungkin untuk menjelaskan tempat yang ingin ia sampaikan.
Lalu yang lain berturut-turut bercerita. Mengeluarkan kisah yang mereka lalui melalui kata-kata. Sebagian ada yang sudah mengungsi ke tempat yang mereka sediakan sendiri. Sebagian masih belum pasti mendapat informasi kapan berhenti mendiami pelindung diri.
Rumah. Mungkin ada yang salah dari mereka. Mungkin juga ada yang salah dari kita (masyarakat dan pemerintah) yang mungkin juga tutup mata atau sudah tutup hati bahkan lebih parah tutup hati. Salah mereka mendiami tanah tanpa status. Kenapa mereka salah? Mereka kan warga negara Indonesia yang berhak mendiami tanah di manapun mereka berada. Oh mungkin mereka belum dianggap Indonesia (read: warga) karena itu tadi KTP saja tak punya. Tak diakui di negeri sendiri.
Kampung Vietnam
Di tanah yang bangunan nonpermanennya akan diratakan itu, banyak penerus bangsa yang masih tersia-sia (oleh pemerintah) yang seharusnya bertanggung jawab terhadap kesejahteraan rakyatnya. Siapa lagi kalau bukan anak-anak. Lagi-lagi mereka yang menjadi korban. Atau lagi-lagi mereka yang memang layak untuk dikorbankan. Lalu salah siapa? Salah bagi yang tak mau peduli. Harus ada solusi. Siapa yang seharusnya memeberi perhatian untuk masalah ini? Pemerintah? (sudah jangan diharapkan) ya kita-kita ini. Manusia yang punya empati untuk terus berbagi membangun negeri. Membangun dalam artian luas ya. Lalu kalau bukan kita siapa lagi? kalau bisa andalkan kaki sendiri tak perlu kaki orang lain. kalau bisa andalkan tangan sendiri tak perlu gunakan tangan orang lain.
aku tak menyalahkan negaraku... Indonesiaku... Bahkan aku masih mencintai negeriku. buktinya aku masih merayakannya hari jadinya yang ke 67 kemarin
lalu yang kusalahkan siapa? tidak. tidak perlu menyalahkan siapa-siapa. Yang perlu dilakukan adalah memedulikan orang-orang seperti mereka. Sederhanyanya mari kita doakan dan seyogyanya mari kita bantu apa dengan apa yang kita punya. Dana... tenaga... pikiran... Indonesiakan mereka!
terutama keceriaan anak-anak penerus Bangsa.
Bermain prosotan
Tidak ada komentar:
Posting Komentar