Dalam penghujung
Dalam penghujung yang tak berujung
Masih saja kau lempar senyum yang tak terhitung
Membiaskan segala yang kabur lalu bersama angin membaur.
Tak lagi bisa dicari setiap jejak jati diri.
Mengusahakan api yang tak berusaha padam.
Mengusahakan bumi yang masih terus ingin dipijaki.
Kalau tiba-tiba mati dan membusuk tak akan ada reinkarnasi baru yang membiru.
Pudar lama-lama terkikis yang sudah tak bisa dilukis.
Kalau malam
Kalau malam sudah penat
Ia tak lagi bisa dirayu
Memercingkan bintang saja dengan layu dan sayu
Sudah kehabisan pijar katanya
Bergulat dengan matahari yang sempat patah hati
Kalau malam sudah penat
Ia siap menggunakan sekat
Membatasi diri hingga berkarat
Dan tak lagi bersinar pekat
Mengakhiri segala hasrat
Bukan anjingmu
Aku bukan lagi anjingmu
Yang bisa kau ajak tidur di kasur biru
Yang bisa kau rayu dan juga cumbu
Aku bukan lagi anjingmu
Yang bisa kaupanggil setiap waktu
Dan bersiap menerima grayangan tanganmu yang sungguh terlalu
Aku sudah jadi bangkai
Yang bisa kau cium wanginya dari jarak tak ternilai
Aku sudah habis digeluti cacing dan terkungkung jadi belatung
Sekali lagi, aku bukan anjingmu
Ayah sempurna
Ayahku memang buta
Tapi ia bukan peminta
Ayahku memang lumpuh
Tapi ia tak rela mengeluh
Ayahku memang tuli
Tapi ia bukan pencuri
Ayahku memang gagu
Tapi sikapnya tak pernah ragu
Ayahku sempurna
Saat kupandangi dengan saksama
Telanjang mata, hati bicara.
Maaf
Kecewakan dia teramat menyiksa
Tak menuruti apa yang diminta
Demi sebuah keyakinan
Maafkan anakmu ma..
Dengan Yang sama kita berbeda cara.
Gelas kaca
Gelas kaca yang kau taruh di pucuk pintu pecah
Berserak tak terkumpul
Sekadar mencari tempat berhibur
Tidak ada komentar:
Posting Komentar