Kisah kamis: Untuk monyet beli pisang
Jam 9 pagi tadi aku dan adikku (usia 4 tahun) baru pulang dari pasar tradisional. aku mengajarinya untuk mengenal proses jual beli yang sesungguhnya. Tidak seperti proses jual beli seperti yang terjadi di pasar modern (swalayan) yang segalanya membeli dan melayani diri sendiri, di pasar tradisional ini aku mengajarkannya untuk berinteraksi langsung dengan penjual melalui proses tawar menawar. Sesekali aku juga memperkenalkan beberapa jenis uang padanya.
" yang ini Rp5000, ini bisa untuk beli pisang" sambil menunjukkan uang bergambar Pangeran Diponegoro kepadanya.
"Kalau yang ini Rp1000, ini bisa buat beli permen" jelasku sederhana. Adikku sangat antusias sekali dan dia pun langsung mempraktekannya. Saat berhenti di tukang buah dengan sengaja aku menyuruhnya untuk membeli pisang, dengan semangat ia menyerahkan uang Rp5000 pada bapak penjual pisang langgananku. Adiku terlihat senang, terlebih beberapa pedagang menyapanya dan menayakan dirinya.
Di usia 4 tahun, dia memang lebih kritis, ingin tahu banyak hal dan senang bercerita apa saja yang dilihatnya. Ilmu yang kuajarkan tadi pagi di pasar ternyata langsung dipraktekannya siang ini. Ya... siang ini.
Jam 11 siang tadi, ada segrombolan orang yang mengamen dengan bantuan seekor monyet yang biasa dikenal dengan sebutan topeng monyet. Adikku yang sangat senang sekali dengan hewan bergegas menghampiriku bermaksud mengajakku melihat pertunjukan itu yang kebetulan berada di depan rumah.
Dengan bergegas akupun mengiyakannya setelah sebelumnya aku mengambil uang seribuan. Belum sempat aku keluar pintu rumah, adikku mendorongku masuk ke dalam. Tidak mengizinkanku ke luar.
"Lho katanya mau lihat topeng monyet? Tanyaku merayunya
"Uangnya kulang kakak, nanti monyetnya nggak bisa beli pisang" ujarnya sambil menunjuk uang seribu yang aku genggam.
Seketika aku terdiam mencerna kata-kata dan pikirannya. Sejauh itukah pikirannya?
"Ayo kakak, uangnya kasih yang gambal pangelan" ujarnya sambil menarik lenganku. Aku tersenyum dengan ucapan adikku meski sampai saat ini ia belum bisa mengucap huruf R.
Bergegas aku mengambil dompetku dan mengeluarkan uang bergambar Pangeran Diponegoro.
"Nih.." ujarku menyerahkan uang itu padanya. Dia senang sekali.
"Monyetnya bisa makan pisang deh." Ujarnya lalu mengajakku ke luar.
"Dek, pisangnya adek kasih satu gih buat monyetnya. Buat monyetnya makan habis ini" tawarku
"Iya... nanti uangnya buat monyet beli pisang besok pagi ya, sekalang monyetnya makan pisang punya Chia." Jelasnya sambil mengambil sebuah pisang di atas meja.
Kami pun menonton pertunjukann meski terbilang sudah terlambat karena lima menit kemudian pertunjukan itu usai. Dan disaat terakhir, sang pengamen pun mengitari penonton untuk meminta saweran.
"Abang ini buat beli pisang monyetnya ya" ujar adikku sambil menyerahkan uang bergambar Pangeran Diponegoro.
"Monyet... ini buat kamu" ujar adikku lagi sambil menyerahkan sebuah pisang ambon pada sang monyet. Monyetpun langsung melahapnya
"Kakak, monyetnya makan pisang chia" ujar adikku sambil tersenyum dan menunjuk ke arah sang monyet yang langsung melahap habis pisang yang baru diberikan.
"Dek, monyetnya mau main lagi, mau lihat nggak?" Ujar abang-abang yang tadi menarik saweran ke arah adikku. Adikku pun bersorak senang. Sang abang sepertinya tahu kalau aku dan adikku menonton pertunjukannya tadi telat. Beruntungnya adikku
-RD-
Tidak ada komentar:
Posting Komentar