Mudahnya menjadi orang pandir.
Meremehkan titipan Tuhan demi yang lain.
Merasa diri seolah paling mampu, padahal tak begitu.
Dan kini, nikmatilah akibat perbuatan itu. :'(
Ternyata menjadi orang yang multitasking tak semudah yang dilakukan dibanding dipikirkan. Kemarin pelajaran berharga untuk diri saya terutama untuk mata dan hati!
Rasa kasihan dan tegaan dengan orang lain justru membuat diri terzalimi sendiri. Padahal jelas-jelas kasihan itu takabur. Kasihan adalah saat dimana kau merasa bahwa kondisimu lebih baik dari orang yang kau kasihani. Padahal seharusnya yang muncul adalah perasaan mengasihi. Tapi ya sudahlah, tulisan kali ini tak ada niat untuk mengeluhkan yang lewat. Buat apa juga? Hanya saja ini sebagai pengingat bahwa ada kalanya manusia perlu tegaan alias tidak terlalu pakai perasaan!
Ini berkaitan dengan komitmen dalam sebuah grup yang saya ikuti. Ada perjanjian di sana namun semuanya tak mentaati, dan lagi-lagi saya sendiri yang jadi korban. Terutama mata. Seharian kemarin, mata saya sudah bekerja dengan amat luar biasa seharian penuh. Menatap layar 11 inch hanya berjeda saat sholat saja. Sisanya dia bekerja ekstra. Malamnya, di saat selesai ia justru dipaksa bertugas lebih ganas. Menatap layar yang ukurannya tak lebih dari remot tv dan memandanginya hingga dini hari menjelang. Tak tega dengan yang lain, seolah menjadi alasan bahwa mata laik dikorbankan. Padahal saat itu ia sudah mengirimkan sinyal-sinyal bahwa ia butuh dipejamkan.
Disaat-saat seperti itu, sebenarnya saya sadar sedang zalim pada diri sendiri dan juga Tuhan. Namun tetap saja aktivitas tersebut berlanjut demi keberlangsungan suatu grup.
Keyakinan bahwa Tuhan Maha Pengampun seolah menjadi sandaran tersendiri dalam diri untuk berlaku pandir seperti itu tadi. Hasilnya... tak semaksimal usaha yang dilakukan. Efeknya ^^? Tuhan kasih nikmat penggugur dosa (Baca:sakit)
Semoga benar-benar menjadi penggugur di musim semi seprti ini (anggaplah begitu) dan terima kasih untuk mata terutama. Caramu memberitahu bahwa engkau teramat lelah sungguhlah tepat. Tetesan air yang berjatuhan semalam adalah peringatan yang luar biasa yang begitu mengena di hati dan pikiran.
Hati... terima kasih sudah peka! Tanpa kau apalah arti tubuh ini. Engkau merasai secara saksama tanpa bisa ditutup-tutupi. Dan pada akhirnya yang bisa dilakukan saat ini adalah meminta maaf pada Tuhan disertai syukur yang tiada tara. Betapa ciptaan (anggota badan) ini sempurna Kau ciptakan. Hanya kepandiran diri ini yang membuat semuanya terabaikan. Maafkan saya, Tuhan...
Engkau Maha Pengampun.
*pandir= orang bodoh
Tidak ada komentar:
Posting Komentar