Minggu, 17 Februari 2019

NHW 3 Rumah Tangga Sebagai Tonggak Peradaban

Yap, judul yang dirasa tepat untuk mengerjakan NHW di Minggu ketiga ini. Setelah materi "Membangun Peradaban dari Dalam Rumah" terpaparkan dan didiskusikan dengan baik di WAG Matrikulasi IIPB Banyumas Raya saatnya saya mengerjakan tugas ciamik ala IIP. Apa itu?

Pertama tugas menulis surat cinta untuk suami terkasih. Sebelum menulis saya kembali merogoh memori hampir 4 tahun lalu. Saat saya menerima surat cinta dari suami tercinta di hari pernikahan kami. Yap, di hari bahagia itu seluruh tamu undangan yang hadir sekaligus pengantinnya wajib memberikan saya surat cinta. Rasanya bahagia sekali mendapat surat cinta dari seluruh rekan, sahabat, dan keluarga. Saya memang suka sesuatu yang beda karena itu akan menjadi kenangan seumur hidup saya. Toh, para tamu undangan juga mendapatkan surat cinta juga dari saya berupa cerpen perkenalan saya dan suami sampai menikah sebagai sovenir. Saya masih simpan semua surat cinta itu sampai sekarang dan menjadi salah satu hiasan di dalam rumah.

Surat cinta dari tamu undangan pernikahan kami 4 tahun (lebih) lalu 

Dan hari ini saya pun mulai mengerjakan NHW di poin A, yakni menulis surat untuk suami tercinta. Wew, menantang sekali ya. Dari kemarin sudah dipikir-pikir mau menulis apa. Akhirnya di malam hari saat suami Salat isya di Masjid dan yasinan (malam Jumat) saya pun punya kesempatan untuk menuliskannya pada 3 lembar kertas daur ulang yang saya ikat dengan pengikat bungkusan tempe. (Kalau di desa tempenya dibungkus daun terus diikat dengan tali dari bambu yang diserut) Saya pakai cara yang beda karena ini spesial untuk suami terkasih. Terlebih suami pecinta tempe jadi ini akan menarik sekali baginya. Ini dia penampakan suratnya.


Halaman 1

Halaman 2
Halaman 3
Wuih, selesai nulis surat cinta, langsung saya letakkan di atas bantal suami. Eh jam 21.00 suami pulang dan melihat ada surat di atas bantal kesayangannya. Apa kalimat yang terlontar?

"Mabun nulis surat buat Yayah? Yayah jadi malu" hihihi saya pun melanjutkan aktivitas mendongeng karena jam 21.00 saatnya Awan tidur ganteng. Suami langsung membaca surat itu sambil senyam-senyum senyum nggak jelas. Padahal dalam hati saya yang dag dig dueeerrrr. Selesai dibaca, saya pun selesai mendongeng. Apa responnya? Mas Suami bilang sangat bahagia lalu memeluk Awan yang belum tidur dan berlanjut memeluk saya. Alhamdulillah dapat bonus cium pipi kanan kiri :). Kira mah sudah selesai sampai situ. Ternyata oh ternyata, suratnya langsung digantung di lemari baju dekat dengan tasbeh hitam favoritnya. Waktu ditanya sama Awan kenapa ditaruh disitu jawabannya bikin saya mau terbang tapi gak bisa karena gak punya sayap (apasih) 

"Karena Yayah bahagia, mau lihat tulisan mabun terus setiap hari" Cesss saya udah mau netes air mata tapi saya bilang kalau udah ngantuk sampai keluar air matanya, malu ada Awan kalau ketawan mewek :P

Alhamdulillah saya bahagia sebahagia Yayah yang dapat surat cinta.


Lanjut ke potensi yang dimiliki anak.

Afdiaz WirA Nusa (Awan)



Amurwa Angkasa Tara (Angkasa)

Angkasa dan potensi kekuatan saat ini

Amurwa Angkasa 9Month


Potensi dan kekuatan diri saya (mabun Reisa)





Lingkungan tempat tinggal dan tantangan

Saya dan keluarga kini tinggal di sebuah desa di kab. Cilacap tepatnya Desa Karanganyar. Tantangan yang saya lihat dan hadapi antara lain: Masyarkat yang masih memiliki stereotipe berpikir bahwa yang muda harus bekerja di kota sementara anak-anak dititipkan pada nenek dan kakeknya. Itu hal yang ingin saya ubah dengan cara saya dan suami tinggal dan bekerja di desa. Meski potensi pekerjaan tidak sebanyak di kota tapi entah kenapa kami ingin sekali membangun desa ini. Meski secara terperinci belum jelas gambaran yang akan kami lakukan. Selain itu saya ingin mendidik dan terus membersamai anak-anak saya meski banyak masyarakat yang menyinyir terkait gelar sarjana yang tak saya gunakan untuk bekerja tapi malah mengurus anak. Mengubah pandangan mereka memang tak mudah tapi saya akan menunjukkannya.

Selain itu, tingkat pendidikan anak-anak di sini masih rendah. Mereka cenderung berpendidikan hingga SMP-SMA lalu memutuskan untuk bekerja atau menikah. Hal yang lebih menantang lagi bahwa masih banyak anak-anak sekolah yang lebih memilih untuk bolos sekolah dan berkumpul bersama rekan-rekannya untuk sekadar merokok dan itu terjadi di tempat tetangga saya sendiri. Hal itu menjadi pemandangan yang negatif bagi anak-anak saya yang saat ini sedang memiliki impian untuk bersekolah (karena baginya sekolah adalah hal yang menyenangkan) tapi begitu melihat anak-anak berseragam banyak yang bolos menjadikan pertanyaan besar dalam dirinya. Saya terus berusaha untuk membentengi dan memberikan penjelasan pada anak saya yang InsyaAllah taun depan akan bersekolah.


Saya sudah berusaha membuka perpustakaan mini untuk anak-anak di desa sini namun memang beda anak kota dan desa. Anak desa cenderung pemalu sehingga sampai saat ini jarang sekali yang datang untuk sekadar membaca. Padahal saya ingin sekali berbagi ilmu lewat buku untuk mereka. Semoga suatu saat nanti keinginan saya terwujud agar mereka lebih suka membaca buku daripada bermain ponsel atau berkumpul tanpa jelas tujuannya.

Demikian tugas NHW 3 ini saya kerjakan. Mencicil sedikit demi sedikit Alhamdulillah selesai.

Mabun NusaNTara
Reisa Dara Rengganis


















Tidak ada komentar:

Posting Komentar