Jumat, 28 Juni 2013

Malam ini kangen ngedongengin kamu, Dek :'(

Janjian ketemu di mimpi ya, Chia. Nanti kakak ceritain Pak Pipo pinguin dan pak kowi sapi.

^^/


Published with Blogger-droid v2.0.4

Kamis, 27 Juni 2013

Untukku saja 14

Tulisan ini kubuat dalam keadaan kaki tertekuk dan posisi duduk yang berkisut.


Ada beberapa pasang mata terbuka yang tak melihat. Beberapa tangan bergerak yang tak menyentuh, bahkan hati yang merasa tapi tak terasa.


Ada kalanya kembali pada titik terendah dan memuncak pada titik tertinggi. Kalaupun bisa bertahan mungkin pada keduanya di tengah dan antara.


Semua itu baik secara sadar ataupun tidak akan terjadi. Pada setiap bagian yang hidup lalu berjalan pada yang mati.


Entahlah seperti apa rasanya mati, apakah sesakit seperti rasa jarum yang menusuk disetiap sendi ataukah seperti sesak dan tenggelam dalam kedalaman air yang tak terhingga. Entahlah...


Dan pada kesemuanya, menyerah adalah kalah!


Published with Blogger-droid v2.0.4

BAIK

Kadang tak semua yang terlihat baik memang dalam keadaan baik. Dan semua bersemu baik dalam kebaikan-kebaikan terbaik.

Mungkin juga, kebaikan yang ada lebih berubah pada kebaikan-kebaikan yang baru. Saling berbuat baik dan senantiasa belajar baik atau malah memperbaiki yang tidak baik.

Curigalah jika ada yang bilang, baik-baik saja. Padahal dalam kesajaannya ada yang tak baik atau mungkin kurang baik.

Dan lebih baik mengawali kebaikan ini dan menutupnya secara lekas dan jelas.

Baik, aku baik dalam sedikit kebaikan yang berarah pada hal terbaik. Semoga senantiasa berbuat baik dan dalam kondisi yang terbaik.

Published with Blogger-droid v2.0.4

Senin, 24 Juni 2013

BBM Naik, dan saya ikhlas jika...

Semarak ulang tahun Jakarta tanggal 22 Juni 2013 kemarin, seolah dijadikan sebagai alat  peredam kelaraan masyarakat terkait kenaikan harga BBM.

Padahal beberapa hari sebelumnya, rakyat mendemo kebijakan pemerintah terkait kenaikan harga BBM, namun secara sekejap seolah "masyarakat" terlupa serta terbuai dengan ajang pesta rakyat yang entah memakan berapa ratus juta rupiah.

Sungguh, tulisan ini tak lebih dari curhatan salah seorang masyarakat Indonesia yang merasa menjadi bagian dari kepemimpinan pemerintahan Republik Indonesia ini.

Sedih dengan kenaikan harga BBM bukan karena merasa terkena dampak langsung saja, tapi juga merasa bahwa pemerintah saya/kami/anda membuat masyarakat kita bermental pengemis sesuai dengan diberlakukannya Bantuan Langsung Sementara Masyarakat (BLSM). Kok sepertinya pemerintah kita senang melihat rakyatnya mengantre hingga mengular demi mendapatkan uang Rp150.000?

Iyakah pemerintah benar-benar ingin membantu dengan cara (yang menurut saya tak cerdas) seperti itu!

Kok rupa-rupaya pemerintah kita tak pernah mau berkaca atau belajar dari masa lalu. Masih ingat berita tentang seorang nenek yang meninggal dunia saat berdesak-desakan mengantre Bantuan Langsung Tunai (BLT) beberapa tahun lalu?

Ah, sudahlah pemerintah seolah lupa, tutup mata, dan mengatakan ini semua demi rakyat! Beranikah pemerintah bersumpah bahwa kenaikan harga BBM ini Demi Kepentingan rakyat semata? Rakyat yang mana? Tapi, jika memang solusi terakhir untuk membantu/menyelamatkan negara tercinta ini dengan cara menaikan Harga BBM, saya sebagai salah seorang warga yang selalu berusaha untuk berlaku baik, ikhlas dengan ini semua.

Akan tetapi, keikhlasan saya lebih ridho jika dengan kenaikan harga BBM semacam ini membuat para para petinggi negri ini berlaku lebih cerdas dan bermartabat.

Cerdas yang seperti apa? Sederhana saja, berilah contoh kepada rakyat untuk menggunakan transportasi yang sehat lingkungan seperti sepeda goes, bukankah itu lebih baik daripada mereka sibuk bergonta ganti mobil yang menurut saya tidak penting! Terlebih dengan sepeda, selain membuat badan sehat juga mampu meredam penggunaan BBM yang mahal. Ah, pasti ide saya ditertawakan? Hahaha tertawa saja, saya lebih tertawa jika wakil-wakil rakyat yang mengambil keputusan secara voting terhadap kenaikan harga BBM, mau berlaku demikian. Saya berpikiran untuk menjual seluruh mobil yang diberikan negara untuk membantu rakyat kecil dan miskin. Coba, ada berapa ratus mobil yang terpakir di gedung DPR atau MPR yang mereka gunakan? Asal tahu saja mobil itu yang memberi negara loh, atau lebih tepatnya rakyat kita. Iya, rakyat kita yang senantiasa membayar pajak. Tapi entahlah, pajak-pajak tersebut lari ke mana? Yang tahu hanya yang punya kuasa saja, Allah salah satunya!

Mereka tak sadar bahwasannya setiap gerak gerik yang mereka lakukan akan dimintai pertanggungjawaban di akhirat nanti. Mereka percaya atau tidak yang pasti hal itu akan terjadi. Tidak usah jauh-jauh mereka, saya sendiri pun akan dimintai pertanggungjawaban kelak, bedanya pemimpin negeri ini nantinya lebih berat karena apa? Yap, bertanggungjawab atas jutaan juta jiwa. Penduduk Indonesia banyak bukan?

Lalu cara cerdasnya apa? Ya sudah, sederhana saja, berlakulah jujur! Entah kenapa saya merasa kejujuran bisa menjadi tonggak utama dalam membangun negara tercinta ini.

Kejujuran itu berefek pada segala hal sifat dan prilaku baik. Ini pun berlaku untuk diri saya sendiri. Jujur, saya menuliskan ini tidak ingin memojokan siapapun. Ini hanya ingin curhat. Beneran!

Saat ini yang bisa saya lakukan hanyalah berdoa untuk para pemimpin negri ini. Agar senantiasa berlaku bijaksana dalam menentukan kebijakan bagi rakyatnya. Aamiin.

Jikalau para rakyat merasa terzolimi dengan kenaikan harga BBM, berdoalah! Allah senantiasa mengabulkan doa orang-orang yang terzolimi.

Perjalanan Cileduk-Kuningan

@reisadara

Published with Blogger-droid v2.0.4

Sabtu, 22 Juni 2013

Sukses terus om!

Semoga Allah senantiasa menjaga orang yang selama ini menjaga hamba.


Senantiasa memberi perlindungan diberbagai situasi dan kondisi.


Memberikan perhatian tanpa batas yang terbatas


Menampung lungsuran kisah dari yang seru hingga buat diri tergugu


Melebarkan sayap untuk mengajak terbang lebih rendah


Memayungi hati di kala kecewa datang menanti


Meski tak diayal sering tengkar

Namun untuk kali ini seolah semua hal yang terjadi seketika menjadi kenangan yang tidak tergoreskan melalui pena, tidak terlampiskan dalam ucapan, hanya saja membekas di sini, di hati.


Namun akankah perpisahaan ini menjadi akhir dari segala sesuatu?


Atau ini adalah sesuatu yang menjadi jalan bagi kehidupan diri yang baru.


Apapun itu, selama hayat masih di kandung badan, tak akan pernah ada rasa sesal dan kecewa yang berlebihan. Jika memang ada, semua itu hanyalah kekecewaan terhadap waktu yang melaju dengan jitu. Secepat ini kah?


Semoga Allah senantiasa melindungi diri, menjaga hati dengan segenap pelukan erat yang terkucur melalui doa, di kala pagi dan petang tanpa putus.


Ini adalah bagian dari skenario terindah dari Tuhan yang akan mengindahkan hidup kita di dunia yang cuma sebentar.


Untuk perpisahan yang menguatkan.


Sukses terus, Om!


Published with Blogger-droid v2.0.4

Dan hari ini

Hari ini aku berdosa, lagi dan lagi

Dosa ini menumpuk jadi satu. Penuh dan meluber. Cih, manusia berdosa macam aku? mau jadi apa nanti? Jadilah diri sendiri, dengan Allah yang senantiasa di hati. Meski dosaku ini menyelimuti permukaan bumi, Allah pasti mengampuni. Bukankah Allah senantiasa sesuai prasangka hambanya ^^,


Published with Blogger-droid v2.0.4

Jumat, 21 Juni 2013

Helikopter

Helikopter yang biasanya menjadi pemandangan penglihatan di langit biru, saat ini seolah menjadi ajang fashion show saja.


Bagaimana tidak, jika setiap harinya benda terbang itu mondar mandir dan bebas berlalu-lalang di udara. Tapi, senantiasa bikin bising, alias polusi suara.


Sepertinya, orang "Jakarta" semakin hari semakin kaya saja. Terlebih, jika helikopter menjadi moda transportasi utama yang menawarkan pelayanan bebas hambatan alias bebas macet.


Yap, semenjak tinggal di kawasan Kuningan, setiap hari ada sekitar 7-12 helikopter yang mondar mandir ke sana ke mari. Tak dapat disangkal bahwa saat ini helikopter telah menjadi alat transportasi paling ngetren bagi para pebisnis kaya raya. Iya tak salah lagi, hanya yang kaya yang mampu menaikinya (untuk saat ini).


Biasanya, saya melihat helikopter di udara tapi beruntung sekali jika baru saja melihatnya di depan mata. Yap, tak salah! Seorang kolega pebisnis yang gaul abis nampak turun dengan optimis disertai senyum simetris dengan hidung yang kembang kempis.


Setelah bersalaman, bergegas ia menunjukkan ruangan. Dia bercerita baru saja rapat dengan klien yang entah siapa dengan tender triliunan. Wuih, hati bergidik membayangkan kumpulan uang yang berbanding terbalik dengan yang dimiliki sekarang (bersyukur masih punya uang)


Lanjut lagi dia bercerita, dengan helikopter, meeting kapan saja dan di mana saja tak menjadi masalah. Selain serba mudah dan lebih terlihat megah, penggunaan helikopter saat ini disinyalir menjadi suatu prestise tersindiri di kalangan orang macam mereka.


Iseng, bertanya berapa biaya sewanya, dengan enteng dia menjawab "Murah, 12-15 juta perjam" wew! Fantastis bukan. *bikin mimisan sesaat*


Dia cerita kembali kalau ongkos yang dikeluarkan cukup "worth it" dengan tender yang dikerjakan. Ya ya baiklah.


Bagi saya, cukup tahu saja.

Bahwasannya, ada kehidupan macam mereka. Hebat... hebat, tapi meski bagaimanapun jua, saya tetap belajar hemat! 15 juta di tangan saya, mau saya jadikan modal usaha atau buat sekolah sekalian dibanding menguap demi sebuah perjalanan singkat. ^^,


Published with Blogger-droid v2.0.4

Kamis, 20 Juni 2013

KDRT

Kekerasan Dalam Rumah Tangga


Mendengar rentetan kalimat itu rasanya bergidik ngeri! Entahlah, kenapa tiba-tiba mau nulis itu. Jangan sampai mengalami dalam kehidupan ini. Tapi, rasa-rasanya sekitar diri, banyak yang menjadi korban dari kebiadapan oknum lelaki yang tega dan berani melakukan hal tersebut  terhadap istrinya. Memang, aku juga paham bahwasanya bisa saja hal tersebut menimpa lelaki, tapi dari kasus yang terjadi kebanyakan seprtinya perempuan banyak yang menjadi korban!


Menulis ini rasanya geregetan, ingin membejek-bejek pelaku dengan berbagai barang dan tindakan. Bukankah sejatinya mereka cinta, namun kenapa tega bermain fisik yang menghancurkan segala rasa?


Ini lagi kenapa toh ya? Haduh, hari ini rasanya nano-nano. Siang tadi mencoba untuk membantu seseorang agar dapat menjaga sehatnya. Namun ditengah proses penjagaan itu, seseorang tersebut justru bercerita tentang masa lalunya yang kelam. Iya, kelam! Ia menjadi korban dari tindak KDRT!


Ia bercerita, bagaimana dengan mudahnya celurit senantisa mendekati leher, tangan melempar diri dan membuat badan babak belur biru membeku, atau juga membuat air mata terganti menjadi darah yang mengalir.


Secara rinci bagaimana ia diperlakukan terjabar dengan gampang. Seperti mengorek luka lama. Namun, itu semua dilakukan untuk mengingatkan agar diri ini terbebas dalam hal demikian. Aamiin. Semoga saja kelak, orang yang menerima dan bertanggungjawab atas diri tak akan melakukan hal biadab  dan memalukan seperti yang dialami seseorang tadi.


Pembalasan di akhirat, tak aka melesat sejengkal pun. Baik buruknya lakumu di dunia, Allah akan balas berkali-kali lipat saat di akhirat.


Kalau kau tidak punya Malu, berbuatlah sesukamu!


Jagalah, apa yang kau minta, kau miliki, dan memilikimu!


Ya Allah lindungilah kami, aamiin


Published with Blogger-droid v2.0.4

Rabu, 19 Juni 2013

Suatu saat nanti  kalau tiba kakiku menjejak di kotamu, aku pasti main ke "tempatmu" syukur-syukur ke hatimu.


Published with Blogger-droid v2.0.4

Cinta... cerita

Jatuh cinta...

Mulai deh terkena virus merah jingga. Wahhh, sama siapa? Itu pertanyaannya. Mau tahu aja apa mau tahu banget? #mulaialai hihihihi

Tahukah kau, bahwasannya cinta kali ini tak lebih dari seujung kuku jari. Walah, cinta macam itu. Maklum sisanya sudah kupersiapkan dan kupersembahkan untuk cinta sejati, Allah. Nah terus, kalau yang ini sama siapa?

Sama kamu...

Kamu diem banget sih, itu yang buat aku suka. Kadang kamu terlihat cuek padahal sebenarnya kamu perhatian. Hayoo ngaku!


Geer? Salah! Kurasa tak begitu. Entah aku mau yakin meski tak sampai 100% bahwasannya kamu peduli dan diam-diam menaruh hati padaku yang papa ini. (Ya Ampun... bahasanya pakai istilah papa segala) hahaha

Balik lagi, kalau kamu masih mau ngeles dan berkilah juga aku punya banyak bukti (meski yang kujabarkan kali ini cuma satu)

Apa itu?? Jeng jeng....

Kamu ingat sama kejadian saat latihan tenis tadi? Iya, waktu aku terkena lemparan bola dengan begitu kerasnya. Di depan banyak orang kamu malah tertawakan aku. Tadinya aku mau kesal karena sepertinya kamu tak peduli. Tapi, yasudah kuakui itu memang salahku sendiri karena asal pukul saja. Hidungku remuk, meski sedikit berlebihan jika kuistilahkan begitu. Saat jamuan minum tadi, sebenarnya aku cemburu. Kamu lebih dekat dan peduli dengan Hera ketimbang aku. Huh sebal...

Tapi... tapi... ternyata kau perhatian dan khawatir padaku. Saat pulang tadi kau membelikanku obat dan mengingatkanku agar segera beristirahat meskipun kata-katamu ketus dan memberikannya dengan cara melempar.

Kalau kau masih ngeles lagi itu hakmu. Menyukaimu itu urusanku, jika kau tidak menyukaimu ya itu urusanmu! (Ini mah quote pidi baiq) hahahaha

Yasudah aku cuma mau cerita itu. Nggak sabar besok kamu mau kasih kejutan apa untuk aku? Etjieee

Aku mewakili perasaan Ohanny. Tulisan ini khusus untuk kamu Senju. (Siapa mereka?) Tontonan malamku. Hahahaha

Jatuh cinta kok sama cerita? Tak apalah selama buat bahagia kenapa tidak? Toh aku tak mengganggumu bukan?

Selamat malam :D

Published with Blogger-droid v2.0.4

Cileduk-kuningan (perjalanan mama)

16-17 Juni 2013


mama saat rehat sejenak dari perjalanan

Pengalaman pertama bagi mama menggunakan moda transportasi Trans Jakarta. Sore itu, aku mengajak mama untuk mengunjungi kediaman adiknya yang tak lain adalah omku di daerah kuningan, tepatnya Rasuna Said.

Dari cileduk kami menggunakan kopaja murah meriah 69 yang membawa kami hingga sampai Blok M. Hanya dengan Rp2000 saja kami sudah sampai di terminal kebangsaan Blok M. Meskipun berjam-jam dan diiringi panas yang menyelimuti. Untungnya mamaku kuat dan tahan. Lagi pula mama memang ingin sekali menjajal transportasi umum.

Setelah sampai blok M segera saja aku mengajak mama untuk menyusuri lorong bawah tanah (lebai) untuk menaiki trans jakarta. Mama terlihat bersemangat. Tanya ini tanya itu waktu aku mulai membeli tiket (Rp3500) dan mengantre. Sampailah kami memasuki ruangan berpendingin dan beroda. Alhamdulillah mama dapat tempat duduk. Senyam senyum terus dan bilang "enak dan adem" aku tersenyum puas.

Selama perjalanan, aku bergaya bak tour guide. Menjelaskan berbagai rute dan jalur untuk transit. Mama mendengarkan serius dan kadang bertanya terkait jalur yang lain. Sampailah kami di halte dukuh atas1 dan kami pun bergegas turun untuk transit. Kami berjalan kaki untuk melanjutkan perjalanan, menggunakan transjakarta yang ke arah Ragunan.

Hanya butuh empat halte saja sampai akhirnya kami sampai di halte Gor Soemantri. Dari situ tidak begitu jauh. Bisa menggunakan bus rasuna epicentrum yang memang disedikan secara gratis dan memang sebagai fasilitas atau bisa juga mengenakan ojek atau jalan kaki untuk sampai di kediaman om, (apartemen taman rasuna).

Sebelumnya, aku dan mama puas karena sempat menikmati jalan sore di plaza festival. Ternyata, sewaktu aku duduk di bangku SD mama sering mengunjungi pasar festival (mama bilang dulu namanya pasar festival) untuk sekadar menonton pagelaran musik jazz. Wew, gaulnya mamaku dulu....

Oke, ternyata hanya perlu uang Rp5500 atau sekitar 11 ribu untuk pp dari cileduk sampai ke kuningan. (Itu hitungan perorang ya) hahahaha. (Ini sebelum BBM naik)

Murah meriah, tanpa macet, dan yang pasti mama seneng naik transjakarta, yang pasti lebih seneng silahturahmi sama adiknya
Etjieee


Ingin curhat dengan saya 
@reisadara 

Published with Blogger-droid v2.0.4

Selasa, 18 Juni 2013

Ketika BBM naik, aku teringat pulpen dan buku harianku. Entahlah di mana mereka sekarang.


Absurd


"Sudah jangan ikuti aku!"

"Aku ikut bayanganmu"

"Kau palsu"

"Kenapa"

"Saat matahari tertidur, kau hilang karena bayanganku kabur, percuma"

"Lantas?"

"Pergilah, ke mana hati membawamu"

"Dan kau, ..."

"Sudah, tinggalkan aku!"


Aku tahu aku absurd, kalau kau tak lantas pergi aku lebih baik sendiri


Published with Blogger-droid v2.0.4

Senin, 17 Juni 2013

Semangat ^^

Pintu masalah dan pintu solusi itu bersebelahan, saling berhubungan, dan tak terpisahkan.

Jika kecintaan bisa dirasa pasti dapat pula dinyata(kan)

Tuhan senantiasa membersamai yang senantiasa bersamaNya.

Sekali kau gagal, ribuan kesuksesan masih menanti untuk kau raih.

Berdamai dengan kegalauan hati hanya bisa dilakukan jika kau ingat cinta sejati, Allah, Rabbi.

Malas adalah palang terdepan dalam setiap impian yang tak pernah ingin kau wujudkan

Kau bagian dari semesta, percayalah bahwa kontribusimu dinantikan semua!

Suka itu fitrah, menyukai itu hak, dan cinta? Kau tahulah jawabannya :D

Manusia terbaik adalah yang paling mengedepankan ahlak dan sikap.

Jujur pangkal amanah

Dan sekali lagi, cintai mimpimu dengan mewujudkannya :D

Published with Blogger-droid v2.0.4

Sabtu, 15 Juni 2013

Mahar Ayah untuk Mama

Hari ini aku menghadiri pernikahan seorang Teman. Tidak, kali ini tidak akan membahas terkait kondangannya tapi berkaitan dengan maharnya.


Laki-laki yang menikahi seorang perempuan pasti memberikan mahar. Bisa saja maharnya sesuai dengan keinginan sang perempuan atau kadang si perempuan menyerahkan hal tersebut ke lelakinya.


Nah, sejauh mata memandang di pernikahan sahabat, kerabat dekat, bahkan rekan kerja rata-rata maharnya berupa sejumlah uang, mukena, emas, atau properti apapun dengan berbagai jumlah, bentuk, dan rupa.


Ada yang memberi mahar sejumlah uang yang berkaitan dengan tanggal pernikahan dan sebagainya. Tiba-tiba jadi terbayang nanti mau minta mahar apa ya pas nikah? Yang pasti maharnya tidak memberatkan berbagai pihak.


Hmm... ingin rasanya mendapatkan mahar yang berbeda dan luar biasa. Di zaman Nabi ada juga yang memberi mahar baju besi, pedang, dan sebagainya. Pasti keren, langka, dan unik.


Sampai di rumah, iseng-iseng aku bertanya ke mama, saat ayahku menikahinya, ayah memberi mahar apa? Mama tersenyum simpul. Mungkin lagi mengingat-ingat mahar di pernikahan pertamanya saat usia 18 tahun.


"Mama maharnya Autobiografi ayahmu" penjelasan mama membuatku kaget. Gila! Keren banget ayah! Di tahun 1985an menikahi mama dengan mahar berupa perjalanan hidup ayah semenjak kecil sampai dia bertemu mama. Masha Allah... itu juga salah satu mahar unik yang langka dan keren banget!!!


Meskipun, pernikahan tersebut tidak dapat dikatakan langgeng dan awet karena toh pada akhirnya mereka berpisah juga. Tapi, tetap saja bagiku ayah keren banget. Niat banget sampe buat autobiografi. :) Jadi iri :*


Huaaa... ketika aku tanya ke mama, autobiografinya sekarang di mana eh mama bilang entah udah kemana. Sayang sekali... Padahal aku penasaran sama perjalanan hidup ayah semasa kecil itu seperti apa.


Jadi punya niat dan semangat, ingin memberikan tulisan di hari pernikahan kepada rekan-rekan yang hadir. Huaaaa aamiin semoga tercapai. Aamiin


Published with Blogger-droid v2.0.4

Jumat, 14 Juni 2013

Akhirmu, George

Sudah berkali-kali aku bersin. Tak tahan dan tak kuat dengan cuaca dingin seperti ini. George sudah berbaik hati memberikan mantel tebal berwarna cokelat. Namun, rasanya tak juga mampu menepis dingin yang menggerogoti diri. Kedua tangan sudah kugosokan. Harusnya mampu mereda dingin tapi percuma aku masih menggigil.


"Minumlah" George memberikan secangkir cokelat panas dalam cangkir putih tulang. Bergegas aku menyeruputnya perlahan. Hangat!


"Aku tahu kau tak tahan, tapi bertahanlah sebentar" ujarmu menyemangati. Entahlah, aku hanya bisa menurut saja. Sepertinya hal penting yang ingin ditunjukannya akan terpampang sebentar lagi.


"Apa itu laut?" Tanyaku menunjuk pada sebuah jalan yang terbentang di hadapan. Rasanya itu air yang membeku. Kau tersenyum lalu menggeleng, aku mengernyitkan dahi.


"Lalu, apa?" Rasa penasaranku sepertinya membuatmu puas. Kau sepertinya balas dendam. Aku jadi ingat saat kau mengikuti aku terus. Sekarang posisinya terbalik.


"Aku nggak akan tanya lagi" ujarku ketus. Aku tak sesabar kamu, George. Aku juga tak pandai merayu sepertimu. Hanya ancaman kecil yang bisa kutunjukkan. Dan sepertinya itu manjur.


"Kau selalu seperti itu, tak mau adil" jelasmu sambil terkekeh. Aku tahu, mungkin maksudmu adalah curang. Aku senang kau masih mau menggunakan bahasa ibuku meski di negaramu.


"Itu hatiku, putih dan membeku" Ujarmu lalu raut wajahmu berubah muram. "Aku memanggilmu ke sini karena itu" kau melanjutkan kata-katamu sambil menunjuk ke arah yang tadi kumaksud.


"What can I do for you, George? I will help you" jelasku sembari belajar melatih bahasa sehari-harimu. Meski tak sempurna, apa salahnya mencoba!


"Kau masih punya sisa sinar itu?" Tanyamu ragu dan bergegas aku mengangguk.


"Tapi, entah sekarang di mana. Sinar itu yang membawaku sampai ke sini." Jelasku sedih. Aku lupa, salah! Lebih tepatnya tak tahu di mana sinar yang kau bagi dua denganku itu berada.


"Dia ada di hatimu, Dara. Keluarkanlah" jelasmu. Oh iya, kenapa hal semudah itu aku lupa. Payah! Bergegas aku pejamkan  kedua mata, menyebut nama Rabbku lalu perlahan-lahan mengeluarkannya dalam hati.


Sinar yang kupunya ternyata semakin membesar dan penuh. Oh Rabb, indah sekali.


"Indah... setiap waktu senantiasa kau ingat Rabbmu. Great!" Pujimu membuat hatiku berbahagia. Bukankah memang seharusnya begitu?


George bergegas menerima sinaran yang kukucurkan. Aku menyisakan segenggam. Lalu, kumasukan ke dalam hati. Setidaknya agar hatiku tetap hidup meski sedikit redup.


Setelah menerima itu kau bergegas menuangkannya pada jalan yang kupikir laut. Seketika kebekuan itu meleleh dan cair. Seperti gelombang yang baru datang sambil menggulung apa yang di hadapan. Bergegas aku mundur, takut dihampiri kejadian yang tak enak. Untung ada george di sini.

Suasana yang tadinya dingin seketika hangat. Air itu lama-lama melambat, perlahan mengalir. Dan entah dari mana pelangi muncul. Cantik!


"Dara, terima kasih. Semoga suatu saat nanti kita bertemu lagi" ujarmu lalu pergi bersama air yang mengalir. Hilang, tak bersisa.


"George... George... " aku berteriak memanggilmu yang sudah tidak di samping diri. Ada yang menetes di pelupuk mataku. George, kenapa kau hilang...


Aku tak kuat menahan air mata. Tapi, aku ingat sebagian darimu sudah kusimpan dalam hati, sisa secercah sinar tadi. Dan Rabbi, pasti akan mempertemukan kita lagi. Di negara manapun, kapanpun. Selama kau ingat Rabbi dan aku sebagai sahabatmu :*


Tamat


Kisah aku dan george di akhir hari (:


Published with Blogger-droid v2.0.4

Kamis, 13 Juni 2013

Undangan dari George

Seminggu, dua minggu, sebulan sudah berlalu. Semua terasa cepat bahkan terlampau sekejap. Secercah sinar yang didapatkan atas nama kenangan berpendar membesar. Entahlah, ini baru pertama kalinya. Aneh!


Aku berjalan mendekati cahaya yang terletak di atas meja kayu dari pohon mahoni. Pendarannya semakin melebar, menciptakan segumpal lubang hitam pekat di tengahnya.


Seperti daya magnet, lubang hitam pekat di antara sinaran ini tarik menarik dengan diri. Seakan memaksa agar tubuh ringkih ini masuk ke dalamnya.


Semua serba cepat tanpa tenggat. Rasanya tubuh ini terpecah menjadi ribuan serpihan partikel atom yang tersedot dalam lorong lubang hitam. Meski demikian yang terasa di mata hanyalah hal yang sangat menyilaukan. Dan ah, apa ini semua?


Berjejer bangunan raksasa dengan kaca-kaca memantul dalam pandangan. Aku terduduk di atas aspal jalan raya, tapi entah ini di mana. Banyak orang berlalu lalang dengan pakaian serba tebal berbulu. Mereka seakan tak sadar bahkan tak peduli kepadaku. Apakah karena mereka tidak bisa melihatku, ataukah memang pandangan mereka hanya dihantarkan pada sesuatu yang memang ingin mereka lihat, bukan aku tentunya!


Aku bergegas berdiri, memperbaiki posisi diri agar bisa tegap menatap mantap. Orang-orang di sekeliling asing, wajah mereka bercorak sama, bukan dari ras mongoloid. Entahlah mereka semua seperti orang-orang Eropa. Aha... aku ingat, wajah mereka setipe dengan George! Apa sekarang aku di tempatnya? Ataukah ini hanya mimpi yang kubangun sendiri? Ataukah... jangan-jangan George kehabisan cahaya. Tapi, rasa-rasanya tidak mungkin. Dia sendiri yang mengatakan bahwa cahaya itu akan tetap ada selama hati ingat pada Rabbi. Mungkinkah?


Bergegas aku berjalan menyusuri jalan yang tak kukenal. Untuk membuktikan bahwa aku tidak sedang mimpi, aku menginjak kakiku sendiri. Aww... sakit. Padahal aku menginjaknya pelan. Berarti aku sungguhan nyata!


"Permisi... saya mau tanya ini di mana ya?" Ujarku pada seorang lelaki tua bertopi hitam. Dia menoleh lalu pergi begitu saja. Aneh, rasa-rasanya dia melihatku tapi kenapa menghindariku.


"Permisi..." ujarku pada seorang perempuan cantik dengan rambut pirang yang tergerai. Sekilas dia tersenyum. Lalu memberhentikan langkahnya.


"Yes, can i help you?" Ujarnya padaku sambil memasukan kacamata hitamnya yang kemudian ia masukan ke dalam tas. Oke, aku ada di luar Indonesia kali ini. Tapi di mana?


"Hello... ?" Gadis itu membuyarkan lamunanku.


"Sorry, ehm... Im from Indonesia, and i don't know, where Iam now. Can you explain, about this country?" Jelasku terbata-bata. Semoga ia paham apa yang aku katakan. Bahasa Inggrisku payah!


"OH, GOD! Indonesian? Your country its so awesome! Dear, now you are ini New Zeland" Ujarnya tersenyum sumringah. Sementara aku menganga tak percaya. Oh Tuhan, apa ini tidak salah? Kupikir aku berada di Inggris. Tapi, syukurlah. Pikiran aneh yang muncul tiba-tiba.


"Are You George's friend?" Ujar perempuan itu semakin membuatku pucat. Dia sebut nama george. Apakah george yang dimaksud adalah george milikku? Segera saja aku mengangguk. Tak mampu aku bercakap-cakap terlalu lama dengan bahasa yang tak kukuasai.


Gadis cantik itu memperkenalkan dirinya sebagai Wina. Aku jadi teringat akan sebuah negara romantis dengan musik klasik. Ah sudahlah, yang pasti aku bersyukur bertemu dengan gadis ini. Kalau tidak mungkin aku sudah terlantar. Tapi aku yakin sih, ada rahasia atau kejutan yang ingin diberi Rabbi untukku.


"George!" Teriakku memanggil kawan yang sudah hampir sebulan kembali pada tempatnya. George menoleh, menatapku secara dalam. Memastikan siapa yang memanggilnya.


"Kalau kau lupa, aku pergi saja" ujarku setengah mengancam. Kau setengah berlari menghampiriku.


"Dara, Im glad to meet you again. And now youre in here. Its amazing. Thanks God" kau berteriak senada dengan teriakanku tadi. Syukurlah ingatanmu terjaga. Alhmdulillah


"Aku yakin jika saatnya tiba kau akan di sini" Jelasmu membuatku tak mengerti. "Apa lingkaran hitam dari tengah cahaya yang berpendar itu menarikmu?" Kau bertanya dan memastikan. Sepertinya kau pernah mengalami hal serupa.


"Itu terjadi padaku saat menghampirimu. Dan tahukah kau, Rabbi selalu di sini... di hati." Ujarmu menjelaskan namun sayang aku gagal mencoba paham. Mungkin karena terlalu lelah dan cepat semua ini terjadi.


"Dara, stay ini here. I mean... tinggalah beberapa hari saja." Kau mengajak tapi tak memberikan solusi. Tinggal di mana aku nanti? Ini bukan tempatku. Aku ingin pulang.


"Kau pernah bilang, Bumi Allah luas, kau bisa tinggal di mana saja. Trust me" ujarmu melempar senyum dan aku menelan kalimatku sendiri. Baiklah jika memang itu pilihan, toh rumah Rabbi banyak berdiri di sini. Memang aku belum melihat secara jelas dengan pandangan mata, namun azan yang berkumandang menjawab itu semua.


"Thank you, kau terima undanganku" jelasmu sembari mengajakku berjalan, menuju suara penyeru Tuhan.


"Undangan?" Tanyaku semakin tak paham, tapi kubiarkan.


"Ya, aku undang kamu lewat doa di kala sepertiga malam dengan temaram. Hey... kosa kata bahasa Ibumu meningkat tajam dalam diriku." Ucapanmu membuatku tertawa senang. Aku tak khawatir dengan apapun selama ini adalah rencana Tuhan. Toh, Allah bersamaku


Published with Blogger-droid v2.0.4

Rabu, 12 Juni 2013

Secercah cahaya, dibagi dua

"Mata besar"

Lagi-lagi kau menggetkanku, George! Segera kukenakan kacamata beningku. Aku tahu, maksud perkataanmu adalah bengkak. Namun kau belum tahu dan kenal kosa kata itu. Bergegas aku merapikan barang-barang yang berserakan dan memasukannya ke dalam tas unguku.


"Are you crying?" Kau bertanya kemudian menatap mataku tajam. Aku hanya bisa berpaling karena tak suka dengan tatapan seperti itu.


"Kenapa menangis?" Buruan pertanyaanmu tanpa henti menghujam diri. Aku sengit membalas tatapmu kini.


"Sudahlah, apa kau harus tahu kondisiku di setiap waktu? Pergilah dulu! Aku masih sibuk" jelas-jelas aku mengusirmu namun kau tetap setia berdiam diri sambil tersenyum jika aku mulai memperlakukanmu seperti itu.


"Ayolah, selain belajar membaca alam aku belajar membacamu." Ujarmu merajuk seperti anak kecil yang memaksa ingin dibelikan sebatang permen chupa-chupa.


"George... untuk kali ini pergilah sejenak, kumohon!" Kali ini aku memohon dengan sangat namun sepertinya kau tak menggubris juga.


"Apa karena aku pergi tadi?" Ucapmu lalu membuat kegiatanku berhenti seketika.


"Iya!" Jawabku asal saja. Jujur aku menangis bukan karena itu tapi aku ingin membuatmu merasa bersalah dan segera pergi meninggalkan hidupku.


"Sorry, i mean... maaf. Aku tak pergi darimu. Aku tepati janji." Ujarmu gelagapan mencoba menjelaskan semua. Maafkan aku george, aku tak bermaksud jahat hanya saja aku kasian melihatmu jika mengikuti aku terus.


"Pergilah george, jangan di sisiku lagi" jelasku dan kini air mataku tumpah. Air mata ini menebus segala rasa maafku padamu bercampur rasa kehilangan yang teramat dalam terhadap sosok yang lain.


"Aku tadi pergi untuk mengambil ini" ujarmu sembari menyerahkan secercah cahaya yang baru saja kau keluarkan dalam kantung jaket birumu. Mataku terbelalak, tak ada sangkaan kau bisa mendapatkan hal seindah itu.


"Apa itu?" Tanyaku pura-pura tidak tahu padahal selama ini itu yang kucari.


"Ini yang kamu cari, aku sudah dapati ini untuk kamu" kau mendekatkan cahaya itu didekatku.


"Kenapa kau selalu datang di saat-saat seperti ini. Kau ingin membuat mataku lebih bengkak?" Tanyaku dan kini bulir-bulir di pelupuk mata tak bisa lagi kubendung.


"Bengkak?" Kau bertanya bingung, mungkin karena tak paham makna itu.

"Mata besar" ujarku menjelaskan. Dan kau tersenyum lebar.


"Apa aku yang selalu buat matamu seperti itu?" Tanyamu ragu sementara aku sibuk menyeka air mataku. Aku menggeleng lalu melempar senyum.


"Sebenarnya, apa yang ingin kau cari dan temui?" Mataku menatap cahaya di pangkuan tanganmu.


"Aku mencari kamu dan sudah menemuimu. Selesai harusnya, tapi..." kau menggantungkan kalimatmu membuat mataku berburu pada pendaran bola matamu yang biru. Kau menunduk.


"Tapi apa? Apa karena janji itu?" Aku memastikan jika memang itu masalahnya. Kau perlahan mengangkat kepalamu lalu membalas senyum.


"Kau membuatku tertawa, George" ujarku lalu tertawa kecil dan kau timpali bersama dengan gelak yang lebih hebat.


"Aku bebaskan janji itu, jadi kau bisa pergi dengan leluasa" uajarku dan menerima secercah sinar yang kau ulurkan.


"Aku tak butuh semua, ambilah sisanya. Untukmu, hidupmu" jelasku dan menyisakan sinar itu padanya.


"Ini buatmu semua, Dara" kau mengucapkan namaku setelah sekian lama.


"Tidak, sisakan untukmu. Jika sewaktu-waktu punyaku hampir habis aku akan minta padamu lagi." Jelasku dan secara tersirat berharap kau bisa temui aku lagi. Kau mengangguk setuju lalu menggegam sisanya dan kau kembalikan dalam jaketmu.


Cahaya itu sebenarnya tak akan bisa habis, selama kau mengingat Rabbmu, Rabb kita. Di sini." Ujarmu sambil menujuk bagian hati dalam diri.


"Aku tahu, aku tahu... pergilah" ujarku dan kau berbalik memunggungiku.


"Kita punya Allah Yang Maha Melindungi, janganlah kau takut lagi. Suatu saat nanti mampirlah dalam hidupku" ujarmu lalu melesap pergi. Menghilang. Meresap dalam bayang-bayang.


Published with Blogger-droid v2.0.4

Selasa, 11 Juni 2013

George: Aku ikut pulang

"George" aku melafalkan namamu saat kau duduk manis di samping kiriku. Entahlah, apa yang kau lakukan sepagi ini. Bukankah seharusnya kau pergi bekerja? Namun pertanyaanku tak kuutarakan. Kupikir mengetahui pribadimu secara dalam bukan menjadi perhatian. Hanya saja, kenapa kau seolah mengikutiku. Aku tak bermaksud geer, namun itulah yang nyata kurasa.


"Kamu mau pergi? Ke mana?" Kau bertanya seolah mendapat persetujuan untuk tahu kegiatanku. Aku diam saja, malas menjawab bahkan memberitahu.


"If you still keep silent, ehm... i mean... sorry. Aku terus ikut kamu karena aku free." Jelasmu mencampur bahasa.


"Free?" Pertanyaanku kini hanya ingin memastikan apakah yang dimaksudnya adalah libur dari rutinitas kerja atau dia bebas melakukan apa saja. Entahlah, kamu hanya diam dan memberhentikan kata.

Kusimpulkan sendiri maksudmu apa.


"Aku mau pulang" ujarku akhirnya menyerah juga. Tatapannya tak bisa kutinggalkan terabaikan begitu saja.


"Tapi, di sini tempatmu. Apa tempatmu banyak?" Kau bertanya seolah bingung. Mungkin kau juga menafsirkan banyak makna terhadap kata pulang yang kuucapkan.


"Tuhan punya bumi yang luas george, selama masih berpijak pada bumi kepunyaanNya, tempatku di mana-mana" jelasku datar. Mataku kembali menyusuri jalan-jalan protokol Ibu kota. Sudirman!aku berburu angkutan berbadan besar dan beroda empat. Saat diri tengah berdiri kau menarik lenganku. Memaksaku untuk duduk dan melanjutkan penjelasan singkat tadi.


"Ada apa lagi? Aku sudah jelaskan semua" ujarku lalu kembali berburu angkutan.


"Boleh aku ikut kamu untuk pulang?" Tanyamu mencoba beroleh kepastian lewat tatapan bola matamu yang berpendar biru.


Aku hanya bisa menarik napas sejenak. Menghembuskannya perlahan lalu menggeleng. "Maaf" ujarku.


"Aku mau ikut pulang! Kamu menolak aku tetap akan ikut" Suaramu tegas memastikan kehendak. Aku tetap diam dan tak bergeming dengan ucapanmu.


Bus tujuan kepulanganku datang. Bergegas aku melambaikan tangan untuk menyuruh berhenti. Dengan sigap aku segera menaiki lewat pintu belakang. Meski aku tahu, aku meninggalkanmu begitu saja tanpa pamit dan permisi. Maafkan!


"Aku akan ikut kamu, pulang!" Ujarmu saat aku tengah duduk di tempat tiga bangku sebelah kanan.

"Kau ini benar-benar, kenapa ikut aku terus dan kenapa terus-terusan membuatku kaget." Ujarku setengah berteriak karena melihat sosoknya yang kini duduk manis di sebelah.


"Aku, ikut pulang" katamu lagi dan aku hanya mampu berdiam. Pasrah jika kau terus ikuti.


"George, jika kau sudah putuskan untuk ikut, jangan sekali-kali kau meninggalkanku!" Ujarku memberi syarat dan kaupun mengangguk tanda setuju


Published with Blogger-droid v2.0.4

Senin, 10 Juni 2013

George not Josh

Sebenarnya aku enggan menuliskan ini. Tapi karena kamu memaksa jadi kutuliskan juga.

Aku mengenalmu baru hari ini. Saat matahari mencoba berpendar lebih temaram lagi. Saat itu aku sendiri sedang memayungi hati yang dirundung hujan semenjak pagi.

Kamu ulurkan tanganmu sambil berkata "josh". Tadinya kupikir kau salah orang, namun saat tangan yang kau ulurkan mendekati bahu tangan dan berdiam lebih lama, aku baru sadar bahwa kau mengajakku berkenalan.

"Dara" ujarku sambil tersenyum dan menjabat tanganmu. Ada rasa aneh saat kau hanya pandangi diri ini tanpa penjelasan lanjutan. Jadi kuputuskan untuk diam dan membuang jauh pandangan ke depan. Kali ini gedung-gedung pencakar langit jadi sasaran utama bagi pandangan. Bukannya aku bermaksud untuk mengacuhkanmu, hanya saja aku bingung harus bicara apa lagi. Bahasa Inggrisku tak terlalu bagus lagi pula kau terlalu asing untuk kuajak bicara.

Matahari sedikit-sedikit mulai turun dari pandangan. Sebentar lagi sepertinya magrib. Sesaat aku menoleh padamu. Ternyata semenjak tadi pandanganmu tak berpaling.

"Maaf, ada apa ya?" Hanya itu yang mampu aku ujarkan karena jujur, aku merasa risih. Seketika kau tersenyum lagi. Malah kali ini senyumanmu lebih lebar dari sebelumnya. Bingung, hanya itu yang menggandrungiku kini.

"Sepertinya kamu tak bosan lihat ini, kamu sedang membaca alam?" Ujarmu lalu melempar pandangan pada gedung yang tadi kutatap. Bahasa Indonesiamu cukup bagus, mungkin kau sudah lama tinggal di sini. Ada sedikit kelegaan, ternyata kamu bisa bercakap dengan bahasa ibuku.

"Hello... why you keep silent?" Ujarmu yang membuyarkan lamunanku dalam berjeda.

"Oh iya, membaca alam lebih membuatku tenang. Lagi pula aku bisa apa?" Jelasku sekenanya.

"Aku pamit, sudah sore" ujarku lagi dan sedikit memberi salam lewat anggukan kepala. Kupikir kau akan beranjak, nyatanya kau mempercepat langkah dan menyusulku dalam jejak.

"Aku belum selesai membaca kamu, may I..." belum sempat kamu melanjutkan rentetan kalimatmu aku sudah geregetan memotongnya.

"Please, speak in bahasa" jelasku menyindir dan kamu mengangkat kedua tanganmu. Seolah menyerah lalu mengangguk tanda setuju.

"Iya, aku minta maaf, aku coba bicara dengan bahasamu. Tapi, lambatkan jalanmu" ujarmu memberi usul dan aku mengangguk mengiyakan lalu membuat langkahku melambat seperti kura-kura. Sayangnya aku tak membawa tempurungku.

"Aku tertarik sama kamu, boleh kita berteman lebih dekat." Ujarmu membuat langkahku berhenti. Aku mendongak ke arah matamu. Mencoba melihat lebih dalam bola mata berwarna biru. Rambut pirangmu yang tersiram sisa-sisa sinar matahari kini membuatmu lebih matang.

"Jangan hanya diam, beri jawaban segera. Aku butuh kamu untuk menolongku membaca alam, mungkin melaluimu, tolonglah." Kau memohon dengan wajah memelas. Tak pernah sedikitpun terbentang sebuah khayal bahwa mahkluk bumi dari belahan dunia lain meminta bantuanku untuk membaca alam. Sejenak aku berpikir, kita ini asing. Bagaimana mungkin aku yang lebih terasing membantumu membaca alam. Jawababku tadi hanya asal.

"Kau mau kuajari membaca yang bagaimana?" Tanyaku akhirnya belajar memahami maksud dan menyelami pikiran lewat kosa katamu.

"Sebentar lagi, sebentar lagi... dengarkan ini." Ucapmu kemudian menarik lengan bahuku. Bergegas aku mengelak, kau membuatku kaget! Sungguh.

"Lepas, jangan tarik tanganku"
"Ssshhhh" desismu sambil mengacungkan jari telunjuk ke mulutmu dan melempar tatapan padaku. Kamu menyuruhku diam. Aku menurut.


Semenit, dua menit, sampai akhirnya tiga menit kita berada dalam kebisuan yang bagiku sungguh membingungkan.

Allahhuakbar... Allahuakbar...
Kebisuan itu pecah. Matamu memberi isyarat agar aku lebih tenang mendengarkan. Aku mengangguk dan paham.


Hingga lantunan penyeru Tuhan diperdengarkan sampai habis, barulah matamu penuh tanya memojokkan diri meminta penjelasan.

"Itu azan" jelasku
"Ya aku tahu, tapi aku tak tahu artinya, can you... ehm maksudku terjemahkanlah dalam bahasa." Ujarmu begitu bersemangat.


"Bukankah kau punya itu, kamu bisa mencari dalam dunia maya penjelasannya" ujarku sambil menunjuk tablet yang semenjak tadi kau genggam erat.
"Tidak, benda ini tak bisa membaca alam seperti dirimu, jadi kumohon beritahukan padaku." Kau memohon lagi. Akupun menyerah, dan menjelaskan satu persatu arti dari lantunan azan, kulengkapi dengan cara menjawab saat azan dikumandangkan.


"Indah... kau paham sekali. Apa semua orang Islam sepertimu paham, bahwa Tuhan berbaik hati memanggil sehari lima kali? Sebaik itu panggilannya, tiada dua. Indah! Aku tak punya kata-kata lain untuk beri ekspresi selain kata sempurna" jelasmu bersemangat. Entahlah kata-katamu begitu menarik perhatianku. Aku tergugu saat penjelasan darimu terujar dengan begitu sederhana yang mengena.

Aku hanya bisa tersenyum dan sedikit meratapi kata-katamu.
"Hey... ayo kita salat itu akan lebih indah lagi" ajakku padamu dan kau mengangguk setuju.


"oh iya, namaku george bukan josh" jelasmu tersenyum sambil mempersilakan diri masuk lift. Aku membalas simpul.

Langkah-langkah kaki, tertatih di masjid. Kamu akan meyembah Tuhan yang satukan? Tanyaku  dan kau mengangguk berkobar



Published with Blogger-droid v2.0.4

Minggu, 09 Juni 2013

kesenjangan

Absen sehari, kisah tiada henti

Setelah menjajal rumah Tuhan di depan tempat tinggal, ada sebilah kisah yang tertanggal.

Tentang perempuan tua pengguna mukena yang tergantung di sisi kanan masjid. Wajahnya bersinar terang meski dihujani lampu temaram.

Semangatnya terpancar dari suara tasbih menjelang azan subuh berkumandang.

Usai tunaikan kewajiban sayangnya kami tak sempat bersalaman. Ia hanya mengangguk lalu melesat pergi meninggalkan rumah Tuhan yang suci. Bergegas kami pun mengikuti untuk kembali ke tempat diri. Tanpa sengaja kami bertemu lagi. Hanya saja kini ia lebih berbeda. Sebuah kantung plastik hitam besar berada di genggaman kiri tangan, sedang di sebelah kanannya terlihat sebuah tongkat kayu penjapit barang-barang yang bagi manusia lain tiada lagi manfaat.

Sekilas ia tersenyum menatap kami yang masih terbalut pakaian putih. Lalu ia lanjut beraktivitas kembali.

Tak lama berselang, sebuah mobil merah berhenti di hadapan. Dalam langkah perlahan kami seketika menoleh.

Seorang perempuan cantik dengan rambut terjuntai sebahu keluar dari kendaraan. Hanya balutan minim berwarna hitam yang menghiasi sebagian dari bentuk tubuhnya. Sepatu dengan hak sepuluh centi menghias indah di kakinya, sayang! Kecantikannya tak mampu menyembunyikan wangi alkohol yang semerbak berkeliaran menyusuri penciuman kami yang hanya berjarak hasta.

Dengan gontai, sang perempuan menghampiri kotak yang bertuliskan tempat sampah. Ada bongkahan tisue yang dibuangnya ke arah kotak berwarna biru. Namun melesat dan mengenai punggung sang perempuan tua yang serius mengais seklumit harap dalam kumpulan barang yang disebut sampah.

Sang wanita cantik melesat masuk meninggalkan jejak yang tak lagi ingin dia lihat. Sang permpuan tua bergegas mengambil bongkahan tisue yang berjarak selangkah dari kakinya. Memungutnya dengan penjepit lalu memasukannya ke dalam kotak tempat sampah.

Kesenjangan di kala subuh lewat.
Perempuan tua datang selepas salat. Wanita cantik datang mungkin setelah pulang dari klub. Sementara kami kini, mengamati langkah perempuan tua yang pergi dengan sendal japit usang yang meninggalkan jejak sesungging senyuman


^_^

@taman rasuna

Published with Blogger-droid v2.0.4

Jumat, 07 Juni 2013

Hati, cinta

Diam-diam, ada yang melesat di ujung kata.

Senyumnya teriring dengan serangkaian wajah berganti rona

Adakah yang tahu bahwa dirinya sedang sakit?

Terlalu banyak menelan rasa dan berolah rupa. Sakit karena jatuh, mungkin pada cintanya...


Dalam kegemarannya bercerita, ia mendengar dalam diam yang sudah tak lagi berkawan. Ah, seandainya pohon ketapang itu mampu berdendang dan bersaksi atas kisah cita dan cinta di hati, padahal istilah situasi dalam keadaan ini tak lagi sepi dan sunyi.


Ya, baiklah. Aku sudahi saja, agar semakin banyak lagi kisah di lain hari yang mampu digenggam hujan merintik di alas pohon ketapang.

Toh ini akan menjadi bukti cinta kita yang pernah hilang disapu malam kelam.


Published with Blogger-droid v2.0.4

Kamis, 06 Juni 2013

Menanti

Datanglah... kedatanganmu kutunggu... #sing


Weits, dendang lagu ini dipersembahkan bukan untuk kamu ya. Tapi, untuk truk pengangkut barang. Loh kok bisa? Seharian ini dari jam delapan sampai menjelang magrib, kami (aku dan om) setia menanti kehadiran truk yang akan mengangkut barang-barang depok menuju Malang. Sayang, yang ditunggu dan dinanti belum tampak roda-rodanya. Mungkin terjebak macet, mungkin dia salah jalan, atau mungkin entahlah. Malas sudah menerka.


Tulisan ini dibuat sembari menunggu pesanan ayam goreng yang telah dipesan sekitar tujuh menit yang lalu. Dari siang belum ada sesuap nasi yang masuk dan terlebur dalam pencernaan kami. Tapi, kalau boleh jujur kami sudah menghabiskan sepuluh kue martabak mini. Nah loh. Hahaha


Dulu, lima tahun lebih yang lalu, kami menempati rumah Depok. Kami berdua mencari rumah Depok saat tante tengah mengandung chia dan berada di Malang. Kini saat pindahan, kami bersama lagi untuk membersihkan barang-barang dan mengakutnya ke Malang.


Pesanan ayam sudah datang. Bentar yaaa...


Tulisan berlanjut. Sekarang sudah sampai rumah dab ternyata pesanan salah semua. --" mau marah tapi udah keburu laper, keburu malem. Janji pak truk pengangkut adalah pagi. Namun sejak kini, belum juga tiba. Alamak, ini bisa memancing emosi di jiwa. Sabar. Baiklah, ini sudah jam berapa? Oh tidak, jam delapan malam. Mau sampai jam berapa? Lagi-lagi sabar dijadikan sebagai sansaran. Yasudah


Jadi ingat saat beli martabak mini tadi. Sempat berbincang dengan abang penjual. Dia dari cianjur, dan baru dua minggu kerja sama bosnya. Dia cerita kalau gajinya 600 plus dapat tambahan 27ribu setiap hari untuk makan, ditambah dapat jatah biaya tempat tinggal. Semoga bosnya semakin laris usahanya terlebih dia sudah punya sembilan gerai. Wew mantap! Jadi iri... iri dalam hal kebaikan. Kepingin punya lagi. Dulu sempat  buka usaha dan sempat punya pegawai. Wah kalau usaha dulu dilanjutkan mungkin pegawainya sudah bertambah. Mungkin loh ya...


Ah, nanti juga berlanjut lagi. Aamiin. Wew, ini berjalan ke mana-mana. Belum lagi bisa fokus. Masih banyak kosa kata yang berjalan dan terangkai dengan sendirinya.


Okeh. Sekian dulu... kalau sempat nanti akan berlanjut lagi setelah sampai kuningan. Prediksi, ini baru kelar sekitar pukul 10/11 malam. Sampai kuningan mungkin jam 00.00 semangat menikmati... selamat tinggal dan dinanti *punya rumah sendiri* aamiin


Published with Blogger-droid v2.0.4

Rabu, 05 Juni 2013

Allah bersamaku

Hei kamu...

Capek? kaki kriting? Bersyukrlah karena hari ini kamu bermanfaat lagi. Senantiasa seperti itu ya :')


Mau izin tulisan hari ini?

Oke sip. Intinya adalah


Sejatinya kebahagian itu diraih dengan tekad, kerja keras, dan kesabaran berlebih. Sudahkah kamu menjalani salah satunya?


Ayolah, jadi pohon yang bermanfaat bagi manusia. Kamu tak sendiri kawan :)


Ada Allah, Allah, Allah

:*


Published with Blogger-droid v2.0.4

Selasa, 04 Juni 2013

Aku bunuh sedihmu, hari ini

Saatnya mengambil segala sesuatu darimu. Aku pinjam sebentar blogmu. Nanti kalau sudah selesai akan kukembalikan. Intinya aku hanya ingin menyemangatimu. Hahaha. Ups maaf, aku tahu kau sedang bersedih. Tapi, bukan berarti kesedihanmu mampu mengubur keceriaan dalam dirimu bukan? Hal itu tidak lain dan tidak bukan adalah aku.

Sejak kemarin aku tenggelam, bahkan kau kubur. Padahal biasanya kau tak begitu. Biasanya yang kau kubur malah sedihmu. Tapi, entah kenapa jadi berbalik. Intinya... aku tidak rela kau mengubur aku terlalu lama.Aku capek tahu. Kau pikir aku tak butuh teman untuk berbagi ceria?

Tapi, yasudah yang penting kini blogmu telah aku kuasai. Meski dalam waktu yang tak terlalu lama.

Saat ini aku akan membunuh sedihmu satu persatu. Jangan takut! Kau tidak sendiri. Ada aku dan pasti Tuhan kita. Toh makaikat di kanan dan kirimu masih setia. Tapi sayang sekali, bantuanku kali ini hanya untuk membunuh sedihmu hari ini. Tak apa ya, setidaknya ada usaha dariku untuk membuang dan membabat sedihmu. Ah sudahlah, aku ini terlalu banyak prolog. Tidak seperti kamu yang selalu ke akar permasalahan.

Hari ini, kulihat kesedihanmu muncul terlampau dalam karena melihat ayahmu bukan? Hai, cantik. Ayahmu akan segera sehat. Percayalah padaku. Sakit yang dialami oleh ayahmu sebagai penggugur dosanya. Kau jangan terlalulah bersedih. Bukankah ayahmu selalu bilang "tidak apa-apa" jadi percayalah kata-katanya. Sambil senantiasa kau iringi doa. Iyaaa aku paham, aku tahu kalau kesedihanmu lebih terasa saat melihat ayahmu berjalan dengan sedikit terpincang. Mungkin itu juga sebagai bentuk rasa sayang Tuhan. Agar ayahmu beristirahat. Bukankah kau tahu kalau ayahmu tak pernah sedetikmu berhenti dari berpergian? Ayolah bersemangatlah, Allah tahu yang terbaik untuknya, untukmu, untuk kita. Ayahmu kan juga ayahku. Aku bagian dari dirimu juga, Cantik.

Selanjutnyaaa

Kesedihan yang menghampirimu adalah kejadian saat turun dari kereta di stasiun pertama. Cantik, kejadian itu terjadi tidak sengaja. Mungkin memang lelaki tadi yang salah karena naik terburu-buru sehingga terantuk oleh pipimu. Namun percayalah itu tidak sengaja. Dia juga terdorong oleh orang-orang yang berada di belakangnya. Jadi hapuslah marah dan sedihmu. Toh lelaki tadi juga sudah meminta maaf. Iyaaaa aku tahu, aku paham kau ditertawakan namun apa peduli mereka. Sudahlah anggap saja kau adalah kafilah yang sedang berlalu sedangkan mereka adalah hewan-hewan yang menggonggong. Murni kejadian tadi tidak sengaja. Oke!


Bukankah hujan tadi telah menghiburmu dan membantu untuk menghapus kejadian itu?

Aku anggap kamu setuju untuk hapus kenangan jelek tadi. Hihihi


Kesedihan selanjutnya, ehm... saat ini kau sendirian. Aku rasa kau senang menyindiri. Iya aku juga paham kalau ternyata om dan tantemu tidak jadi ke depok hari ini. Tapi, ini di luar ekspetasi mereka. Sejatinya kau lelah, aku tahu itu. Beberapa hari kemarin dan hari ini waktumu tersita diperjalanan. Ya, buatlah maklum, Jakarta masih tetap seperti itu. Saat ini nikmati kesendirianmu di rumah Depok. Nikmati kencanmu berasama kamar setiamu. Menangislah sesukamu. Toh hari kamis nanti sudah tidak mungkin kau tinggal di Depok lagi. Bukankah kau senang dapat pengalaman baru di apartemen? Itu bisa menjadi lautan inspirasi untuk karya-karyamu. Percayalah padaku.

Sudah ah... aku terlalu banyak bicara :D maafkan yaaa maksudku baik tapi... aku bingung harus bicara apa lagi. Tapi aku selalu ingin agar senyummu lebih berwarna dan bernuansa. :))

Sekarang kalau boleh aku tahu, bolehkah kau bangkitkan aku? Aku rindu teman-temanku tahu. Percayalah kau pun begitu. Hanya saja kau malu mengatakannya.

Sudah jujur saja ^^

Sudah yaaa, aku siap kau tarik dalam tumpukan yang berkesudahan. Bangkitkan aku yaaaa :)) :D :)

Published with Blogger-droid v2.0.4

lalalala

Bedakan antara cita dengan cinta. Cita sebagai muara dan cinta adalah aliran yang mengarah ke sana.


Ujung dari sebuah mimpi adalah tekad untuk mewujudkannya.


Terlampu galau akan membuat hidupmu bertambah kacau. Jadi, galaulah pada porsinya. Habisi dia dengan mendekatkan diri pada Sang pembolak balik hati dan rasa.


Budaya yang tetap bertahan sepanjang usia adalah budaya cinta


Kalau kalah hari ini bukan berarti kalah selamanya. Kemenangan pasti mampir dan menghampiri


Mengedepankan etika dan norma lebih baik daripada mengedepankan tampilan dan citra


Berbagi mimpi itu baik. Tapi lebih baik lagi mewujudkannya :)


Tanpa banyak cerita dan kata-kata

Kemarin bahagia karena bisa makan bersama. Dengan ayah, kakak, dan adik. Komplit euy :))


Semoga ayah lekas sehat dan bisa berjalan dengan kuat, sekuat mimpi dan harapannya.


Published with Blogger-droid v2.0.4

Minggu, 02 Juni 2013

Kisah merajalela :D

Malas itu itu temannya setan

Kalau tidak menulis sekarang, entah kapan lagi. Mumpung ingatan masih segar. Baru saja ujung kepala hingga kaki terguyur air.

Suasana masih dingin, malam masih gelap. Bintang sudah jarang terlihat. Entah, mungkin malu karena sinar matahari tak terpantul dengan sempurna padanya. Sama seperti hari ini yang terasa kurang sempurna karena belum mampu bersinar seutuhnya. #etjieee

Minggu siang ini hanya berdua dengan Chia. Di tempat baru yang bisa dibilang mulai seru dan menantang. Di lantai lima terdapat berbagai fasilitas apartemen yang dapat dimanfaatkan. Dimulai dari tempat olahraga, papan seluncur, jungkat jungkit, kolam renang, lapangan basket, lapangan futsal, lapangan tenis, pendopo2. Akh, sungguh fasilitas yang sangat lengkap. Maklum fasilitas ini digunakan untuk pengguna apartemen dari tower satu hingga towwer 6. Lantai lima ini saling menghubung antara tower satu hingga tower lainnya.

Tadi sempat ada pikiran dalam bentuk tanda tanya. Bagaimana caranya tanah bisa ada di lantai lima ini. Yup, sepanjang mata memandang rerumputan tumbuh subur. Seperti lagi napak bumi. Ya, tapi nggak kaget juga sih selama ada uang apapun bisa dikerjakan. Lebih terkesima maksudnya ketemu tanah di lantai lima apartemen ini. Suasana sepanjang lantai lima seperti taman. Wajarlah jika sebutannya Apartemen Taman Rasuna. Benar-benar nyaman banget. Berasa dimanjakan.

Berada di lantai lima tadi mengingatkan saat lagi di Malaysia dan Singapura. Selain karena kebersihannya yang luar biasa didukung pula oleh penghuni yang berlalulalang dan mereka bule semua. Hahaha.

Sempat tadi berbincang nggak nyambung dengan seorang gadis kecil berdarah India saat mengantarkan Chia bermain papan seluncur. Entah dia ngomong apa, yang pasti bahasa yang digunakan adalah bahasa India. Diajak ngomong bahasa Inggris, eh dia diem saja. Yasudah akhirnya mulut ini hanya mampu berkata-kata chori-chori chupke chupke. *itu lagu india* artnya curi-curi hatiku hatiku. #eaaa Yang hapal itu doang dia malah ketawa. *kacau*

Dingin ini semakin menjadi. Tapi mata masih belum takluk untuk mengantuk. Maka kisah berlanjut.

Setelah Isya, keluarga sudah lengkap berkumpul semua. Masih ada barang yang harus diambil di lantai dasar. Akhirnya bertiga bersama om dan bude kita turun dengan tujuan angkut barang. Namun apa daya, kaki melangkah melebihi arah. Kami malah menuju ke pasar di belakang apartemen. Jalan kecil dan sempit yang dilalui tadi merupakan akses utama menuju pasar Menteng Atas. Jelas, malam-malam begini sudah dipastikan tutup. Namun keyakinan mendobrak segalanya. Hati ingin makan buah, menghindari kurang serat yang berlebihan sebagai tujuan. Jadilah bertemu dengan seorang pedagang yang sedang menutupi melon dan semangkanya. Dia bilang mau pulang. Namun setelah dirayu akhirnya dia bersedia menjualkan barang dagangannya.

Buah sudah di tangan. Namun pikiran akan pertanyaan melihat suasana di pasar malam tadi benar-benar mengambang. Bagaimana bisa mereka meninggalkan barang dagangannya begitu saja tanpa gembok atau penutup toko. Buah-buah dagangan hanya ditutup terpal lalu ditinggal. Sempat tanya terutarakan sebelum meninggalkan jejak pasar. Sang penjual bilang sudah pasrah dititipkan pada Tuhan. MashaAllah :D

Selama perjalanan pulang, pikiran berdendang lagi dan lagi. Apa ya yang ada dipikiran para penghuni apartemen saat melihat dari jendela mereka ke arah pasar seperti ini. Apakah mereka merasa kedudukan mereka lebih tinggi dan terhormat ketika mereka tinggal di gedung mewah bertingkat-tingkat. Apakah mereka merasa lebih berbeda dan lebih kaya. Entahlah... bisa ya bisa juga tidak.

Pertanyaan lain muncul dari sudut berbeda. Apa yang ada di pikirkan orang-orang yang tinggal di pinggir apartemen dengan kondisi rumah yang saling berhimpitan terhadap warga apartemen? Bisa jadi mereka merasa bangga karena punya rumah sendiri yang menjejak bumi. Bisa jadi mereka kasihan melihat orang-orang yang tinggal dalam ruangan bertumpuk seperti itu. Ah sudahlah... bisa jadi di antara mereka tidak ada yang berpikiran seperti yang otak ini pikirkan karena bisa saja pikiran mereka sudah terlalu banyak. Hinggak tak sedikitpun terlintas memikirkan hal demikian. #njelimet

Baiklah...  Aku sudah kembali, sebagian semangka sudah melebur dalam lambung. Alhamdulillah, semoga sehat tetap dikandung badan. Aamiin
Yasudah.


Sebait puisi untuk hari kedua

Merah, bergincu tak tahu ilmu
Bibir ucap maaf, sang empunya memaki tak kenal diri. Jika tak bisa berbagi maaf dan toleransi, hiduplah sendiri!


*untuk ibu-ibu yang menghardik dan memaki saat tersenggol diri ini*


Published with Blogger-droid v2.0.4

Sabtu, 01 Juni 2013

Aku rindu kamarku

Semangat menatap malam penuh bintang.

Malam ini super sekali. Kemarin habis tergantung dalam kesedihan dan ketidakjelasan emosi yang melambung #tsaahhh

Canda kok.

Oh iya, malam ini mendadak pindah rumah tinggal. Selama satu bulan ke depan terhitung dari malam ini badan ini akan berpijak di daerah Kuningan, tepatnya di apartemen Taman Rasuna Said. Beuh... gaya bener. Enggak, nggak gaya kok. Memang dikasih kesempatan tinggal di sini. Maklum, belum punya rumah sendiri. Masih ikut sama om dan tante. Menjalani kebersamaan bersama mereka selama sebulan lagi sebelum mereka pindah ke Malang. Huwaaaa



Ini mendadak, harusnya besok. Tapi, tadi sore saat raga ini usai menghadiri pernikahan Sahabat IKSI, Nurul Fitriany dan Eki, mendadak dapat kabar dari om untuk segera bertemu di pasar festival. Mendadak pindah. Yup... tadinya kesel banget. Beneran deh! Ternyata malam kemarin adalah hari terakhir menginap di kamar tercinta, di rumah Depok yang sudah di singgahi selama lima tahun lebih.

Melankolika melanda, ternyata berpisah dengar kamar tercinta begitu menyesakan jiwa. Belum pamitan sama tembok yang senantiasa menjaga di kala hujan. Belum pamitan sama jendela kamar yang selalu membawa angin kesejukan. Pastinya, belum juga pamitan dengan kasur empuk yang menjadi tumpuan di kala senang, susah, sedih, bahagia, dan tentu saat lelah menghadang. Semua begitu berharga untuk diabaikan tanpa dipamiti begitu saja.

Lebai? Saya rasa tidak. Itu sebuah kewajaran terhadap segala sesuatu yang telah membersamai selama ini. Menghargai sebuah kebersamaan bukankah hal yang wajar, meski dengan benda mati sekalipun.

Di depok, di kamar itulah saya merasakan punya kamar sendiri. Kamar yang bebas saya atur dan kuasai sesuka hati. Kamar yang senantiasa menjaga dikala tumpah segala rasa. Meski kamar kecil sederhana namun kaya akan pesona, cita, dan rasa.

#sudahlah

Ya memang sudah. Wong saya sudah di sini (Barang dan baju juga sudah di bawa om ke sini).  Kesedihan dan kebahagian semua selalu ada kadarnya, tidak berlebih dan tidak juga kurang. Semua pas dengan porsi saya. Jadi saatnya menikmati, menjalani, dan mensyukuri nikmat tinggal yang telah diberi.

Okeh, selamat datang kamar baru. Kamar dengan jendela-jendela besar yang senantiasa mempertontonkan gedung-gedung sebagai pemandangan. Kamar yang mendinginkan diri dengan begitu iri akan kehangatan (terlalu banyak ac).

Merasakan hidup di tempat baru, belajar beradaptasi lagi dengan hal-hal baru dan mungkin penuh dengan tantangan seru. Rata-rata orang yang tinggal di apartemen ini kebanyakan bule yang bekerja di Indonesia. Tadi di lift, sempat bertemu dengan bule eropa, meski lebih banyak melihat bule India. Lho... haha yasudah. Besok rencana mau ngelilingi tower lain. Kebetulan, eh kebenaran maksudnya saya dan keluarga om tante berada di tower 1. Jadi sekalian lihat-lihat siapa tahu dapat inspirasi. #tsahh

Kamar baru tentu penuh tantangan dan kisah baru. Saya siap menjalin keakraban denganmu. Meski cuma sebentar. 30 hari saja. Kisah hari pertama sudah dimulai. Nantikan kisah selanjutnya ya kawan :)

Aku rindu kamarku...

Published with Blogger-droid v2.0.4