Siang itu jam
di tanganku menunjukkan pukul 11.30. Matahari sedang asyik merambah lebih
tinggi untuk menyinari Jakarta secara terbuka. Usai sudah tugasku di siang itu
menghadapi keangkuhan Jakarta yang memang tak pernah kusuka!
Kalau saja
bukan karena rasa cinta dan kasih aku tak mungkin berada di tempat itu lebih
lama. Ya... cinta telah membuatku lupa bahwa aku tak suka dengan keramaian dan
hingar bingar kendaraan. Aliran darah yang bersumber dari seorang yang sama
pada akhirnya membuat cinta kasih itu tumbuh dan membuat diri ini (terpaksa) bergerak
dan berinteraksi dengan Jakarta secara lebih lama daripada biasanya.
Aku
meninggalkan sebuah bangunan tua tempat manusia menyelesaikan urusan dunia.
Tugasku sudah usai sehingga tak salah jika aku memutuskan untuk segera
meninggalkan bangunan tersebut dan kembali membersamai jalanku di setiap waktu.
Lalu-lalang
kendaraan berwarna-warni seolah menjadi pemandangan menjemukan bagi mata. Tak
ada yang indah dan berfaedah! Semua sama saja… sama-sama mengeluarkan asap
tebal yang membuat Jakarta semakin suram!
Untung aku tak
pernah meninggalkan cadar sederhana berwarna biru dengan hiasan kartun panda
yang senantiasa melekat di wajahku. Jalanku dipercepat karena aku tak ingin
siang mengejar secara garang. Sampailah aku di beberapa anak tangga yang
mengantarkan diri untuk berjalan lebih tinggi di antara lalu-lalang kendaraan.
Selama berjalan di atas aku semakin merasa risih karena bangunan-bangunan yang
berdiri di hamparan tampak begitu kuasa memiliki keangkuhan. Tak ubahnya dengan
beberapa bangunan baru yang merasa akan menjadi pesaing utama dengan cita rasa
bentuk berbeda dari yang lalu.
Kakiku
melangkah lagi tapi kali ini aku menuruni anak tangga. Ada keteduhan yang dapat
mata rasakan saat melihat sepasang kambing yang sedang asyik bercengkrama
secara sederhana. Mereka duduk berbaring berdua di bawah naungan bayangan pohon
rindang. Mata ini merasa lebih nyaman melihat makhluk ciptaan Tuhan yang begitu
“sederhana” di tengah keangkuhan bangunan tinggi menjulang.
Sepasang
kambing itu mengawasi mataku… perlahan tapi pasti segera kukeluarkan alat
komunikasi yang dapat mengambil gambar dengan resolusi rendah tapi bernilai
istimewa! Aku mengambil gambarnya dan sepertinya sepasang kambing itu pasrah
ketika secara sadar kuambil gambar mereka.
Dalam hati aku
bergumam sendiri… mungkinkah mereka ingin berpose lebih ekstra. Aku melempar
senyum kepada sepasang kambing sebagai bentuk ucapan terima kasihku karena
telah diperkenankan mengambil gambarnya.
Sepasang kambing di sebrang ratu plaza
Cantik!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar