"Kamu sudah mau tidur?" Aku menyapamu yang
sedang berbaring di hamparan kasur berseprei hijau. Kamu menggeleng perlahan
lalu tersenyum. Wajahmu terlihat lebih pucat dari biasanya. Matamu juga
terlihat lebih cekung, sepertinya hampir beberapa hari ini kamu menahan
untuk tidak tidur.
"Hari ini kamu ke mana saja?" Aku bertanya lagi
sembari memperhatikan kamar yang kau tempati secara saksama. Beberapa buku
tertumpuk di atas sebuah wadah berwarna biru tua.
"Ke banyak tempat." Ujarmu sesaat lalu seolah
mengingat apa saja yang telah kamu lakukan hari ini. "Pagi tadi aku ke
pasar mengantar mama berbelanja. Habis itu aku ke kosan, mengambil barang sisa
yang masih tertinggal di sana. Terus aku tadi ke bank" jelasmu singkat.
Aku tak pernah puas jika kamu tak menjelaskannya secara detail. Ini seperti
bukan kamu yang biasanya.
"Sudah habis barang-barang di kosan?" Aku
bertanya lagi sembari mengambil sebuah buku berjudul Perang Tubuh. Kamu menggeleng
perlahan, sesaat kamu naikan bantalmu lebih tinggi.
"Aku tadi mual, seperti biasanya.... angin senang
sekali bersemayam dalam tubuhku. Jadinya hanya dua kali aku bolak-balik oper
barang di kosan. Daripada aku pingsan!" Ujarmu menjelaskan. Aku terdiam
beberapa saat, sengaja kulakukan agar kamu melanjutkan ceritamu hari ini.
"Tadi sebelum ke kosan aku antar mama ke pasar. Ada
hal yang ingin kuceritakan padamu..." Ujarmu membuatku menoleh. Segera
kutanggalkan buku yang sempat kupegang dan memperhatikanmu secara saksama.
Tatapan mataku bermakna sebuah pertanyaan "apa"
"Orang-orang yang berjualan di pasar itu keren
deh..." Ujarmu sembari tersenyum, wajahmu terlihat berseri karena memuji
sesuatu yang kuyakini pasti akan membuatku senang mendengarnya. "Mereka
itu antar satu pedagang dengan pedagang lainnya saling bahu membahu dan tolong
menolong. Coba deh kamu bayangin, waktu mama mau beli kopi giling, penjual
kopinya nggak ada, nggak tahu pergi ke mana.
Beberapa pedagang di samping kanan dan kirinya ketika ditanya pada bilang nggak tahu si abang di mana, tapi secara bersamaan mereka menanyakan apakah mama mau membeli kopi. Dan mereka rebutan melayani. Iya mereka beneran rebutan, sampai salah seorang diantara mereka meninggalkan barang dagangannya demi membantu melayani mama. ketika ditanya mama kenapa abang-abang pada rebutan melayani, dengan senyum mereka bilang "karena abang kopi ini juga sering melayani pembeli saya kalau saya sedang tidak ada" dan jawaban itu di "iyakan" oleh pedagang di kanan dan kiri. Kebaikan memang dibalas dengan kebaikan ya" Ceritamu tentang kisah di pasar kali ini mampu membuatku mengangguk-angguk paham.
"Ini buku-buku dari kosan?" Tanyaku memastikan
sembari menunjuk wadah biru tersebut. Kamu mengangguk perlahan. "Masih
banyak ya bukumu?" Aku bertanya lagi sambil berharap kamu akan menggeleng
menjawabnya.
"Masih. Ternyata masih ada satu kerdus. Berat lagi.
Ternyata bukuku banyak juga. Padahal ada beberapa buku yang belum aku baca.
Kasihan buku itu... udah aku beli terus aku telantarin gitu aja" Jelasmu
bersedih. Aku menatapmu sambil tersenyum simpul.
"Aku percaya kok, buku-buku itu nanti akan kamu baca
semua." Ujarku berusaha menghiburmu. Kamu mengangguk, turut meyakini bahwa
harapan untuk membaca semua buku itu dapat terwujud. "Ini yang di wadah
biru udah kamu baca semua?" Tanyaku memastikan karena sudah tidak
bersampul plastik dan bersegel.
"Ini baca deh..." Ujarmu tiba-tiba sembari
menunjukkan tulisan tangan yang menempel pada figura foto SMAmu. Aku membacanya, tulisan ini mampu membuatku tersenyum simpul.
"Ini yang di wadah biru udah semua, yang sisa di
kerdus kecil yang belom. Bulan ini baru baca 2-3 buku. Itu pun nggak tuntas.
Payah ah aku!" Jelasmu seperti menyesali.
"Kamu sih pergi-pergi terus. Tapi kalau kamu nggak
pergi itu kaya bukan kamu. Padahal kamu anak rumahan tapi seneng banget
pergi-pergi. hahaha" Aku tertawa saja mengungkapkan pendapatku tentangmu.
"Bulan depan aku pergi lho. Aku seneng banget."
Jelasmu sumringah. Aku mengernyitkan dahi, bingung. "Kenapa kamu?"
Tanyamu sambil menyenggolku pelan.
"Kamu nggak capek?" Tanyaku memastikan
bahwasannya saat ini kamu sedang berada pada titik kelelahan. Kamu menggeleng
sambil tersenyum.
"Capek ya? Apa itu capek? kawannya lelah? bukankah
lelah itu nikmat ya? apalagi kalau kamu mensyukurinya?" Ujarmu dengan mata
yang berpendar. Dalam bola matamu yang hitam memang tidak kulihat kelelahan,
tapi fisikmu yang kini lemah dan terlihat lelah membuyarkan semuanya.
"Kamu mau pergi ke mana?"
"Medan"
"Ngapain?"
"Pergi untuk kembali"
"Maksudnya? Kok aku nggak paham?"
"Kapan sih kamu mau pahami aku? Kalau kamu paham, kamu
tak akan banyak tanya" jelasmu sambil mencubit kedua pipiku. Aku bergidik
sendiri. Membuang jauh pandangan mataku padamu. "Dilarang ngambek!
Ada masanya akan kujelaskan ngapin aku pergi. Satu hal yang harus kamu tahu, kemana pun aku pergi yang kucari adalah ridho Tuhan." Jelasmu
sembari menarik tanganku.
"Berapa lama kamu pergi?" Tanyaku lagi
takut-takut kehilanganmu
"13 hari InshaAllah. Doain ya agar aku kembali
dengan lebih baik lagi." Jelasmu semakin membuatku tak mengerti.
"Mau jalan-jalan ya?" Tebakku. Kamu menggeleng
perlahan.
"Akan lebih nyaman jika kusebut ini berjuang."
Ujarmu tersenyum. Tanganmu mulai menaikan selimut cokelat.
"Terus tadi ke Bank ngapain? Transfer uang?"
Tebakku dan kamu mengangguk.
"Transfer beli tiket lebih tepatnya. Tahu nggak hari
ini, aku bawa motor lagi dan kulakukan itu tanpa kacamata. Dan aku
berhasil." Jelasmu tertawa renyah. Kelakuan yang baru saja kamu ceritakan
seolah menjadi hal hebat yang kau banggakan. Aku hanya bisa mengelus dada
mendengar ceritamu barusan.
"Kelihatan memangnya?" Aku panik sebenarnya.
"Kelihatanlah, kaca mataku lupa taruh di mana.
Seharian lalu selepas mengetik aku lupa. Jadi nekatlah hari ini. Tapi sebelum
nekat berlaku kaya gitu, di dalam hati aku berdoa kenceng banget. Semoga Allah
mempertajam penglihatanku. Dan ternyata dikabulkan. Meski tadi pas mau nyebrang
hampir diserempet mobil. hehehehe" Jelasmu terkekeh seolah itu adalah hal
lucu. Aku terdiam saja tanpa peduli menjawab ceritamu barusan. Bagiku kamu
keterlaluan!
"Nggak usah bete! yang penting aku hari ini
selamat." Jelasmu menegaskan. Aku hanya bisa menghela napas perlahan.
"Jangan seperti itu lain kali, aku nggak suka!"
Ungkapku jujur, aku takut kamu kenapa-kenapa.
"Aku sehat kok, hanya saja ini sisa angin
berhari-hari yang lalu tak juga mau pergi dari tubuhku. Kalau masalah tadi, beneran
deh itu karena terpaksa. Batas transfer dari pemesanan tiket secara online itu
cuma satu jam. Jadi mau nggak mau suka nggak suka aku berlaku nekat
demikian." Jelasmu seperti menyesali. Aku mengangguk perlahan, menerima
alasanmu yang kurasa bisa dimaklumkan.
"Sepertinya kamu sudah lelah, sekarang
istirahatlah" Ujarku menasehatimu sembari menaikan selimutmu hingga pundak
agar kau selalu merasa hangat.
"Iya aku harus istirahat sejenak, nanti malam aku
bersiap jadi kelelawar. Banyak tugas tulisan yang harus aku selesaikan."
Ujarmu sembari menatapku dalam.
"Kalau saja aku bisa menggantikanmu mengetik, pasti
akan kulakukan." Ujarku berharap sekali bisa membantumu.
"Kamu hadir dan menemaniku di saat-saat seperti ini,
bagiku sudah cukup. Doamu juga sudah sangat membantu. Sudah banyak juga waktu
yang kamu beri, itu sudah lebih dari cukup." Senyummu tulus saat
mengatakan itu dan memang sebenarnya itu yang senantiasa kutunggu.
Tidurlah.... malam terlalu malam
Tidurlah... pagi terlalu pagi...
Tidurlah... malam terlalu malam
Tidurlah... pagi terlalu pagi...
Sebait lirik lagi Payung Teduh menjadi pengantar tidurmu
malam ini. Semoga kesehatan senantiasa menyertai dirimu.
Aku, kamu!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar