Indonesia:
sebuah negara yang seharusnya menjadi primadona dalam hal pertanian dewasa ini
tampak menurun efektivitasnya . Banyak faktor yang menyebabkan perubahan dalam pertanian. Perubahan tersebut
mencangkup produktivitas yang menurun karena terpengaruh oleh berbagai
hal. Sebelum mengkaji terkait
produktivitas petani dalam bidang pertanian penulis akan menjelaskan terkait
pengertian pertanian serta cakupannya.
Dalam
Kamus Besar Bahasa Indonesia kata pertanian
berasal dari kata Tani yang berarti
mata pencaharian dalam bentuk bercocok tanam; dengan tanam-menanam (KBBI,
2008:1626). Sedangkan pertanian itu sendiri mengusahakan tanah dengan tanam
menanam. Penjelasan tersebut menjelaskan bahwa pertanian adalah salah satu
kegiatan yang dilakukan oleh manusia yang berkaitan dengan hal tanam menanam
dengan memanfaatkan makhluk hidup (tanaman).
Penjelasan
pertanian sebenarnya dapat meluas karena sesuatu hal yang memanfaatkan makhluk
hidup sebagai kegiatan atau usaha yang memiliki kapasitas tertentu dapat pula
disebut pertaian. Makhluk hidup di sini tak terbatas hanya pada tanaman saja
hewan pun bisa. Hal ini menunjukkan bahwa cakupan dalam pertanian luas hanya
saja masyarakat kita lebih mengkhususkan dengan istilah khusus yakni peternak.
Oleh karena itu dalam tulisan ini penulis menggunakan istilah petani dan
peternak sebagai dua jenis mata pencaharian yang menjadi sub cabang dari
pertanian.
Produktivitas
para petani dan peternak seperti yang dijelaskan di atas dikatakan menurun.
Beberapa faktor yang menyebabkan hal itu terjadi antara lain cuaca, perlindungan
pemerintah terhadap petani Indonesia, dan pengembangan pemberdayaan pertanian
dan perternakan. Penjelasan faktor-faktor terkait hasil produktivitas pertanian
serta solusinya akan penulis jelaskan sebagai berikut.
Faktor
Cuaca, baik dalam hal pertanian maupun peternakan agaknya menjadi faktor
terbesar dalam menentukan kualitas dan kuantitas produktivitas. Sebagai negara
khatulistiwa yang memiliki dua musim (hujan dan kemarau) Indonesia dapat
dikatakan memiliki posisi strategis dalam perkembangan bidang pertanian. Namun
dewasa ini agaknya tingkat pemanasan global menjadi isu utama yang berpengaruh
terhadap cuaca sehingga berdampak pada hasil pertanian dan peternakan di
Indonesia. Hal ini dapat dilihat dari perubahan yang signifikan terhadap
kuantitas musim kemarau dan hujan yang tidak dapat diprediksi lagi. Hal ini
dapat dirasakan pada tahun 2012 terjadi musim kemarau yang berkepanjanan di
berbagai daerah.
Pemanasan global yang terjadi saat
ini tentu menjadi salah satu faktor terbesar yang tak bisa dipungkiri bersumber
dari ulah manusia itu sendiri. Pembabatan hutan secara membabi buta di
Kalimantan dan beberapa hutan di Indonesia tak pelak menjadi penyokong utama
semakin meningkatnya pemanasan global di tambah dengan maraknya pembangunan
yang terkadang melibas lahan-lahan yang seharusnya dijadikan penyerapan air
(alih fungsi).
Pertanian dapat dijadikan sebagai
obat utama dalam hal “memperbaiki” cuaca. Pertanian dalam hal ini tak sebatas
menanam tanaman-tanaman seperti padi dan sayur mayur saja. Tetapi, bisa meluas
dengan cara menanam pohon yang dilakukan oleh petani pohon. Seperti halnya
pertanian padi dan sayur mayur, petani pohon di sini nantinya akan memetik
hasil dari apa yang ditanamnya. Salah satu pohon yang dapat dijadikan sebagai
tanaman pertanian adalah pohon Jeungjing/jeunjing. Pohon ini sejenis pohon
penghasil kayu yang memiliki pertumbuhan tercepat di dunia dapat menghasilkan
kayu ringan yang berwarna putih yang dapat digunakan untuk keperluan meubel.
pohon jeunjing |
Dengan menanam pohon Jeujing para
petani pohon agaknya memberikan kontribusi besar bagi perbaikan cuaca serta
meningkatkan kualitas hidup para petaninya. Kayu dari pohon layak digunakan
secara maksimal setelah ditanam selama kurang lebih empat tahun. Selain memiliki
harga jual yang cukup tinggi—karena permintaan barang-barang berbahan dasar
kayu terus meningkat—juga menjadi pemasok utama dalam pemberian oksigen karena
semakin banyak pohon tentu semakin baik.
Solusi dalam hal pertanian pohon agakanya
menjadi salah satu alternatif angin segar pada sektor pertanian di Indonesia.
Meski dalam menjalaninya perlu adanya kerja sama antar petani (komunitas). Menurut MCMillan dan Chavis (1986) komunitas
merupakan kumpulan dari para anggota yang memiliki rasa saling memiliki terkait
di antara satu dan lainnya dan percaya bahwa kebutuhan para anggota akan
terpenuhi selama para anggota berkomitmen untuk terus bersama-sama.
Community is “a
feeling that members have of belonging, a feeling that members matter to
another and to the group, and a shared faith that members needs will be meet
through their commitment to be together” (McMillan &
Chavis (1986)
Pengertian komunitas
di atas menunjukkan bahwa dengan adanya komunitas para petani dan peternak akan
bersama-sama berkomitmen mewujudkan tujuan dari pertanian dan peternakan yakni
meningkatkan taraf kehidupan mereka. Dengan adanya komunitas pergerakan
terhadap produktivitas hasil pertanian dan peternakan lebih terorganisasi dan
terarah.
Fakto kedua yang mempengaruhi
tingkat produktivitas hasil pertanian dan peternakan adalah perlindungan pemerintah
terhadap petani. Tidak dapat dipungkiri bahwasannya saat ini pemerintah
Indonesia lebih mengoptimalkan diri pada sektor industri. Hal ini tentu saja
disebabkan sektor industri menghasilkan pemasukan yang besar bagi negara. Padahal
potensi pertanian di Indonesia sangatlah besar. Pemerintah sampai saat ini dinilai
tidak begitu memperhatikan kondisi petani yang selama ini memasok kebutuhan
pangan masyarakat Indonesia. Hal ini dibuktikan dengan maraknya impor kebutuhan
pangan yang berpengaruh pada kenaikan harga. Seperti yang terjadi di tahun
2012, Menurut data BPS jumlah impor beras di tahun tersebut sudah mencapai
1.033.794,255 ton. (Badan Inteligen Negara 29/10/2012) Hal ini menunjukkan bahwa
kepercayaan pemerintah terhadap petani dalam negeri rendah hal ini tentu
berpengaruh panjang yang berakibat pada kerugian petani baik moril dan materi.
Kerugian moril dapat dilihat dari menurunnya jumlah petani Indonesia yang kini
lebih banyak beralih profesi karena merasa mata pencaharian sebagai petani
tidak berprospek besar dalam meningkatkan kualitas hidup mereka.
Kegiatan
mengimpor tersebut tentu saja mencederai hati para petani dan peternak karena
mereka berupaya keras untuk memasok dan memenuhi kebutuhan pangan dalam negeri.
Namun, pemerintah justru melakukan impor dan impor lagi. Hal ini tentu saja
mengakibatkan lonjakan barang-barang kebutuhan masyarakat yang berimbas pula
pada beban hidup para petani dan peternak.
Baru-baru
ini terjadi kenaikan harga kebutuhan pangan seperti beras, sayur, daging, beberapa
barang lainnya. Kenaikan harga barang contoh: bawang yang sempat meroket empat
kali lipat berpengaruh terhadap daya beli masyarakat yang akhirnya menurun
karena tak mampu membeli. Segelintir orang beranggpan bahwa kenaikan harga
bawang dapat membuat petani bawang mendapat keuntungan lebih besar dari
sebelum-sebelumnya. Namau agaknya itu hanya anggapan yang tak berujung pada
kebenaran. Buktinya petani bawang masih berada dalam taraf memprihatinkan
karena sebenarnya tengkulaklah yang “bermain” dalam hal tersebut.
Perlindungan
pemerintah dirasa perlu dengan cara membatasi impor hasil pertanian negara lain
terlebih saat ini pasar bebas mulai tumbuh dan berkembang. Upaya pembatasan
impor baik dari segi pertanian seperti beras, sayur mayur, daging, dan
buah-buahan perlu dilakukan agar tak mematikan para petani dalam negeri. Hal
ini tentu saja butuh dukungan motivasi dan pengayoman dari pemerintah itu
sendiri dengan cara menerjunkan tenaga berpendidikan yang memiliki kemampuan
lebih di bidang pertanian atau peternakan. Akan tetapi dewasa ini agaknya para
pemuda Indonesia yang memilki latar belakang pendidikan terkait pertanian dan
peternakan hanya beberapa saja yang konsisten menerapkan ilmunya di masyarakat
selebihnya menguap dan melesap dalam arus pasar yang lebih mengundang dan
menggiurkan.
Penggerakan
ekonomi kerakyatan dalam hal ini berkaitan dengan usaha kemajuan pasar rakyat
juga menjadi tugas pemerintah dalam melindungi hasil pertanian dan peternakan.
Maraknya pasar swalayan secara langsung dapat mematikan pasar tradisional yang
efeknya pun berpengaruh kepada petani dan peternak. Hasil produkivitas mereka
yang didistribusikan ke pasar-pasar swalayan mengalami kenaikan harga namun
pendapatan yang mereka terima tetaplah sama. Dengan adanya penggalakan pasar
tradisional selain meningkatkan taraf hidup pedagang juga berpengaruh terhadap
hasil produkivitas pertanian dan peternakan karena semua saling terikat dan
saling bergantung.
Faktor
ketiga berkaitan erat dengan pengembangan dan pemberdayaan pertanian yang
sampai saat ini masih beli putus antara tengkulak dengan petani atau peternak.
Perlu adanya konsep pemberdayaan berbasis komunitas petani dan peternak
sehingga taraf hidup petani dan peternak bisa ditingkatkan. Hal ini tentu saja bisa
meningkatkan taraf kehidupan petani dan peternak serta memaksimalkan dan
mengoptimalisasikan kemampuan mereka dalam hal bertani dan berternak.
Pengembangan dan pemberdayaan
pertanian dan peternakan dapat dilakukan salah satunya dengan cara mengubah
konsep pertanian dan peternakan dengan penerapan pengolahan secara organik.
Selain itu, ada pengolahan hasil pertanian dan peternakan agaknya menjadi salah
satu alternatif agar tingkat harga jual terhadap produktivitas dapat meningkat
pula. Dengan adanya berbagai tinjauan serta alternatif yang telah penulis
sampaikan di atas dapat membawa angin segar untuk kembali membangkitkan
pertanian di Indonesia.
Kebangkitan pertanian dan peternakan
di Indonesia dapat terwujud jika semua elemen saling bekerja sama dalam
mewujudkan dan membangun pertanian yang lebih baik lagi. Tentu semua dengan
pengawasan yang optimal dengan terus berinovasi dan berkreasi dalam pemanfaatan
produkstivitas pertanian dan peternakan sehingga akan berimbas atau berdampak
terhadap kualitas dan taraf hidup semua elemen terutama petani dan peternak.
DAFTAR PUSTAKA
Chavis, D.M., Hogge, J.H., McMillan, D.W.,&
Wandersman (1986) Sense of community through
brunswick’s lens: a first look. Journal Of Community
Psychology. 14 (1), Pp 24-40.
Depdiknas. 2008. Kamus
Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.
“Prediksi
dan tantangan sector pertanian” www.bin.go.id/wawasan/detail/155/3/29/10/2012/prediksi-tantangan-sektor-pertanian.
diakses pada 26 Maret 2013.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar