Jumat, 14 Juni 2013

Akhirmu, George

Sudah berkali-kali aku bersin. Tak tahan dan tak kuat dengan cuaca dingin seperti ini. George sudah berbaik hati memberikan mantel tebal berwarna cokelat. Namun, rasanya tak juga mampu menepis dingin yang menggerogoti diri. Kedua tangan sudah kugosokan. Harusnya mampu mereda dingin tapi percuma aku masih menggigil.


"Minumlah" George memberikan secangkir cokelat panas dalam cangkir putih tulang. Bergegas aku menyeruputnya perlahan. Hangat!


"Aku tahu kau tak tahan, tapi bertahanlah sebentar" ujarmu menyemangati. Entahlah, aku hanya bisa menurut saja. Sepertinya hal penting yang ingin ditunjukannya akan terpampang sebentar lagi.


"Apa itu laut?" Tanyaku menunjuk pada sebuah jalan yang terbentang di hadapan. Rasanya itu air yang membeku. Kau tersenyum lalu menggeleng, aku mengernyitkan dahi.


"Lalu, apa?" Rasa penasaranku sepertinya membuatmu puas. Kau sepertinya balas dendam. Aku jadi ingat saat kau mengikuti aku terus. Sekarang posisinya terbalik.


"Aku nggak akan tanya lagi" ujarku ketus. Aku tak sesabar kamu, George. Aku juga tak pandai merayu sepertimu. Hanya ancaman kecil yang bisa kutunjukkan. Dan sepertinya itu manjur.


"Kau selalu seperti itu, tak mau adil" jelasmu sambil terkekeh. Aku tahu, mungkin maksudmu adalah curang. Aku senang kau masih mau menggunakan bahasa ibuku meski di negaramu.


"Itu hatiku, putih dan membeku" Ujarmu lalu raut wajahmu berubah muram. "Aku memanggilmu ke sini karena itu" kau melanjutkan kata-katamu sambil menunjuk ke arah yang tadi kumaksud.


"What can I do for you, George? I will help you" jelasku sembari belajar melatih bahasa sehari-harimu. Meski tak sempurna, apa salahnya mencoba!


"Kau masih punya sisa sinar itu?" Tanyamu ragu dan bergegas aku mengangguk.


"Tapi, entah sekarang di mana. Sinar itu yang membawaku sampai ke sini." Jelasku sedih. Aku lupa, salah! Lebih tepatnya tak tahu di mana sinar yang kau bagi dua denganku itu berada.


"Dia ada di hatimu, Dara. Keluarkanlah" jelasmu. Oh iya, kenapa hal semudah itu aku lupa. Payah! Bergegas aku pejamkan  kedua mata, menyebut nama Rabbku lalu perlahan-lahan mengeluarkannya dalam hati.


Sinar yang kupunya ternyata semakin membesar dan penuh. Oh Rabb, indah sekali.


"Indah... setiap waktu senantiasa kau ingat Rabbmu. Great!" Pujimu membuat hatiku berbahagia. Bukankah memang seharusnya begitu?


George bergegas menerima sinaran yang kukucurkan. Aku menyisakan segenggam. Lalu, kumasukan ke dalam hati. Setidaknya agar hatiku tetap hidup meski sedikit redup.


Setelah menerima itu kau bergegas menuangkannya pada jalan yang kupikir laut. Seketika kebekuan itu meleleh dan cair. Seperti gelombang yang baru datang sambil menggulung apa yang di hadapan. Bergegas aku mundur, takut dihampiri kejadian yang tak enak. Untung ada george di sini.

Suasana yang tadinya dingin seketika hangat. Air itu lama-lama melambat, perlahan mengalir. Dan entah dari mana pelangi muncul. Cantik!


"Dara, terima kasih. Semoga suatu saat nanti kita bertemu lagi" ujarmu lalu pergi bersama air yang mengalir. Hilang, tak bersisa.


"George... George... " aku berteriak memanggilmu yang sudah tidak di samping diri. Ada yang menetes di pelupuk mataku. George, kenapa kau hilang...


Aku tak kuat menahan air mata. Tapi, aku ingat sebagian darimu sudah kusimpan dalam hati, sisa secercah sinar tadi. Dan Rabbi, pasti akan mempertemukan kita lagi. Di negara manapun, kapanpun. Selama kau ingat Rabbi dan aku sebagai sahabatmu :*


Tamat


Kisah aku dan george di akhir hari (:


Published with Blogger-droid v2.0.4

Tidak ada komentar:

Posting Komentar