Minggu, 31 Maret 2013
Untukku saja: Sewarna-warni pelangi tadi
Hari ini bahagia tak terkita (terkira). Tak bisa dibayar dengan uang. Hanya Tuhan: Allah swt yang membuatnya demikian. Sungguh kecintaanku bertambah padaNya di hari ini. Minggu saat matahari telah mengadu pada awan dari timur ke barat. Terimakasih Rabb yang masih memberi napas dan rizki pada pribadi-pribadi ciptaanMu yang senantiasa bersyukur.
Baiklah cerita diawali dari kisah kasih di MUI. Pertemuan dengan empat sahabat IADP (International Amil Development Program) menjadi pembuka dalam tulisan untukku saja ini. Wilda Inai Aku dan Reza. Rindu kami larut dalam cerita. Bahagia kami tercampur sudah dalam tawa. Alasannya membuang kestresan jiwa yang pernah penuh tiada terkira. Jam 10 kami berkumpul. Bercengkrama. Saling tawa dan kadang mentertawai diri sendiri. Meski kadang terlampau kacau kami menikmatinya dengan ceracau.
Alhamdulillah berkat rayuan gombal terhadap sahabat lelaki yang paling tampan (yaiyalah dia cowok sendirian) kami berhasil menggugah dan menggoyahkan hatinya. Teman kami yang lugu dapat sebuah hadiah. :) Hadiah yang tak ternilai karena memang ia butuh pakai. Semoga Reza menepati janjinya. Dan doaku untuknya semoga didengar Sang Maha Kuasa. Aamiin.
Setelah berhaha hihi syalala syilili kami mendengar panggilan Tuhan. Tunaikan empat rakaat di rumah Tuhan. Masjid: tempat indah syurga dunia :). Acara berlanjut dengan makan siang bersama. Empat wadah berkuah menggugah lidah. Diselingi canda yang tak habis punah. Lagi-lagi kami tertawa. Nikmatnya yang mana yang akan kau dustakan? Bukankah dengan silahturahmi memperbanyak rizki dan mempererat diri. Mengembangkan pribadi dengan mengucapkan mimpi agar di amini secara bersama. Semoga Tuhan dengar doa-doa kita (Terutama aku yang kini sedikit lalu)
Pukul setengah tiga aku pamit. Sebelumnya aku pun mengamit lengan sahabat-sahabatku. Kami mengambil gambar bertiga dan terakhir satu. Kami sebar di grup tercinta agar mereka yang tak datang merasa gamang. Tak ikut pertemuan spektakuler. Bikin hati dan mata meler. (Apasih)
Ada janji yang harus kutepati. Aku pergi bersama Inai. Sahabatku yang mungil dengan melankolika yang sedikit tengil. Monas... pencakar langit. Di situlah bertemu janji. Yap... pukul 03.00 ada briefing relawan untuk acara walk for autis tanggal 6 april nanti. Aku sempat mutar-mutar cari tempat perkumpulan. Kaki keriting dan tenggorokan sempat kering. Sambil nenteng-nenteng bawaan berbingkai kaca tempat ijazah yang sempat di kembalikan Reza. Smsan sama Shinta dan Whatsaapan sama Zaki. Akhirnya kutemukan mereka dalam senyum di sudut lelah.
Setelah diberi arahan dan informasi (sempat juga masukin tali tambang berwarna kuning ke spanduk) segera kupamit diri karena belum tunaikan empat rakaat saat matahari mulai menurun. Di sana aku bertemu dengan relawan KM yang lain. Ada April Piyong dan Aufa (Maaf sekali lagi tiada koma. Netbooku error)
Musolah penuh dan kumuh. Itukah yang dinamakan Tempat suci bagi muslim? Malu pada Tuhan karena menyembahnya dalam ruangan yang sama sekali tak wangi dan membuat hati ingin segera menarik diri. Aku doakan untuk pemimpin-pemimpin negeri agar segera sidak dan memperbaiki dengan cepat Rumah Tuhan yang mungil ini.
Cuaca mendung dan mendukung untuk segera pulang. Setelah bermunajat dalam kesumpekan diri kembali lagi untuk mencari informasi lain yang mungkin saja kulewatkan. Ternyata tak ada. Informasi yang kudapat justru dari awan yang memberikan pengingat bahwa sebentar lagi akan turun hujan. Aku menghampiri relawan yang sudah berkumpul meski sebagian ada yang terpencar. Kudapati kaos berwarna biru yang diambilkan oleh Shinta mungkin ia sudah menungguku lama :* (Makasih dek)
Lalu.. kami berpisah sebelum semua basah. Agak ngeri lihat ondel-ondel yang sepertinya mengincar diri dan hati. Tatapan matanya itu loh. AMPUN. LOL
Aku dan Inay menyusuri jalan. Menuju Transjakarta transportasi kebanggaan (kata Negara). Baiklah meski berdesak-desakan tapi tetap nyaman karena Inay dapat lahan empuk untuk duduk diam :). Perjalanan berlanjut menuju dukuh atas. Dan MashaAllah cantiknya ketika melihat ke atas. Pelangi merah kuning hijau seperti nyanyian anak-anak TK terpampang nyata tapi tiada cetar dan membahana karena hujan sudah kering. Sempat mengabadikan namun sayang kamera ponsel tak menjanjikan. Jadi cukup dinikmati dengan mata dan hati lalu langkah kami bergerak beriringan. Kami saling berkicau. Ternyata di TL pelangi sudah membanjiri.
Mungkin sangking lamanya mata-mata kita tak menjamah warna warni langit di angkasa. Ketika melihat yang indah. Sungguh bunga-bunga dalam hati bermekaran sudah. Ciptaan Allah indah Maka Allah swt Maha Indah :)
Esok yang masih menggantung... kutinggikan lewat doa... melalui tatapan pelangi menjelang magrib. Jika memang jalanku terbentang sewarna warni pelangi itu aku bersedia untuk menikmati. Namun jika sebaliknya maka aku memang perlu mendung dan hujan untuk dapatkan pelangi seperti itu :)
Langkah kami berlanjut dalam lorong kereta. Sudirman--Depok... masih ada sepenggal tinggal yang tak bisa kubawa pulang ke tempat lain. Rumahku di sana.
Aku dan Inay menuju sebuah mal kebangsaan anak-anak UI kalau lagi menggalau skripsi. Detos. Hahahaha Ngapain? Tunaikan tiga rakaat dan kewajiban makan. Sebelumnya ada kisah menarik. Yap... kami beli cilok. Bukan masalah belinya yang buat hati menarik-narik. Tapi penjualnya. lagi-lagi..
(Dari dua tahun yang lalu saat masih berstatus mahasiswa FIB UI penjual ciloknya ganteng. Hahahahah eh tadi ternyata masih tetep ganteng. Bedanya nih dia udah mulai bisa nyeletuk-nyeletuk... biasanya diem sambil masang senyum. Kemaren cerita mas-mas kansas eh sekarang cerita mas-mas cilok. Besok siapa ya?) Mulai kambuh -___-"
Setelah salat kami pun melesat ke lantai atas. Pesan makanan. Tapi aku tiada makan. (Efek makan cilok dan lihat mas-masnya jadi kekenyangan #cuih)
Candaaa....
Balik lagi... selama menemani inay makan... yang kami lakukan adalah bernostalgila masa-masa kuliah saat mata kuliah Kemahiran Bahasa Indonesia II wuiiiiihhh
Presentasi sekaligus promosi... dari cerita Ervan yang promoin selai Morin sambil beradegan lidah keluar bergaya ular lalu berbagai kekonyolan yang dilakukan Dicil De Nila Ijong dan semuanya. (Kangen kuliah sungguh... suasananya dan kebanyolannya.)
Tak terasa waktu sudah menunjukan pukul 20.30 malam. Kamipun segera beranjak. Ingin kembali ke peraduan. Sudah Malam. Waktunya pulang. Esok Inay akan siap menghajar gempuran kereta menuju tempat kerja. Sedangkan diriku? Ya biarkan hati dan pikiran yang merencanakannya nanti. Asyiiikk
Berpisah di lantai bawah setelah puas tertawa-tawa. Matahari sudah surut. Bulan sudah menyangkut. Malam semakin dingin. Aku pun pulang disapu angin.
Mencari tumpangan ojek ke sana ke mari. Tiba-tiba seorang pria berhelem gelap datang menghampiri...
Agak ngeri maka kaki mempercepat langkah. Suasana UI gelap sudah. Dia ikuti aku sambil mengklakson berkali-kali. Diam. Sejenak menatap mata. Ternyata dia kamu yang pernah kuragu. Bayanganku
Malam-malam menjelang kelam yang terdalam
Kisah membuncah pecah sudah
Selamat berkawan selamat Malam
Aktivitasku usai di malam ini: Alhamdulillah :)
Sabtu, 30 Maret 2013
untukku saja: Jus Strawbery dari mas-mas tinggi ^_^
Jumat, 29 Maret 2013
Seminar Nasional Undang-Undang Zakat -IMZ-- REPUBLIKA-
-Seminar Nasional Undang-Undang Zakat-
Simpang Jalan antara Implementasi dan realita Uji Materil UU Zakat
Itulah tulisan yang menjadi backdrop dalam sebuah ruangan berkapasitas lebih dari 100 orang di sebuah Auditorium Adhiyana tepatnya di Wisma Antara Jakarta. Hari itu diadakan sebuah seminar nasional yang diselenggarakan oleh IMZ--Republika untuk mendiskusikan segala sesuatu terkait UU Zakat no 23 Tahun 2011 yang menjadi isu hangat dalam dunia perzakatan di Indonesia terlebih sampai saat ini (sudah hampir 5 bulan) putusan dari Mahkamah Konstitusi (MK) belum juga keluar.
Saat itu tepat pukul 10.00 acara dibuka dengan pembacaan Basmalah. Sekitar kurang lebih 30 orang (perwakilan dari berbagai Lembaga Amil Zakat) sudah hadir. Lalu acara berlanjut dengan sambutan dari Direktur IMZ Ibu Nana Mintarti. Tak berselang lama acara utama pun berlangsung. Diskusi sesi I dengan pembicara Prof. Dr. HM. Laica Marzuki S. H. (Mantan Hakim Konstitusi) Ibu Amelia Fauziah PhD. (Pengamat Filantropi Islam sekaligus Direktur Lembaga Penelitian UIN Jakarta) Bpk Muchtar Ali ( Direktur Urusan Agama Islam) dan KH. Hasan Basri (Wakil MUI). Bapak Syarifudin dari pihak Republika yang menjadi moderator di sesi pertama ini.
Diskusi pertama dimulai dengan pemaparan oleh Prof. Laica terkait kewenangan Mahkamah Konstitusi. Hal ini berkaitan dengan UU No 23 tahun 2011 yang sampai saat ini (selama 5 bulan) belum keluar putusannya dari MK sehingga membuat para pegiat zakat merasa digantung. MK memiliki 4 kewenangan mahkamah 1 kewajiban namun sekaligus kewenangan yakni
- Menguji undang-undang terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945
- Memutus sengketa kewenangan lembaga negara yang kesewenangannya diberikan oleh Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945
- Memutus pembubaran partai politik
- Memutus perselisihan tentang hasil pemilihan umum
- Memberi putusan atas pendapat DPR mengenai dugaan pelanggaran oleh Presiden dan/atau Wakil Presiden
- UUPZ 2011 tidak belajar dari sejarah.
- Ada aspek normatif dasar yang tidak berubah namun hanya implementasinya beragam tergantung ijtihad para negarawan
- Partisipasi masyarakat begitu besar --> diberikan pada mustahik. Namun sayang di UU ini masyarakat yang sudah besar mengelola zakat malah tidak dianggap penting.
- Melihat keseluruhan undang-undang dan kenyataan bahwa LAZ non pemerintah lebih mendominasi pendapatan nasional
- Negara mendapat dukungan sebagai regulator tapi jika sebagai pengelola kurang mendapat dukungan
Minggu, 24 Maret 2013
melambungkan diri
Sepagi ini hati insan terpagut pada sebuah kalimat.
ia mencintainya dengan sangat meski tak pernah fisik bertatap.
Sapaan pertama kali hadir pada sebuah keisengan
Lalu, lambat laun berubah menjadi kebiasaan yang saling membutuhkan
aku tak menyalahkan dirinya ataupun diriku. Hanya saja terkadang rasa malu yang memburu lalu berlalu
Kemarin aku menyapamu karena rindu. Hampir sewindu tak ada interaksi berarti seperti biasa. Mungkin kau bosan, sama seperti aku. Tapi, yang pasti aku tak akan pernah meninggalkanmu
Kau sedang bangkit begitupun aku. Sama seperti dulu, jiwa-jiwa kita mengisi kantung pemenuhan diri.
Jika sudah penuh, kita hanya perlu melakukan satu hal: melambungkan diri
Jumat, 22 Maret 2013
Yusuf Yosef
Ia dibuang ke dalam sumur hingga sampai di tangan petinggi yang menjadikannya sebagai anak. Namun sayang, keelokan rupa membuat wanita yang menjadi ibu angkatnya tak bisa menahan mata. Hingga hampirlah ia terjerumus dalam lembah nista. Ia ingat akan Tuhannya, dengan segera ia bertaubat meminta perlindungan lewat penjara.
Sang Ibu angkat tak tahan dengan cemoohan, ia undang wanita-wanita yang senantiasa memandangnya nanar. Pisau dan apel untuk bahan ujian. Yusuf keluar menyiapkan minuman beberapa tangan tergores mata pisau. Terpesonanya pada ketampanan hingga rasa sakit tak dihiraukan.
Yusuf, akhirnya Tuhan kabulkan inginnya. Penjara agar bisa menjaga. Hati dan pikirannya lebih tenang di sana karena dengan leluasa ia bebas bertasbih menyebut nama Rabbnya.
Akhirnya semua berubah saat ia menakwil mimpi paduka raja. Diangkat ia sebagai pemimpin dalam mengantisipasi kemarau yang berkepanjangan. Dan cerita berlanjut pada diriku sekarang. Aku suka Yusuf, Yusuf kusuka.
Aku cari ia diberbagi belahan tanah tandus dan basah. Kembaran rupa manusia ada tujuh, semoga aku bertemu salah satunya
Cariku tak membuahkan hasil, hingga kutawai diriku sendiri yang terlebih usil.
Sudahlah, Yusuf sudah di surga tak akan ketemu kau cari dirinya. Temanku berujar pada suatu waktu di masa lalu. Aku terkekeh tersenyum sendiri menahan malu. Mungkin iya tapi entah kenapa aku ingin bertemu. Mustahil memang, aku hanya menguji kadar kegilaanku.
Ketampanan laki-laki di bumi saat ini mungkin hanya seujung kuku dibanding Yusuf. Untuk nabiku, teladanku Muhammad saw aku punya porsi tersendiri teristimewa.
Sekali lagi ini tentang Yusuf. Jangan salahkan hati bila ada suka. Ini fitrah alamiah meski tiada pernah bertemu mata.
Seorang lelaki gagah berjalan indah di suatu minggu sore. Celana bahan berwarna coklat muda dengan baju kotak-kota berwarna senada melengkapi diri.
Kupandangi dari jauh, kuamati dari ujung kaki hingga ujung rambut yang ikal menawan. Siapa dia?
Bergegas kuikuti ke sana ke mari. Ia sendiri, mungkin merasa dibuntuti ia terhenti dan berhenti. Aku malu lalu pura-pura tidak tahu.
Ia menyapa aku diam terpana. Wajahnya elok tiada tara. Wajah lelaki cantik yang digandrungi perempuan-perempuan masa kini lewat sudah. Ia terlalu indah disandingkan dengan itu. Teduh, adem, yang jelas tak bisa membuatku berkata-kata.
Ia melihatku terpana lalu bergegas senyum. Membuat hari ini terpelanting jauh ke ujung kutub yang termaktub.
Kamu siapa? Hanya itu yang bisa keluar dari komat kamit mulut padahal hati ini berdenyut ke laut.
Ia tersenyum. Menyihir. Membuatku terduduk.
Kucubit lenganku memastikan yang di depanku ini nyata atau halusinasi belaka. Tapi kenapa tak sakit? Mungkinkah karena terpesona?
Dia tak menjawab segera, hanya uluran tangan yang dilujurkan.
"Yosef" jelasnya seketika. Tangan kanannya lalu mengeluarkan sesuatu di balik saku. Sebuah buku kecil tebal dan berwarna hitam.
Al-kitab. Bukan Al-Quran
Aku tersenyum
Lalu mundur perlahan.
Depok, untukku saja12
Kamis, 21 Maret 2013
selamat malam
Selamat malam
Berapa kali malam mendapat ucapan selamat?
Tidakkah dia bahagia mendengar dirinya disebut secara berulang? Entah sekadar ucapan pertemuan di awal atau di akhir.
Ia bisa mengawali cerita bahkan menjadi penutupnya.
Tak akan kalah dengan pagi yang setia mengganti dirinya mengabdi
Malam
Pada suatu waktu nanti saat pagi mengakadkanku maka malam yang akan menjamuku.
Malam
Lingkaran gelap penuh kenyamanan.
Rabu, 20 Maret 2013
Dara
Aku kepakan kedua sayap. Bumi Rabbku amatlah luas, aku akan berkeliling mencari dan menemukan tempatku yang lain :)
Bismillah, aku tahu jalan pulang
Selasa, 19 Maret 2013
kisah 17 Maret 23 Menara
Baru dateng ^_^ |
di Taman Museum Bank Mandiri |
keluarkan bekal |
lucu |
duh yang lagi makan |
berbagi itu romantis |
haiyaa tetep eksis |
ini makan tisue ya? bahagia bener |
makan & minum |
minum siang |
Habis Bekal acara dilanjutkan dengan menyembah Sang Segala Maha yang telah mempertemukan kami semua. RencanaNya senantiasa Indah. Jadi ingat kata-kata yang digunakan dan dijadikan acuan bahwa kami (saya dan mbak Ike) akan memaksimalkan di Proses… kalau hasil?? Serahkan langsung pada Sang Maha Sempurna. Gusti Allah
semangat 45 ya |
mulai |
Sampai jongkok mbak ^_^ |
bahagia ya |
hati-hati kak |
hayoo |
Juara 2 tapi hati juara |
Habis puas olah raga dan olah otak acara dilanjutkan dengan pendinginan. Yup JUDI BARTER. Masing-masing dari kami semua membuka jati diri (nama asli dan kegiatan yang tengah digeluti). Sebelumnya kami semua sudah mengumpulkan Kado untuk barter. Oh iya kadonya tak lebih dari harga 5 ribu rupiah dan dibungkus Koran. Meski ada juga yang dibungkus cakep banget. Pakai kertas kado. Tapi tak apalah tadinya maksudnya hal ini dilsayakan agar masing-masing teman kreatif dalam berpikir punya ide yang gokil. Kesampaian kok Sa….
Salam
Selamat
Sebelumnya ingin mengucapkan selamat subuh namun apa daya adzan belum berkumandang. Jam masih menunjukkan pukul 03.48 tapi mata ini sudah segar dan bernapas dengan riang.
Keelokan pagi kadang tak perlu dirasakan dengan kedua mata. Kesejukan angin sepoi yang dapat dirasa serta udara yang merasuk lewat pori-pori kulit sejatinya terasa lebih akrab dan teramat nikmat dihirup.
Ada kalanya di sepagi ini tak mendengar keluhan kendaraan yang bising berlalualang
Semua terasa nyaman dan syahdu terlebih otak sudah disejajarkan dengan lantai selama beberapa menit untuk membuat hati yang kian membumi dan otak yang kian melangit
#racaukacau edisi ke 5
Minggu, 17 Maret 2013
minggu pagi
Selamat pagiii
Sekarang jasad dan ruhku sedang berada di sebuah bus tujuan Pasar Senen. Tenang, aku bukan ingin mudik kok. Aku ingin ke kota tua hari ini. Bersama kawan-kawan baru dan kawan-kawan lawas. Aku berangkat sendiri, tapi nanti kami akan bertemu dan berkegiatan di sana bersama-sama.
Assiikk. Semoga acaranya berkenan dan berkesan di setiap hati dan jiwa yang ikut berkegiatan nanti.
Bus ini berjalan perlahan, tapi hatiku tetap dag dig dug tak karuan. Berdetak lebih cepat dari biasanya. Semoga dan semoga acara ini nanti dapat menjalin keakraban, membuang rasa jenuh, dan semua orang bisa tersenyum penuh. Aamiin
Beberapa orang sudah bersiap, mungkin atau sebagian sudah dijalan. Semoga ekspetaksi mereka tak berlebihan. Ini hanya sekadar kumpul bersama untuk membangun semangat dari jiwa-jiwa yang ingin terbarukan
Panas, pastinya... matahari terik menyinari. Membuktikan dia mendukung penuh acara ini. Semoga teriknya tak membuat kita mengeluh. Aamiin
Bismilahitawakaltu
Ya Rabb, akumksimalkan di proses, Engkaulah penentu hasil dari rangkaian proses. Sandaranku hanya padaMu dan sokonganku pada mereka semua: teman-temanku :)
Kamis, 14 Maret 2013
Pemerintah, bukalah kedua mata dan hatimu sejenak saja
Menulis ya...
Sejenak aku lupa, ada kebiasaan itu. Kebiasaan yang senantiasa kulakukan secara bersemangat. Entah setiap malam ataupun setiap saat.
Mungkin aku pernah bilang, bahwa menulis seperti bernapas. Tapi, aku rasa aku salah. Kalau memang iya, berarti aku telah mati karena beberapa hari ini aku tidak menulis, padahal aku ingat. Entahlah, biasanya aku cinta menulis. Mungkin ini juga terpengaruh rasa malas yang berlebih atau mood yang datang silih berganti. Tak ada yang menjamin dan tak ada yang terjamin.
Lagi-lagi aku menuliskan apa yang aku rasakan. Padahal seharusnya tak begitu. Namun entahlah mungkin beberapa saat kudiamkan kamu. Tapi tidak bisa juga, aku sudah berjanji bahwa minimal seminggu 3 kali mengisimu. Aku takut kamu lapar dan haus tulisan. Baiklah aku akan berbagi kali ini. Dengan kamu, dengan waktu yang beranjak memutar dari satu angka ke angka lainnya.
14 Maret 2013
tidak ada yang istimewa dengan tanggal itu. Seperti biasa, di awal pagi bergegas naik angkutan umum. Tapi, hari ini berangkat lebih pagi. Mungkin ini juga akibat sehabis subuh tak tidur lagi. Biasanya aku terlena di angkot. Melihat yang berlalu lalang dan berpikir setengah matang. Tentang rutinitas hidup yang dilalui orang-orang sepertiku, sepertimu,dan sepertinya. Apakah mereka tidak bosan? Tidakkah ingin berganti menjadi yang lain? Atau mengubah suasana baru. Dalam hidup, pilihan itu banyak. Banyak jika kita mau cari tahu, tak sekadar cari tahu tapi melaluinya itu.
Tapi sepertinya sulit. Entah kenapa dan entah mengapa, yang dijalani sepertinya begitu saja. Bisahkah aku punya kisah yang berbeda? Jelas sudah hanya saja kadang aku sendiri tak sadar.
Lamunanku buyar, angkutanku berhenti mendadak. Sepertinya sang supir menyenggolkan mobilnya terhadap sesuatu. Nabrak!
