Setahun yang lalu. Aku masih ingat
hari itu. Hari di mana aku memutuskan untuk memilih kehidupanku yang lain.
Kehidupan pasca kampus. Tanggal 14 Februari mengingatkanku akan suatu hari di
mana aku menghidupkan sesuatu. Bersama kedua temanku. Lesehan Nongkrong.
Aku memutuskan untuk berwirausaha
tepat di hari itu satu tahun yang lalu 14 Februari 2012. Berbekal keyakinan dan
tekad bulat aku bersama kedua temanku membuka usaha baru. Usaha kuliner di
salah satu sudut belakang UI tepatnya di daerah Kukusan atau biasa di sebut
dengan daerah kukel.
Tempat usahku berderet dengan usaha
lainnya. Mulai dari usaha pencucian baju atau laundry sampai usaha penyewaan
lapangan futsal. Semua terasa istimewa saat itu. Kenapa kubilang istimewa?
Karena bagiku keputusanku untuk tidak bekerja pada orang lain amatlah tepat.
Aku berdagang sesuai dengan apa yang dicontohkan nabiku Muhammad Saw.
Lesehan Nongkrong 14 Februari 2012
terbuat dari sebuah ruangat bercat pink berukuran 3x4 meter. Sederhana saja.
Alasnya hanya terbuat dari kain lesehan dengan empat buah meja yang tertata
saling berhadapan. Hari perdana saat itu kami melakukan syukuran kecil-kecilan.
Membagi-bagikan makanan yang kami jual kepada para “tetangga” tempat kami
berjualan.
Pertama kali membagi-bagikan makanan
aku ingat sekali kami membuatkan lumpia saus kacang serta bitter balen isi
cokelat. Semuanya Nampak bersemangat meski perayaan pembukaan kami dapat
dikatakan sederhana tanpa semarak. Tapi bagiku sudah cukup.
Secara bergantian kami memberikan
sepiring kecil makanan kami kepada tetangga jualan yang berada di kanan kiri.
Tapi ada sesuatu yang ingin kuceritakan terkait hari itu. Tentang seorang
pemuda yang juga membuka usaha berjeda dua usaha dengan tempat kami. Pemuda
yang kukenal beberapa hari sebelum kami resmi membuka Lesehan Nongkrong.
Aku tak pernah tahu namanya. Mungkin
lebih tepatnya belum. Dia putih tapi tak seputih tembok. Terlihat dingin
mungkin karena dirinya habis mandi atau karena masuk angin. Kita hanya bersapa
sekali sebelum Lesehan Nongkrong buka. Aku ingat saat itu. Ingat sekali.
Saat itu h-3 sebelum Lesehan
Nongkrong buka secara resmi. Aku dan kedua teman perempuanku melakukan berbagai
persiapan. Dari mulai pengecatan hingga penataan ruang tempat serta memikirkan
penyajian. Saat itu hujan turun. Karena tempat kami belum memiliki alas secara
tak langsung kami menumpang duduk di tetangga sebelah yang berjualan nasi goreng dan aneka masakan
berat lainnya.
Saat itu salah seorang temanku pulang
duluan jadilh aku tinggal bersama seorang temanku yang lain. Karena tidak enak
hanya sekadar menumpang duduk akhirnya aku memesan minuman. Kebetulan disebelah
kami ada seorang lelaki yang tengah asyik membaca sebuah buku. Sebuah buku
tebal mungkin beratus-ratus halaman ada di hadapannya. Ia terlihat serius dan
asyik membaca.
Karena tidak enak dan takut merasa
mengganggu temanku tetap berdiri di sampingku.
“Eh Mbak silakan duduk” ujarnya
seketika. Temankupun menyahut dan akhirnya menerima bangku berwarna merah yang
diserahkan olehnya. Ia lalu berganti posisi sedikit menjauhi kami. Mungkin
karena ia merasa kami risih jika duduk terlalu dekat dengan lelaki karena dia
melihat kami berjilbab.
Kami pun mengucapkan terima kasih
padanya. Seketika aku memandangnya secara jelas karena ia duduk berhadapan
denganku kini, sedangkan temanku di sebelahku. Entahlah tiba-tiba pikiranku
terbawa oleh angin hujan yang semakin deras. Pemuda itu ganteng sekali.
Hahahaha.
Kemeja putih plus bawahan jeans
melengkapi penampilannya di saat hujan itu. Dan jujur semenjak saat itu aku
suka padanya. Dia tiba-tiba membuka suara menanyakan apa yang akan aku dan
temanku lakukan di ruangan 3x4 tersebut. Kuceritakan bahwa 3 hari lagi kami
akan membuka usaha kuliner. Ternyata dia juga salah seorang yang ikut membuka
usaha sederetan dengan tempat kami. Hanya saja ia membuka usaha khusus minuman.
Ia sengaja membuka itu karena pangsa pasarnya adalah orang-orang yang bermain
futsal.
Dari situlah awal mula percakapan kami. Hingga
malam itu pun berlanjut saat aku memberikan kepadanya makanan syukuran Lesehan
Nongkrong. Di mengucapkan terima kasih dengan senyum yang membuatku dapat
melambung. Untung aku selalu ingat bahwa langit senantiasa beratap. Rasa sukaku
tak boleh berlebih.
Tapi namanya juga suka. Ia berkembang
senantiasa sejalan dengan perkembngan Lesehan Nongkrong yang makin banyak di
kenal oleh mahasiswa. Rasa sukaku berkembang dan bermekaran. Namun itu semua
tidak berlangsung lama. Ya tidak berlangsung lama.
Meski aku sempat merasakan bunga-bunga
berkembang, pada masanya juga aku merasakan bunga-bunga layu dan tampak kuyu. Lesehan
Nongkrong semakin lama semakin meredup. Kami salah strategi karena tanpa
prediksi ada libur mahasiswa yang menghabiskan waktu beberapa bulan. Ditambah
pegawai kami yang sudah bergonta ganti plus kabur-kaburan.
Seperti itulah yang terjadi pada rasa
sukaku yang akhirnya ikut layu. Sang pemuda jarang membuka usahanya sehingga
kami juga sudah jarang bertemu. Lalu semuanya menghilang lebih tepatnya dia dan
kedua temanku pun bersamaku ikut menghilang ditelan kesibukan masing-masing
dari kami.
Lesehan Nongkrong terbengkalai dan sukakupun mungkin sudah menjadi bangkai.
Aku tak pernah tahu kabarnya lagi.
Meski sering kucari tahu. Sama seperti Lesehan Nongkrong yang tepat lahir di
tanggal ini hilang bersama waktu. Ditelan sepi seperti kehampaan diri.
Aku punya tekad dan masih punya mimpi
yang senantisa kuucap dalam setiap doa-doaku. Bahwa suatu saat nanti aku akan
menghidupkan Lesehan Nongkrong mungkin bisa tepat di tanggal 14 februari ini.
Meski aku tak pernah tahu akankah
rasa cinta dan sukaku tumbuh dan bermekaran seperti dulu. Dengan orang yang
sudah menghilang ditelan kalbu dan kepulan malam ataukah dengan yang baru yang
akan memberikan sinar.
Semoga saja aku senantiasa mendapat
kebahagiaan. Dengan cinta dan juga wirausaha. aamiin
Tidak ada komentar:
Posting Komentar