Aku telah mendedikasikan hidupku menuju jalan Allah yang Maha Tinggi. (Khalid bin Walid)
Mendengar kisah Khalid bin Walid di hari Sabtu membuatku berpikir siapakah beliau. Selain sahabat nabi dan seorang panglima perang ternyata beliau adalah seseorang yang memiliki kerendahan hati teramat luar biasa. Di saat beliau menduduki puncak kegemilangan dan kejayaan dalam posisinya sebagai panglima perang dan tiba-tiba posisinya dicabut oleh Umar beliau justru berlapang dada dan tetap bersikap bersahaja. Luar biasa...
Lalu kenapa tiba-tiba saya membicarakan beliau? Heheh hal ini tak lain dan tak bukan karena saya mendapat kesempatan untuk menjaga dan menaungi suatu kelompok dalam acara Kepemimpinan Muslim Muda Indonesia-Malaysia yang diadakan di Bogor Indonesia pada 20 Dzulhijah 1432-4 Muharam 1435/ 3-8 November 2013. Kelompok yang saya jaga adalah kelompok lima yang bernama kelompok Khalid bin Walid.
Kelompok saya terdiri dari empat orang perempuan ( 2 orang Indonesia dan 2 orang Malaysia) dan tujuh orang lelaki (3 orang indonesia dan 4 orang indonesia).
(Alvian|Nanda|Kimiez|Melly|Ain|Reisa|Tuti|Dyana|Hafiy|Farris|Ashraf|Fanni) |
Awal pertama bertemu dengan mereka di lobbi Hotel Mirah untuk sekadar pembagian jaket dan seminar kit dari pihak panitia (Casis/STS/Univ Ibn Khaldun) sudah membuat saya berpikir dan bersyukur bahwa kelompok saya terdiri dari anak-anak muda yang umurnya tak jauh di atas saya. Hal tersebut membuat saya tak susah untuk memulai komunikasi dengan mereka. Di awal pertemuan mereka juga menunjukan sikap hangat dan santun sehingga saya merasa lebih nyaman dan tenang :D.
Hari-hari berlanjut dengan begitu cepat. Banyak kejadian yang kami alami bersama. Suka duka dan semuanya. kekompakan kami mulai terasa saat kami melakukan kerja lapangan. Kami mendapat kesempatan untuk meninjau sebuah sekolah di daerah Parung tepatnya di Smart Ekselensia. Perjalanan menggunakan transportasi umum menjadi pengalaman tersendiri terutama bagi teman-teman dari Malaysia yang baru pertama kali mencoba kendaraan bus sederhana yang mampu membawa kami sampai tempat tujuan. Beberapa kisah lucu dan sempat membuat hati tersenyum dalam hati bahwa rekan-rekan Malaysia begitu menikmati bahkan sampai berdiri dan bergelantungan di depan pintu. Dengan pedenya mereka pun mengenakan kaca mata hitam laiknya seorang turis yang sedang pergi melancong.
Sesampainya di sekolah yang kami niati untuk melakukan kerja lapangan ternyata membuahkan sebuah ide lain. Bagaimana tidak jika sekolah yang kami datangi sedang libur karena bertepatan dengan tanggal 1 Muharam (tahun baru islam). Tak kehabisan akal... setelah menelepon seorang koordinator kami segera memutuskan untuk bertolak ke depan sekolah tersebut. Yap... kami menuju Rumah Sehat Dompet Dhuafa sebagai tempat dadakan kami dalam melakukan kerja lapangan.
Sempat terjadi penolakan saat kami ingin meminta izin untuk melakukan wawancara namun pada akhirnya dengan segala macam alasan yang kami kemukakan (dengan bantuan Fanni juga) kami bisa mendapatkan kesempatan untuk mengeksplorasi tempat tersebut meski kami dilarang mewawancarai siapapun. Namun dengan taktik cerdik secara tak langsung kami mewawancarai pak Imam yang pada akhirnya mengantarkan kami ke berbagai ruangan dan tempat-tempat di Rumah Sehat tersebut. Alhamdulillah
Selesai melakukan kegiatan tersebut kami langsung balik ke arah hotel dan melaksanakan makan siang bersama. Satu hal yang saya rasakan bahwa saya sangat bersyukur bisa mengenal rekan-rekan dari Indonesia maupun Malaysia tersebut. Begitu baiknya Allah memberikan saya kesempatan untuk berinteraksi dengan mereka secara langsung bahkan dalam waktu hampir lebih dari lima hari. Mereka semua cerdas dan saya yakin kecerdasan intelektual maupun emosional yang mampu mereka kelola dapat menjadikan mereka seorang pemimpin kelak. Allahuma aamiin.
Di depan Rumah Sehat Dompet Dhuafa |
setelah wawancara dengan pak imam |
rehat sejenak :D |
Wahhh.... |
Selain kisah di atas saya juga akan menceritakan sedikit kisah kebersamaan kami selama mengikuti kegiatan Kepemimpinan Muslim Muda Indonesia-Malaysia. Setiap pagi kami berjalan bersama dari hotel Mirah dan Gunting menuju gedung MB-IPB untuk mendapatkan pembekalan ilmu dan materi dari fasilitator hebat yang mampu membuka pikiran dan cakrawala mereka. Saat pulang pun kami terbiasa bergerombol bersama. Ada kedekatan emosional yang terjadi diantara mereka (sesama peserta) pun halnya dengan saya yang bertugas mendampingi mereka selama berkegiatan.
Sebelum masuk kelas |
bahagianya |
Hari-hari terakhir sebelum kami berpisah ada beberapa kegiatan yang kami lakukan. Dari mulai menuliskan pesan dan kesan terhadap diri kami masing-masing... kami juga mengobrol bersama setelah penutupan acara. Kami melanjutkan percakapan di hotel Mirah dari malam hingga pagi menjelang. Banyak kisah yang kami lontarkan dan beberapa kejadian lucu membuat kenangan itu terlalu membekas. Sedih rasanya jika ingat mereka. Sedih di sini diartikan sebagai bentuk kerinduan yang tak terhindarkan.
Ada masanya bertemu dan ada masanya pula kami berpisah. Seperti hidup... ada masanya kami lahir dan ada masanya kami akan mati :D. Jujur tulisan ini saya bentangkan dalam blog sebagai bentuk rasa syukur terhadap nikmat Tuhan atas persahabatan yang telah dihadirkan dalam hidup saya. Selain itu juga sebagai pengejawantahan pikiran dan kenangan yang ingin ditarik dari otak dan dilampiaskan di sini. Agar kenapa? Agar saya tak terlalu bersedih dan mengingat mereka. Jahatnya saya....
Tidak... saya sangat menyayangi mereka oleh karena itulah lebih baik saya segera move on dan tidak berlarut dalam kenangan tersebut. :D
Akan ada masanya saya menuliskan bagian yang lain dari kebersamaan bersama mereka. Namun tidak kali ini karena saya sudah terlalu lelah. Lelah dengan pikiran dan kenangan dan bahayanya saya begitu mengingat mereka. Reisa Payah!
Foto-foto yang ada dalam tulisan kali ini berasal dari Fanni Suyuti dan juga Kimiez. Maaf saya ambil tanpa izin tapi saya rasa kalian berdua tidak akan apa-apa :D
Saya rindu kalian semua :D
Semoga kalian bisa menjadi pemimpin yang sebenarnya. Allahuma aamiin
Tidak ada komentar:
Posting Komentar