Bukan benda yang disenggol, ia bernyawa bahwa sama seperti aku. Perempuan, berjilbab, tersungkur di depan. Seketika semua penumpang termasuk aku berhambur. Seolah aku juga merasa bersalah. Takut-takut hayalanku menulari sang supir sehingga ia tidak konsentrasi dalam menyetir. Ah, sudahlah.
Gadis yang tersenggol ujung angkot terduduk. Sudah banyak yang menolong. Sang supir masih punya peduli. Ia turun dan mencoba mendekati gadis tersebut. kini ia tengah dikerumun warga. Sang gadis terdiam tak berbicara ketika sang supir menanyakan keadaannya. Gadis itu tergeleng sambil terpaksa menarik senyum.
Syukurlah kalau tidak apa-apa. Baru saja aku membatin seketika gadis itu menangis. Kami semua terheran,mungkin ada beberapa bagian tubuhnya yang sakit. Tapi, aku sama sekali tidak melihatnya. Mungkin tangisan itu tangisan kaget. Tapi semuanya terbantahkan.
"Kenapa nggak nabrak saya aja, Pak?" Tangisnya semakin pecah, pertanyaannya membuat kami semua bertanya tanpa lega.
" Saya sengaja mau bunuh diri. Saya malu udah gak bisa sekolah" ujarnya terisak. Isak yang semakin jadi. Sang Bapak supir serupa berekspresi kaget, sama seperti kami pendengar semua. Alasannya apa?
" Tabrak saya aja Pak, saya malu. Spp saya nunggak. Saya kasiahan sama Ibu. Nyuruh saya sekolah tapi saya nggak pinter." Ujarnya tersengal. Beberapa ibu yang seerjalanan angkot denganku mengucapkan istigfar. Aku hanya mendesah perlahan. Kenapa gadis ini berpikir bahwa kematian yang akan menjadi penyelamatnya.
Sang pak supir tak kuasa menahan amarah, entah ditunjukkan untuk siapa. Amarahnya menular ke semua, termasuk padaku. Terlebih ketika dia ucapkan kalimat yang membuat hatiku tercuat.
"Ini pemerintah matanya buta, hatinya batu. Rakyatnya sampai mau bunuh diri gara-gara nggak bisa bayar sekolah.padahal yang mewajibkan menempuh pendidikan mereka, korupsi nggak mati-mati, malah rakyatnya sampai nekat bunuh diri!"
Deg... aku ikut merutuki pemimpin negeri yang aku sendiri pun tak tahu siapa yang harus kurutuki. Hatiku ikut tersayat. Ini imbas nyata yang kusasikan di saat pagi. Dan aku telah membaginya padamu di malam ini.
Ada kisah hari ini. Kisah 10 menit lewat yang bagiku layak kubagi bersamamu.
Semoga Allah senantiasa memberi perlindungan, kekuatan hati dan pikiran, kesabaran dan kesemuanya yang baik untuk semua ciptaanNya, terutama ciptaannya di Indonesia. Dari Sabang sampai Merauke bahkan sampai Pulau Rote
Pemerintah, bukalah kedua mata dan hatimu, barang sejenak saja.
Minggu, 10 Maret 2013
Dialog
Aku butuh berdialog. Bukan sekadar berbicara.
Tuhan, terima kasih, atas hati yang kau ciptakan untuk sekadar menjawab segala tanya dan tak berkeluh kesah mendengarkan bahkan sesekali menimpali.
Sabtu, 09 Maret 2013
Tuhan, aku nelangsa
Tuhan, aku nelangsa
Laraku di ujung tudung
Sudah kubolak-balikan tapi tak kunjung reda
Nelangsaku parah, separah awan hitam pekat yang berujung hujan
Apa aku harus mati, Tuhan?
Tuhan, aku nelangsa
Merasa tertinggal atau lebih tepatnya ditinggalkan.
Seperti sungai hitam pekat yang tak mengalir karena mampat.
Apa hatiku harus cekat?
Tuhan, aku nelangsa
Bahagiaku sudah tergilas lapisan ozon yang kian banyak bolong
Lebih seperti gosong, tak enak, pahit.
Tuhan, aku nelangsa
Kuminta pada Engkau dengan teramat sangat. Aku bersujud meminta pada dzat yang laik kuminta. Engkau laik kuminta karena Engkau pencipta segala, ya segala dan asa
Kembalikan hatiku yang dulu Tuhan
Atau jika tidak terpaksa, berikan aku hati yang baru
Tuhan, aku tidak ingin nelangsa. Sedih rasanya, hidup seperti tiada guna. Jangan biarkan aku nelangsa. Maaf Tuhan, jangan sedih membacanya.
Jumat, 08 Maret 2013
Kucari kamu (Payung Teduh)
dalam setiap malam
dalam bayang masa suram
Kucari kamu
dalam setiap langkah
dalam ragu yang membisu
Kucari kamu
dalam setiap ruang
seperti aku yang menunggu
kabar dari angin malam
Aku cari kamu
di setiap malam yang panjang
Aku cari kamu
kutemui kau tiada
Aku cari kamu
di setiap bayang kau tersenyum
Aku cari kamu
kutemui kau berubah
Kucari kamu
dalam setiap jejak
seperti aku yang menunggu
kabar dari matahari
Aku cari kamu
di setiap malam yang panjang
Aku cari kamu
kutemui kau tiada
Aku cari kamu
di setiap bayang kau tersenyum
Aku cari kamu
kutemui kau berubah
Kamis, 07 Maret 2013
menulis padamu
Tidak menulis padamu di malam-malam lalu bukan berarti aku berhenti. Hanya saja ada wadah lain yang lebih butuh aku ketimbang kamu.
Tapi, cintaku tak mendua kok untukmu saja seorang. Ada banyak kisah yang kukerjakan dalam satu malam dan satu waktu lalu.
Kini, Aku ingin berdua denganmu setiap waktu. Antara napas dalam hidup yang tak akan membagi redup. Kamu adalah cerminanku :)
Senin, 04 Maret 2013
kakiku & kereta
Pagi tadi, kaki ini sebenarnya enggan melangkah. Bukan karena malas yang menghantui. Hanya saja cuaca mendung menarik diri untuk berselimut lagi. Beberapa menit sempat kalah dan terlelap.lalu bangun dengan mengerjakan segala hal di luar waktu yang bisa di perkirakan. Alhasil, lambat laun kaki ini melangkah juga ke luar rumah.
Depok. Aku meninggalkanmu menggunakan kereta. Menggunakan kendaraan setia yang telah kutinggalkan lama. Semenak bekerja didaerah bintaro aku menggunakan angkot sebagai moda dan pengantar jasad menuju pengisian ilmu-ilmu baru demi pengalaman dan bonus menyeka keringat.
Jam 6.15 aku sudah berkeliaran di stasiun, asing banyak perubahan di sana sini. Aku pun bercermin, sama seperti diriku yang kini lain.
Tiketku sudah di tangan, kegiatanku hanya tinggal menunggu kereta datang. Menjemput berbagai jasad berisi ruh yang siap mengais rizki demi hidup esok,dan esok lagi. Entahlah
Keretaku datang, sayang tak bisa kupaksakan. Penuh, berjubel, mungkin sudah tak ada ruang. Terpaksa aku terdiam. Menunggu kereta lanjutan yang siap berestafet menjemput penumpang.
Hampir setengah jam.menunggu, akhirnya depok-tanah abang datang. Pada nyatanya aku bertemu dengan banyak abang juga. Kami saling berdesak bahkan bertarung keringat. Kupaksakan diriku masuk, meski dari luar kurasa tak mungkin. Akhirnya aku masuk juga, menindih kaki-kaki bertuan yang saling berebut lahan sekadar berdiri.
Aku berusaha menahan diri, agar tidak terbawa arus kanan kiri. Namun apa daya badan ini hanyalah tulang yang berselimut kulit. Kamu tahu? Aku terombang ambing dalam puluhan manusia yang kenanyakan semua putra
Dalam situasi panas, semua terasa memanas, saat udara oksigen saling berebut, masuk dan dihirup. Terpaksa aku jinjit.menahan kaki lain agar tidak sakit. Meski aku tahu yang aku lakukan sebenarnya cederai diri sendiri.
Kereta berjalan sebagaimana mestinya, tak peduli jika jasad-jasad yang berada dalam tubuhnya senantiasa mengeluh penuh dan sesak. Padahal aku tahu, rasanya jadi kamu kereta. Kamu pasti lelah karena mengangkut kami semua. Terlebih di antara kami banyak dosa yang belum tentu meluruh saat diri ini mengeluh.
Perempuan berkereta, aku kuat meski kupaksa, aku tangguh meski kurapuh. Tangan - tangan ini jadi saksi kerasnya besi sebagai gantungan diri.
Aku sendiri di antara adam yang saling berkawan. Melempar canda tawa tanpa lihat perkara. Semua mengalir begitu saja. Tapi berbeda dengan kaki kiruku yang terbungkus kaus kaki pink. Beberapa bagian agaknya membesar, bengkak. Jinjit dari st. Depok~Tn. Abang.
Kakiku jadi korban di kereta, salah! Ia adalah saksi kunci ceritaku pagi ini
Minggu, 03 Maret 2013
kesia-sian yang dimanfaatkan
Sia-sia pengulangan yang tak bisa di pisahkan. Ia berdampingan dan bisa berdiri sendiri jika dilengkapi.
Aku berada dalam titik itu, mungkin terjerumus atau bahkan sengaja kujerumukan diriku. Pengulangan kata tersebut menjadi kesatuan dalam akhir-akhir ini pada diri terutama batin.
Hal bahagia yang diberi Tuhan, mungkin juga selama ini kusia-siakan. Tak lagi dan lagi kuperhatian mana yang bisa kupakai sebagai pelampiasan
Sia-sia
Mungkin semua yang kudapatkan kemarin telah kusia-sia pada waktu yang juga kusia-sia dan lagi-lagi berada di tanganku sia-sia
Sia-sia yang kumanfaatkan
Kini menjadi alunan yang mengalun lalu turun.
Berlalu lalu pergi meninggalkan atau bahkan aku tertinggal
Sia-sia?
Tidak aku manfaatkan kesia-siaanku itu pada sebuah titik yang kukumpulkan dan akan terakumulasi menjadi kumpulan titik, yang menggelinding dan berputar. Pada bagian yang tersia-sia menjadi biasa disia-sia. Dan sekali lagi...
Sia-sia
Kumanfaatkan di sela waktu yang sia-sia
Jumat, 01 Maret 2013
malam, berkawanlah sejenak padaku :'(
Aku benci tangis yang tumpah malam ini. Dan benci itu, yang melunturkan segala rindu. Lalu esok berlalu.
Biarkan aku lahir lagi dengan jasad ini tapi dengan hati yang kini.
Aku tinggalkan semua, bukan untuk sesuatu, tapi karena sesuatu. Lalu, sesuatu itu lambat laun terantuk. Jatuh, terlupa, bergulir sudah.
Dan aku benci malam ini, bukan pada malam. Hanya saja pada suasana yang entah, kenapa begitu risih menyelimuti diri.
Seperempat kepalaku botak
Ini sudah yang kesekian kalinya. Setiap aku menyisir, hampir dipastikan dua puluh helai rambutku rontok, bahkan lebih.
Ada ketakutan tersendiri dalam hidupku menggunakan sisir semenjak setahun yang lalu. Akhirnya kuputuskan untuk menggunakannya setiap dua minggu sekali, semenjak itu. Hal tersebut untuk memastikan saja apakah sudah kembali normal atau belum. Tapi itu semua sebenarnya hanya untuk meredam rasa takutku. Agar aku merasa lebih tenang. Aku akan merasa lebih nyaman jika tak tahu apa sakitku ini.
Tapi pagi ini entah kenapa semuanya berbeda. Bukan hanya dua puluh helai rambutku yang rontok. Tapi seperempat bagian kepalaku sudah botak.
Aku takut, ini kah yang disebut-sebut sebagai akibat dari penyakit yang mungkin kuderita. Tidak! Aku tidak mau sakit! Aku masih ingin menjalani hiduku seperti biasa dan normal. Itu saja.
Keluarga, maaf maksudku hanya terdiri dari seorang lelaki yang terbiasa kusebut ayah dan seorang lagi yang biasa kusebut ibu jarang kutemui.
Waktu mereka terlalu banyak dihabiskan di jalan dengan berbagai urusan. Sepertinya mereka juga sudah lupa padaku. Oh tidak, mereka tidak lupa. Setiap bulan, tabunganku selalu terisi secara otomatis. 9 digit di belakang angka, mungkin bagi sebagian orang fantastis. Tapi bagiku biasa saja.
Biasa saja kok, seperti terbiasanya aku dengan kerontokan rambutku. Tapi pagi tidak biasa. Sebagian kepalaku kini botak.
Saatnya aku memutar otak, aku tidak ingin murid didikku tahu kalau pengajarnya kehilangan ratusan helai rambut.
Kain berwarna warni dengan harga lumayan tinggi menjadi pilihanku sebagai fashion yang menutupi kepalaku. Aku lebih terkesan modis ketimbang terlihat sebagai gadis yang seperempat botak.
Berkali-kali aku tersenyum sambil mengikat rambut panjangku, salah rambut yang dulu pernah panjang. Sekarang tidak lagi. Semua rontok, sama rontoknya dengan hatiku, yang kehilangan sosok ayah dan ibu
Tapi tidak apa, pagi ini aku masih bisa bercermin dan tersenyum seperti biasa. Meski aku tahu mukaku semakin lama semakin tirus tak terurus. Aliran darah diwajah sepertinya tersendat lewat. Mungkin takut karena trauma sering kupertemukan dengan kedua telapak tangan secara keras lalu perlahan...
Ah sudahlah. Cukup sekian, seperempat kepalaku sudah botak dan aku harus bersiap bahwa seperempatnya atau tiga perempatnya akan bergabung, ikut menyusul.
Muridku... aku akan tetap bertemu dengan kalian, kalian tak perlu khawatirkan aku. Seperti biasa, senar-senar biola kalian akan terus bergesek, dan berbunyi. Bunyi yang dapat membuat hatiku nyaman, bunyi yang membuat rambutku serasa utuh kembali. Kalian penghasil bunyi-bunyi indah yang dengan setia akan kudengar.
Pagi, setelah lelah meninggalkan
@Kosan-kosan