Hujan Mata Hati
Ada yang lain meski dalam tubuh yang sama. Entah tatap, cara pandang, tutur kata, bentuk sapa, atau sikap diri yang membuatnya lain dari biasanya.
Dalam jarak hasta yang coba dihapus, jejak itu masih sama. Tertoreh dengan jelas dan sekiranya membekas.
Bukan aku saja yang melangkah di jalan itu. Kita bersama-sama. Tapi kenapa kamu berkelok rupa? Ataukah semua yang terbangun hanyalah lingkar buruk prasangka yang terpaksa kugantung di lingkar hidupmu?
Jika aku yang keliru lalu kenapa tak kau ajak balik dan diingatkan. Dan pengetahuan akan segala rasa tahu seharusnya bisa diterapkan dan disematkan pada kantung-kantung mata yang selalu menerima hujan yang tak membekas ini.
BIARKAN!
Biarkan kutaruh peduliku pada bilik kayu
Yang kubakar saat aku kehabisan sekam dan arang
Untuk sekadar menaruh hormat pada hati dan pikiran.
Topeng
Aku paksa bertopeng
Hasil buatanku sendiri
Bukan untuk berkilah rupa
Bukan pula untuk berkarya
Topengku ...
tutupi kolam mata
Yang tumpah tanpa daya
Mimpi
Bersepeda mengejarmu
Yang diri sendiri tak tahu
Kamu siapa?
Kenapa belum bertemu?
Padahal kamu bilang, sudah lama mencariku.
Dan lalu...
Dan lalu layu
Dan lalu mati
Dan lalu humus
Dan lalu tunas
Dan lalu tumbuh
Dan lalu bunga
Dan lalu buah
Dan lalu... aku.
Depok-saat remuk tak lagi menghujam tubuh-
Tidak ada komentar:
Posting Komentar