Tumpang, selamat malam
Aku menemuimu dalam rasa yang tetap sama, seperti berulang
Dingin yang menggigil, baik udara dan air.
Pribadi yang ramah dan sopan baik di pasar atau di jalan. Semua sama meski dalam kondisi yang berbeda.
Tumpang, tahun 1998, saat pertama aku menginjakkan kaki di sana untuk menetap lebih lama. Dengan puing masa lalu yang tercecer, semua kubawa dan kurajut dengan peluh tetes air mata.
Itu sudah lalu, kenangan itu tak bisa dikubur dan dipendam terlalu dalam. Jika ada ingatan yang menggugah sejatinya itu bagian dari kehidupan yang ingin tetap kuhidupan sebagai pengingat bagi kelak di masa depan.
Cobaan itu tadinya kutangisi, sedih kenapa harus aku yang alami. Namun kedewasaan lambat laun menyadari bahwa ini bagian dari kasih Tuhan untuk hamba yang dicintainya, Aku.
Tumpang selamat malam.
Malam ini aku merekam jejak saat pergi ke pasar. Saat aku berseragam merah putih, dengan lambang SD Muhammadiyah 03 di bagian kantung dan lengan. Masa-masa di mana kemandirian sudah diasah sejak duduk di kelas lima.
Masa saat tanggung jawab menjaga adik yang masih terlalu dini. Aku menepati bahwa aku bisa mandiri. Meski sebagian dari masa kanak-kanakku hilang, tertelan.
Pasar Tumpang, pernah menjadi saksi saat aku ketakutan berpucat pasi mengetahui kabar bahwa adikku tertabrak. Rasa menyesal tak bisa dipungkiri, tapi lagi-lagi itu jadi ujian diri bahwa kasih dan sayang tiada bisa dibayar dan ditukar.
Tumpang, cintaku masih tertanggal. Meski lagi-lagi kita berbeda situasi dan kondisi. Suasana kita tetap sama, rasa itu tak berubah. Sebagian jejak cinta dan hidup tetap tersimpan dan terajut di sana. Rumah kita
Kelak saat dewasa lebih datang mengkoyak, percayalah kembali bermain padamu aku kembali.
Bersama bagian dari cintaku dan bagian dari hidupku, Kamu
Tumpang, jejak kenangan tak terlupakan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar