Cerita
Ada banyak cerita hari ini
Tapi karena kau tak bercerita, aku diam saja.
Saat manusia bercerita
Sesungguhnya ia hanya perlu didengarkan .
Cerita
Ada banyak cerita hari ini
Tapi karena kau tak bercerita, aku diam saja.
Saat manusia bercerita
Sesungguhnya ia hanya perlu didengarkan .
rajutan mungilku |
Sekujur kakiku kaku
Dingin tanpa bisa ditolak
Sementara suhu meningkat perlahan.
Cemas, ada yang kupikirkan.
Kutanggalkan sebentar ia di sana.
Kala itu semua lelap dalam mimpi di malam jelang dini hari. Mata tak lagi bisa dipejam. Dingin terasa dalam panas, entah terjadi peperangan apa dalam jasad ini.
Selimut cokelat yang hangat seolah menjadi penyelamat.
Aku beradu dalam hati, setelah sebelumnya berdialog singkat.
Mungkinkah dia mengintaiku, seperti saat lalu?
Kugerakkan secara paksa, badanku bergerak juga. Entahlah aku takut!
Tapi hatiku bilang kau pemberani.
Usai sudah niatku terjalani
Dalam sujud pada ka'bah yang terhampar di lantai aku merapal untaian ingin. Melabuhkannya dalam panas yang dingin.
Berharap ini semua usai, lebih cepat dari yang kuingin.
Sakit: Aku suka denganmu
Aku: Tapi aku Tidak!
Sakit: sejak kapan?
Aku: sejak kenal kamu
Sakit: Aku kan pengugur dosamu
Aku: Aku tahu, tapi janganlah berlama-lama denganku
Sakit: Harusnya kau senang?
Aku: Aku senang jika dosaku gugur, namun lebih senang sehat dan mengumpulkan pahala dengan macam ketaatan pada Tuhan, berkumpul dengan banyak orang, bermanfaat bagi sesama dan umat.
Sakit: Baiklah, aku sekejap saja mampir padamu, sesekali untuk membuatmu istirahat lebih lama dibanding biasanya. Tuhan sayang padaMu melebihi yang kau tahu. Aku datang untuk memulihkan bagian anggota tubuhmu. Jangan mengeluh dan sedih jika aku hadir atau sekelabat mampir.
Aku: Benarkah?
Sakit: Ya, hadirku padamu juga atas izin dariNya. Bersyukurlah, Tuhanmu ingin membuatmu lebih sehat. Ada batas waktuku padamu. Aku tak akan berlama-lama
Aku: Alhamdulillah, terima kasih ya ^^
Sakit: Berterimakasihlah dengan menyebut nama Tuhanmu
Aku: Allah, Allah, Allah. Alhamdulillah
Mudahnya menjadi orang pandir.
Meremehkan titipan Tuhan demi yang lain.
Merasa diri seolah paling mampu, padahal tak begitu.
Dan kini, nikmatilah akibat perbuatan itu. :'(
Ternyata menjadi orang yang multitasking tak semudah yang dilakukan dibanding dipikirkan. Kemarin pelajaran berharga untuk diri saya terutama untuk mata dan hati!
Rasa kasihan dan tegaan dengan orang lain justru membuat diri terzalimi sendiri. Padahal jelas-jelas kasihan itu takabur. Kasihan adalah saat dimana kau merasa bahwa kondisimu lebih baik dari orang yang kau kasihani. Padahal seharusnya yang muncul adalah perasaan mengasihi. Tapi ya sudahlah, tulisan kali ini tak ada niat untuk mengeluhkan yang lewat. Buat apa juga? Hanya saja ini sebagai pengingat bahwa ada kalanya manusia perlu tegaan alias tidak terlalu pakai perasaan!
Ini berkaitan dengan komitmen dalam sebuah grup yang saya ikuti. Ada perjanjian di sana namun semuanya tak mentaati, dan lagi-lagi saya sendiri yang jadi korban. Terutama mata. Seharian kemarin, mata saya sudah bekerja dengan amat luar biasa seharian penuh. Menatap layar 11 inch hanya berjeda saat sholat saja. Sisanya dia bekerja ekstra. Malamnya, di saat selesai ia justru dipaksa bertugas lebih ganas. Menatap layar yang ukurannya tak lebih dari remot tv dan memandanginya hingga dini hari menjelang. Tak tega dengan yang lain, seolah menjadi alasan bahwa mata laik dikorbankan. Padahal saat itu ia sudah mengirimkan sinyal-sinyal bahwa ia butuh dipejamkan.
Disaat-saat seperti itu, sebenarnya saya sadar sedang zalim pada diri sendiri dan juga Tuhan. Namun tetap saja aktivitas tersebut berlanjut demi keberlangsungan suatu grup.
Keyakinan bahwa Tuhan Maha Pengampun seolah menjadi sandaran tersendiri dalam diri untuk berlaku pandir seperti itu tadi. Hasilnya... tak semaksimal usaha yang dilakukan. Efeknya ^^? Tuhan kasih nikmat penggugur dosa (Baca:sakit)
Semoga benar-benar menjadi penggugur di musim semi seprti ini (anggaplah begitu) dan terima kasih untuk mata terutama. Caramu memberitahu bahwa engkau teramat lelah sungguhlah tepat. Tetesan air yang berjatuhan semalam adalah peringatan yang luar biasa yang begitu mengena di hati dan pikiran.
Hati... terima kasih sudah peka! Tanpa kau apalah arti tubuh ini. Engkau merasai secara saksama tanpa bisa ditutup-tutupi. Dan pada akhirnya yang bisa dilakukan saat ini adalah meminta maaf pada Tuhan disertai syukur yang tiada tara. Betapa ciptaan (anggota badan) ini sempurna Kau ciptakan. Hanya kepandiran diri ini yang membuat semuanya terabaikan. Maafkan saya, Tuhan...
Engkau Maha Pengampun.
*pandir= orang bodoh
Ada kalanya hal yang sangat berarti di mata kita, menjadi hal yang paling sederhana di mata orang lain. Begitu pula sebaliknya.
Selamat dini hari...
Pagi ini ada sesungging senyum yang bersinar dalam terang.
Senyum itu seketika berubah menjadi tawa yang renyah. Ada hal-hal sederhana yang dibuat rumit oleh seseorang. Mungkin begitu pula sebaliknya. Entahlah...
Ada kalanya canda bertukar isi dengan serius, pun sebaliknya.
Jangan hanya lihat bungkusnya, pahami juga rasa dan isinya ^^
Perhatikan bahasanya, pahami konteksnya, lihat strukturnya.
Tanyakan maksud yang sebenarnya, hindari berbicara sendiri yang akan berujung pada prasangka.
Menilai orang lain memang mudah, sudahkan diri menilai sembari berkaca ^^?
Mengingatkan orang yang salah sangka tak semudah mengingatkan orang yang mudah berprasangka.
Kadang kita merasa lebih pintar, merasa lebih paham dengan maksud dan tujuan seseorang. Namun sebenarnya kita 0 besar.
Tulisan ini saya dedikasikan untuk para sahabat yang mudah sekali mengambil kesimpulan terhadap orang lain.
Hati-hatilah dalam melangkah, menilai, dan menarik kesimpulan.
Perhatikan kalimat saya, "Gimana coba, kalau..." Sebuah pengandaian yang terkadang dimaknai lain, bergantung PMV orang masing-masing :D
kopi |
Kita akan jarang bertemu, kamu jangan rindu. Andaikan kamu mau oleh-oleh dariku, aku cuma punya doa, jangan minta selain itu!
Entah, siang ini tiba-tiba menuliskan kalimat itu dengan gampang dan gamang. Seperti ingin pergi jauh. Entah, jauh ke mana. Aku sendiri tak tahu jawabannya.
Ada kalanya perasaan tak jelas hadir disaat keikhlasan tak jadi sandaran. Terhadap apa? Sesuatu yang membuat diri tak tenang dan tak karuan. Seseorang, mungkin iya bisa menjadi jawaban.
Untaian kalimat di paragraf pertama kukirimkan pada beberapa teman perempuan dekat.
Responnya? Banyak hal, banyak rasa.
Sebagian menangis, mereka terlalu melankolis. Seperti aku.
Sebagian menerka dan bertanya membabi buta, mau kemana kakiku melangkah lagi. Semua kujawab dengan: Entah!
Tadi sesaat terasa malaikat maut mengintip dan mengintai.
Mungkinkah selanjutnya aku yang dipanggil Tuhan
Atau dia sebenarnya hanya ingin memastikan bahwa selanjutnya adalah aku.
Bisa saja begitu...
Hai kamu... kalau aku nanti tidak ada, jangan kecewa dengan dirimu sendiri ya... tidak menyapa aku beberapa waktu lalu.
Dan kamu, aku minta dikucurkan maaf dengan segala ikhlas, agar aku tenang dan damai.
Di sini
Di tempat ini
Kini
Atau nanti
Merapi di Glagaharjo |