Rabu, 12 Juni 2013

Secercah cahaya, dibagi dua

"Mata besar"

Lagi-lagi kau menggetkanku, George! Segera kukenakan kacamata beningku. Aku tahu, maksud perkataanmu adalah bengkak. Namun kau belum tahu dan kenal kosa kata itu. Bergegas aku merapikan barang-barang yang berserakan dan memasukannya ke dalam tas unguku.


"Are you crying?" Kau bertanya kemudian menatap mataku tajam. Aku hanya bisa berpaling karena tak suka dengan tatapan seperti itu.


"Kenapa menangis?" Buruan pertanyaanmu tanpa henti menghujam diri. Aku sengit membalas tatapmu kini.


"Sudahlah, apa kau harus tahu kondisiku di setiap waktu? Pergilah dulu! Aku masih sibuk" jelas-jelas aku mengusirmu namun kau tetap setia berdiam diri sambil tersenyum jika aku mulai memperlakukanmu seperti itu.


"Ayolah, selain belajar membaca alam aku belajar membacamu." Ujarmu merajuk seperti anak kecil yang memaksa ingin dibelikan sebatang permen chupa-chupa.


"George... untuk kali ini pergilah sejenak, kumohon!" Kali ini aku memohon dengan sangat namun sepertinya kau tak menggubris juga.


"Apa karena aku pergi tadi?" Ucapmu lalu membuat kegiatanku berhenti seketika.


"Iya!" Jawabku asal saja. Jujur aku menangis bukan karena itu tapi aku ingin membuatmu merasa bersalah dan segera pergi meninggalkan hidupku.


"Sorry, i mean... maaf. Aku tak pergi darimu. Aku tepati janji." Ujarmu gelagapan mencoba menjelaskan semua. Maafkan aku george, aku tak bermaksud jahat hanya saja aku kasian melihatmu jika mengikuti aku terus.


"Pergilah george, jangan di sisiku lagi" jelasku dan kini air mataku tumpah. Air mata ini menebus segala rasa maafku padamu bercampur rasa kehilangan yang teramat dalam terhadap sosok yang lain.


"Aku tadi pergi untuk mengambil ini" ujarmu sembari menyerahkan secercah cahaya yang baru saja kau keluarkan dalam kantung jaket birumu. Mataku terbelalak, tak ada sangkaan kau bisa mendapatkan hal seindah itu.


"Apa itu?" Tanyaku pura-pura tidak tahu padahal selama ini itu yang kucari.


"Ini yang kamu cari, aku sudah dapati ini untuk kamu" kau mendekatkan cahaya itu didekatku.


"Kenapa kau selalu datang di saat-saat seperti ini. Kau ingin membuat mataku lebih bengkak?" Tanyaku dan kini bulir-bulir di pelupuk mata tak bisa lagi kubendung.


"Bengkak?" Kau bertanya bingung, mungkin karena tak paham makna itu.

"Mata besar" ujarku menjelaskan. Dan kau tersenyum lebar.


"Apa aku yang selalu buat matamu seperti itu?" Tanyamu ragu sementara aku sibuk menyeka air mataku. Aku menggeleng lalu melempar senyum.


"Sebenarnya, apa yang ingin kau cari dan temui?" Mataku menatap cahaya di pangkuan tanganmu.


"Aku mencari kamu dan sudah menemuimu. Selesai harusnya, tapi..." kau menggantungkan kalimatmu membuat mataku berburu pada pendaran bola matamu yang biru. Kau menunduk.


"Tapi apa? Apa karena janji itu?" Aku memastikan jika memang itu masalahnya. Kau perlahan mengangkat kepalamu lalu membalas senyum.


"Kau membuatku tertawa, George" ujarku lalu tertawa kecil dan kau timpali bersama dengan gelak yang lebih hebat.


"Aku bebaskan janji itu, jadi kau bisa pergi dengan leluasa" uajarku dan menerima secercah sinar yang kau ulurkan.


"Aku tak butuh semua, ambilah sisanya. Untukmu, hidupmu" jelasku dan menyisakan sinar itu padanya.


"Ini buatmu semua, Dara" kau mengucapkan namaku setelah sekian lama.


"Tidak, sisakan untukmu. Jika sewaktu-waktu punyaku hampir habis aku akan minta padamu lagi." Jelasku dan secara tersirat berharap kau bisa temui aku lagi. Kau mengangguk setuju lalu menggegam sisanya dan kau kembalikan dalam jaketmu.


Cahaya itu sebenarnya tak akan bisa habis, selama kau mengingat Rabbmu, Rabb kita. Di sini." Ujarmu sambil menujuk bagian hati dalam diri.


"Aku tahu, aku tahu... pergilah" ujarku dan kau berbalik memunggungiku.


"Kita punya Allah Yang Maha Melindungi, janganlah kau takut lagi. Suatu saat nanti mampirlah dalam hidupku" ujarmu lalu melesap pergi. Menghilang. Meresap dalam bayang-bayang.


Published with Blogger-droid v2.0.4

Tidak ada komentar:

Posting Komentar