Jumat, 30 November 2012

Demi nama Tuhanku: Aku terkapar

Sesekali aku perlu melakukan harakiri bagi pendulang-pendulang suksesku
bukan karena aku merasa pantas berada di singgasana yang tak beradab seperti ini.
hal ini tentu saja membuatku terus meracau secara berkala dalam setiap hari bulan dan bahkan tahun
Sesampainya pada ujung perhentian yang aku hadapi malah sakit yang luar biasa
hingar bingar tepuk tangan para pemujaku sudah terkubur dalam-dalam
energi statis yang bergerak dinamis secara sadar juga terhenti hingga tak pasti

Lalu menyalahkan siapa jikalau aku tak mampu menyangga para pendulang suksesku?
mereka tak pernah tahu bahwa ada beberapa bagian ulu hatiku yang terkoyak akibat racauan yang mereka anggap sebagai jimat pamungkas dalam mencapai suksesku

tapi rasanya tidak.
Salah kalau menilainya demikian rendah dan terlalu sederhana atas apa yang telah raga ini lakukan

Mati saja
mati saja

dan tentu saja mati di antara puing-pung ambisi yang tak terwadahi.
Sekali lagi kunyatakan aku bukanlah dewa untuk pendulang suksesmu.
aku hanya kepingan asa yang mencarai harap dan belajar memaknai bahagiaku


Demi nama Tuhanku:  Aku terkapar






Rabu, 28 November 2012

Kantuk kala kau menyerang



Kantuk kala kau menyerang
Luar biasa padahal hanya kurang tidur beberapa jam saja
efeknya mengena sampai saat senja
berkali-kali menguap saat tengah disapa
rasanya mata ingin menutup saja

Kantuk kala kau menyerang sangatlah berbahaya
terlebih saat mata-mata itu fokus berkendara
susuri jalan sampai tempat tujuan utama
kau bahkan bisa mengantarnya hingga akhir melihat dunia

Kantuk yang dinikmati di tempat kerja
membuat kepala berat hingga perlu tangan penyangga
layar komputer berwarna tak lagi menarik mata
hingga akhirnya menutup mata secara tiba-tiba


Kantuk obatmu hanya satu: Tidur saja



Bintaro 28 November.
10 menit waktu istirahat


Selasa, 27 November 2012

Puput: Aku Pembantu Bahagia

Ngerasain kerja jadi pembantu ternyata enak juga Lho. Aku bahagia pokoknya jadi pembantu. Alhamdulillah gusti Allah Pangeran Dunia akhirat itu baik sama aku. Meskipun hanya seorang pembantu tapi derajatku di sini nggak kaya pembantu. Malahan kerjaanku enak nggak repot dan ndak susah. 


Keluara ini memang baiknya nggak ketulungan. Tapi meskipun baik aku sedih juga sih karena mereka jarang di rumah. Setahuku mereka berdua sering ke luar negeri tapi ndak tahu di mana aku ndak pernah tanya. Rumah mereka gede. ada kolam renangnya dan mereka ndak pernah ngelarang aku untuk berenang di kolam renang itu. Kalau ngomongin gaji. alhmdulillah cukup untuk ngirim ke Bu'e dan Pa'e di Kampung.Satu juta dua ratus terkadang masih ditambah bonus kalau aku kerjanya beres dan bikin anak Bu Alin dan Pak Bagus seneng.

Den Rio. Aku biasa manggilnya begitu. Masih kelas empat SD. Pinter banget sekolahnya bahkan semster kemarin rapotnya dapat peringkat satu. Lha wong kemarin yang ambil rapotnya aku. Maklum Papi dan Mami (Biasa den Rio sebut itu) jarang ada di rumah. Paling lama di rumah tiga hari itupun di sambi keluar-keluar sebentar entah sekadar ngajak Den Rio makan di luar atau ngajak ke tempat wisata. Kok aku tahu? Lah Wong aku diajak.

Oh iya lupa... Namaku putri biasa di rumah ini dipanggil Puput. Kalau Den Rio manggilnya Mbak Puput. Di rumah segede ini kami tinggal berenam. ada papi dan maminya den Rio terus ada Mang Sudi dan Bi yati terus yang terakhir aku. Meskipun papi dan maminya Den Rio sering nggak ada di rumah tapi ruamh ini rame ndak pernah sepi karena kami sering banget ngobrol bareng di ruang TV eh ruang keluarga maksudku.

Nah kalau Mang Sudi dan Bi Yati tuh suami isteri. Mang Sudi yang biasa anter-anter Bu Alin dan Pak Bagus pergi. Kalau Bi Yati tugasnya masak dan beberes rumah. Kalau aku tugasnya nyuci dan nyetrika. dan hampir sebulan yang lalu aku dapet tugas dari Bu Alin untuk ngajarin atau nemenin Den Rio belajar.

Dibilang susah pekerjaanku ya nggaklah. Guampang. Bayangin saja tho...jam empat habis salat aku langsung nyuci. nyucinya pakai mesin cucilah sambil nyambi nyiapin keperluan Den Rio sekolah. Setelah itu ngejemur dan setrika cucian kemarin. Cuciannya nggak banyak maklum rata-rata baju Bu Alin dan Pak Bagus yang bagus-bagus di Laundry. Paling banyak baju Den Rio Bi Yati dan Mang Sudi. Sesekali kalau sudah selesai semua aku bantuin Bi Yati apa gitu misalnya ngupas bawang merah dan bawang putih atau terkdang metikin sayur.Pokoknya Uenak bin Asrep kerja di sini.

Kalau sore Den Rio baru pulang sekolah langsung siapin tata-tata makanan untuk Dia. Den Rio juga alhmdulillahnya nurut orangnya. Dulu kata Bi Yati sebelum ada aku Den Rio makannya minta disuapin tapi setelah ada aku alhmdulillah mau makan sendiri dan gak rewel minta ini itu. Aku sering bantu Den Rio ngerjain PR. tapi bukan aku yang ngerjain lho. Den Rio cuma tak ajarin doang. Aku kaya ibu guru gitu. Alhmdulillah meski pembantu gini aku lulusan SMA lho. Yah meskipun ndak sanggup nerusin sekolah sampai tinggi tapi aku seneng setidaknya ilmuku bermanfaat tho?

Bu Alin juga seneng karena aku mau bantuin Den Rio belajar. Bahkan diem-diem aku ngajarin Den Rio salat sama ngaji. Kasian aku... masa udah SD baca Iqra aja ndak bisa. Kalau di kampungku sudah baca Al-Quran. Di rumah ini yang salat cuma aku Bi Yati dan Mang sudi. Yang lainnya ndak pernah tuh aku lihat salat. Habis aku ndak pernah cuci mukena dan sarung. Kalau mukenaku dan Bi yati dua minggu sekali pasti dicuci. Makanya aku rada takut sebenarnya mereka islam atau ndak. Tapi Islam lah  di depan ruang tamu ada lukisan ayat kursi dan yasin. apa cuma dijadiin pajangan doang ya? ndak tahulah. Tapi sing pasti aku seneng sekarang Den Rio sudah bisa baca Iqra dan mau tak ajarin salat. Kata Bi Yati ndak apa-apa aku ngajarin gitu habis siapa lagi yang mau ngajarin.

"Mbak Puput aku udah hapal doa iftitah" Ujar Den Rio saat aku sedang melipat pakaian yang telah kering dijemur. Akupun cepet-cepet datengin Den Rio. Mau Tak test. Alhmdulillah lancar padahal baru tiga hari yang lalu aku ngasih doa iftitah yang tak tulis pakai bahasa Indonesia.

"Ya Allah Gusti... Den Bagus den udah hapal nanti tinggal Mbak Puput kasih catetan untuk rukuk dan sujud ya" Jelasku sambil senyum. Den Rio itu seneng banget dipuji dan memang patut dipuji. 

"Iya Mbak Puput. Nanti aku hafalin. Tapi tulisannya jangan miring-miring dong Mbak. susah bacanya" Ungkapnya jujur sambil tersenyum.

"Iya Den maaf kemarin Mbak nulisnya buru-buru. Habis Den Rio mintanya cepet-cepet sih" Ujarku sambil berjalan masuk ke ruang setrikaan untuk bersiap menyetrika.

"Mbak... Mami sama papi hafal nggak sih doa ini? aku pengen ngetes mereka ah kalau mereka besok dateng?" Tanya Den Rio dan bikin aku diem. Aku ndak tahu mamiatau papinya hapl atau ndak. aku juga ndak bisa jawab. jadi aku diem aja sambil senyum.

Besoknya Papi dan Mami Den Rio datang. Baru saja mereka menyuruh aku untuk membawa tas mereka ke kamar. Den Rio sudah kegirangan menyambut kedatangan mereka. Biasanya Bu Alin dan Pak Bagus ngasih oleh-oleh. kalau ndak mainan ya baju. Aku sudah hapal dan aku pasti dapat gantungan kunci dan juga coklat dari mereka.

"Gimana sekolah kamu sayang? Temennya ada yang nakal nggak? "Ujar Bu Alin sambil menciun dahi Den Rio dan Den Rio pun menggeleng.

"Papi... Mami duduk sebentar sini ya... Rio mau nunjukin sesuatu" Ujar Den Rio lalu menyuruh kedua orangtuanya duduk di sofa ruang TV. Papi dan Mami Den Rio pastinya langsung nurut. 

"Allahu Akbaru kabira walhamdu lillahi kathira wasubhanallahhi bukratau waasila. Inni Wajjahtu wajhia lillazi fataras sama wati wal ardha hanifam muslimaw wama ana minal musyrikin. Inna solati wanusuki wamahyaya wammamati lillahi rabbil’alamin. La syarikalahu wabiza lika umirtu wa ana minal muslimin."

Aku bener-bener ndak sangka lihat Den Rio Barusan. Dia baca doa iftitah di depan mami dan papinya. Aku kaget sampai-sampai aku diem jadi patung di belakang Bu Alin dan Pak Bagus. padahal saat itu aku lagi bawa jinjingan oleh-oleh.

"Mami sama Papi tahu aku baca doa apa?" Den Rio lalu mendekat dan duduk di antara mereka. Dan aku bergegas masuk ke arah ruang makan untuk menaruh barang-barang bawan yang kebanyakan isisnya makanan. Jujur aku rada takut. Nanti aku dimarahi lagi. haduh gimana tho ini.

"Put... Puput... Sini kamu" Ujar suara Bu Alin Manggil aku. Haduh deg-deg pyar. aku langsung ke ruang TV. sedikit takut-takut aku nunduk. Aku ndak pernah diomeli sama Bu Alin. Aku takut nanti aku diomelin gara-gara ngajarin Den Rio baca doa iftitah.

"Maaf Bu... Puput ndak maksud lancang ngajar-ngajari Den Rio gitu... maafin Puput ya Bu." Ucapku akhirnya saat berada di hadapan mereka.

"Ya Amput Put-put... kamu tuh kalau ngjari Rio yang bener. Masa cuma doa iftitahnya aja?Bacaan rukuk dan sujudnya belum. Tahiyat awal dan tahiyat akhir juga" Jelas Bu Alin. Aku kuaget banget Bu Alin ngomong gitu. Berarti ndak apa-apa kalau aku ngajarin Den Rio salat. Alhmdulillah.

"Putri makasih ya... udah mau ngajarin Rio salat dan katanya kamu juga ngajarin Rio baca Iqra. Haduh untung ada kamu Put. Kami yang orangtuanya saja nggak becus. Ya Sudah mulai detik ini juga kita jamaahan. Hampir lupa atau bahkan melupakan tata cara salat. Aku ini payah" Ujar Pak Bagus seperti menyesali kelupaannya sama Gusti Pangeran Dunia Akhirat: Allah. 

Ya Allah semoga keluarga ini senantiasa engkau rahmati dan sayangi. Mereka tidak lupa padaMu Ya Allah. Rezekiku dariMu mengalir melalui mereka. Semoga Engkau ampuni dosa-dosa mereka selama ini. Aamiin. Doaku dalam hati. Aku seneng jadi pembantu di rumah ini. Aku bahagia ^_^


Bintaro
35 menit saat jam Istirahat. 
Yuk salat zuhur






Senin, 26 November 2012

hujan: Ada kisah







Hujan. Aku paling suka menikmatinya di kala sore menjelang. hujan itu bisa membuatku terlihat cantik dan membuatku tak kalah dengan bidadari.

Setelah hujan saat senja aku biasa menikmati pelangi. Tapi tidak untuk hujan kali ini. Jam 8 pagi aku harus interview di daerah Sudirman. Biasanya aku memuji hujan kini aku memarah-marahinya. Hal ini disebabkan hujan datang secara keroyokan dan merajalela. membuat kemeja biru mudaku basah dan celana hitamku tak kalah. Bayangkan angkutan umum dan mobil-mobil pribadi mentereng dengan leluasa berlalu-lalang dan menghardik kubangan air. Alhasil warna coklat kini melekat dengan beberapa butitran pasir.

Dengan keadaan rambut dan tubuh yang basah tersiram air aku tetap masuk ke dalam sebuah gedung gagah perkasa yang menunjukan kepongahannya. Orang-orang berjas melihatku seketika terlebih saat akan masuk aku sempat dihalangi oleh seorang resepsionis. Ia menanyakan kehadiranku untuk bertemu dengan siapa dan mempunyai kepentingan apa.

Segera saja kuperlihatkan print-an prihal informasi wawancaraku dengan seorang manager HRD yang tidak kuketahui namanya karena tidak disebutkan. Dengan segera resepsionis itu mengangguk dan segera menghubungi seseorang. hampir sekitar dua menitan dia berbicara ditelepon dan setelah menutupnya dia segera mengantarkanku menuju lift. Sebelumnya aku bertanya tidakkah perlu menggunakan ID Card yang biasanya dilakukan oleh kantor-kantor jika ada tamu. Respsionis itu tersenyum dan menggeleng.

"Sebenarnya sih harus pakai Mbak. Tapi khusus untuk Mbak beda" Jelasnya sambil tersenyum penuh arti yang sebenarnya aku tak mengerti.
"Beda kenapa ya Mbak?" tanyaku penasaran dan Mbak resepsionis yang kulihat menggunakan ID Card bernama Retno hanya tersenyum saja. Tak menjawab.

"Habis kehujanan Mbak?" Tanyanya selama di lift dan aku pun tersenyum. Dia melihaku dalam keadaan kacau balau. Tapi yasudahlah memng begini kondisi keadaanku. Salah sendiri tak membawa payung di musim hujan seperti ini. Tapi sekali lagi kuperingatkan bahwa aku suka hujan... tapi tidak seperti pagi ini.

"Nanti Mbak masuk aja di pintu kedua. Ruangan Bapak Chairul. Saya tinggal dulu Mbak." Ujarnya sambil menunjuk ke arah lorong setelah kami sampai di lantai 23. Akupun mengangguk mengiyakan ucapannya. 

Kini aku berada di depan pintu berkayu cokelat. Di sana tertulis Chairul Fadlan. akupun segera mengetuknya tiga kali. Terdengar suara berat dari arah dalam yang menyuruhku masuk. Seketika itu juga aku merasakan ruangan AC yang begitu menususk-nusuk seluruh kulitku. Maklum bajuku sebagian basah sehingga rasa dingin begitu menyergab.

"Permisi Pak. Selamat Pagi" Ucapku sambil meringis saat berhadapan dengan seseorang berdasi coklat yang sedang sibuk membaca kertas-kertas di mejanya. Ia Menatapku sekilas dan segera saja mempersilakanku duduk. Tak lupa aku mengucapkan terima kasih. Suasana hening ini malah tetap membuat diriku bingung. Ini harus apa?

"Maaf Pak... hari ini saya wawancara. ini print-an yang waktu itu di suruh dibawa" ucapku setengah khawatir kalau-kalau orang yang kuajak bicara ini cuek dan tidak peduli. Saat aku menyodorkan kertas ke arahnya  dengan segera dia menolaknya.

"tidak perlu. Saya sudah tahu siapa kamu?" Jelasnya dingin. tak bersahabat. Kutaksir usianya hampir 50an. rambut putih sudah banyak tumbuh di atas kepalanya. Akupun seketika menunduk. Tak berani menatap wajahnya. Seketika ia berdiri melewatiku. Entah apa yang dilakukan tapi yang jelas AC diruangan itu tiba-tiba mati.

"Kamu kehujanan?" Tanyanya dari arah belakang dan akupun menoleh sambil mengangguk.
"Dia segera kembali ke meja kerjanya dan menekan tombol telefon

"tolong sediakan teh manis hangat dan kue ke ruangan saya. Sekalian juga minyak kayu putih" Ujarnya 

puluhan tanya tiba-tiba memenuhi isi kepalaku. Orang ini mau apa? bukannya harusnya aku interview? tapi baik juga sih kalau aku disediakan teh. maklum aku memang belum sempat sarapan.

"Pak Saya ke sini mau wawancara kan Pak?" Tanyaku berusaha tenang. Bapak Chairul itu tersenyum sambil membenarkan posisi kacamatanya.
"Kalau saya tidak mau mewawancara kamu bagaimana?" Tanyanya sambil melipat ke dua tangan di atas meja dan menatapku penuh selidik.
"Ya... saya mendingan pulang. Daripada nggak jelas" Kata-kata yang kukeluarkan suadah tiadak ada lagi baku-bakunya. Entah kenapa aku mersa sedang dipermainkan. Belum sempat Pak Chairul menjawab terdengar suara pintu diketuk. Seorang OB berseragam biru masuk membawa secangkir teh hangat  dan roti serta minyak kayu putih. setelah menyuguhkannya di depanku diapun langsung pamit dan keluar dari ruangan yang kini mulai terasa hangat.

"Silakan diminum dan dinikmati snacknya" Ujar Pak Khairul lalu kembali ke kesibukannya membca kertas-kertas di hadapannya. Aku makin bingun. antara takut minum kalau diracun atau ada niat terselubung bapak-bapak ini. Akupun memilih diam.

"Tenang saja... saya tidak punya niat buruk untuk memanfaatkan kamu atau meracuni kamu. Kamu terlalu muda untu mati" Jawabnya sambil terkekeh dan segera mendekatkan cangkir hangat itu ke arahku. Akupun akhirnya menyerah dan meminumnya. Aliran air secara perlahan masuk ke dalam tubuhku. Hangat.

"Sudah? silakan dinikmati rotinya. Saya tinggal dulu sebentar" Ucap Pak Chairul lalu pergi meninggalkanku di ruangan itu begitu saja. Tanpa basa basi lagi aku segera mengunyah roti berisi selai coklat dan kacang. Alhmdulillah rezeki di pagi hari. Tapi aku masih bingung kenapa situasinya membingungkan seperti ini. Jujur aku melamar kerja di perusahaan ini dibagian Hrd. Sudah hampir dua minggu aku mencari pekerjaan. Sebelumnya aku keluar di perusahaanku karena sudah merasa bosan dan ingin mengganti suasana baru maklum sudah hampir 3 tahun aku bekerja.

Setelah selesai mengunyah bagian terakhir roti aku segera menggunakan minyak kayu putih yang tadi sempat dibawakan oleh OB. Hangat. mudah-mudahan masuk anginku segera lewat. Tak berapa lama kemudian terdengar suara seseorang masuk dalam ruangan ini diikuti suara langkah kaki lagi. Akupun menoleh.

"Gimana sarapannya enak? Tanya seorang lelaki yang berdiri membelakangi Pak Chairul. Arva! segera aku terbangun dari kursi. Pak Chairul tertawa melihat keterpesonaanku terhadap kedatangan laki-laki yang kini berjalan mendekatiku.

"Kaget ya?" Pak Chairul segera mempersilakanku untuk duduk. Dan Arva bersambut duduk di sebelahku. Aku meringis tak karuan.

"Jadi Begini Bapak Arva ini yang berwenang untuk menerima kamu bisa kerja di sini atau tidak. Saya sih hanya tinggal acc saja kalau Beliau Oke" Ujar Pak Chairul lalu tersenyum ke arah Arva.
"Oke... wawancara bisa kita lakukan sekarang" Arva tiba-tiba mengeluarkan berlembar-lembar kertas dari map yang ia bawa tadi. Antara kaget dan setengah tidak percaya dia mulai mewawancaraiku secara serius. Akupun menjawab sekadarnya sesuai apa yang ada di pikiranku. Sesekali Pak Chairul ikut nimbrung dan melemparkan pertanyaan yang menurutku nggak penting dan nggak nyambung.

"Bagaimana Pak Arva?" Pak Chairul seketika bertanya setelah hampir 20 menitan melakukan tanya jawab denganku. Arva seketika tersenyum ke arahku.
"Bagaimana Ya... karena dia masih single dan kinerjanya di perusahaan terdahulu bagus terlebih dia dulu adalah sahabat saya selama di kampus jadi mau nggak mau saya oke Pak" Jelas Arva seenaknya dan aku hanya terdiam.

"Oke... baik. Selamat kamu diterima di perusahaan ini. Besar harapan saya kamu membawa kontribusi yang bermanfaat dan nyata" Ujarnya sambil menyodorkan tangan memberikan ucapan selamat. Dengan ragu-ragu akupun menyalaminya dengan tersenyum. Aneh

"Kok diem. harusnya seneng dong?" Ujar Arva sambil menyenggol lenganku. Akupun menoleh. Bener-bener rasanya aku ingin menarik dan mencakar tangannya tapi posisinya di sini nggak mungkin. Aku benar-benar merasa aneh sendiri.

"Ini sebenarnya apa sih Pak? Tanyaku menyerah ke arah Pak Chairul. Pak Chairul hanya menjawab dengan mengarahkan pandangannya ke Arva.

"Hei... Kamu tuh diterima kerja di sini. kenapa kelihatan bingung sih? Oke...Oke... nanti jam makan siang aku jelasin. yang penting sekarang kamu udah jadi bagian dari perusahaan ini." Jelas Arva memberi penjelasan yang sebenarnya masih menggantung di awan-awan.

"Ya Sudah. saya permisi kalau begitu Pak. Saya pamit pulang. Sepertinya saya sakit" Ucapku segera bersalaman dengan Pak Chairul dan bergegas meningglkan ruangan dan sebenarnya aku berusaha menghindar dari Arva. Belum sempat aku menyentuh knop pintu segera saja Arva menarik lenganku.

"Sabar Tar... sebentar-sebentar. Nanti aku jelasin" Jelasnya bagitu saja. Kejadian ini persis mengulang kejadian 5tahun lalu. Bayangan itu berjalan begitu saja. Kejadiaan saat di kampus saat aku menarik lengan Arva ketika dia memutuskan pindah kuliah mengikuti kemamuan om nya.

Saat itu dia bilang kalau dia tidak mengikuti kemauan om nya makan ia tidak bisa melanjutkan kuliah karena selama hidupnya ia bergantung pada omnya. Aku menjelaskan bahwa ada banyak beasiswa yang bisa ia dapatkan di kampus. Tapi dia malah pergi begitu saja. Dia bilang ini adalah pilihan hidupnya. Dan ya sudah sebagai sahabat terbaiknya jujur aku merasa kehilangan. Tak pernah ada kontak hingga pada hari ini setelah 6 tahun berselang aku bertemu dengannya dalam kondisi yang tak pernah kuduga.
                                                                                 *****

Hujan.... kehadiranmu membawa sepegal kisah dan imajinasi
Bintaro 26 November 2012  30 menit saat jam istirahat dan setelah hujan






Sabtu, 24 November 2012

Cinta, Gin, dan sebuah pernyataan

Saya punya cinta dalam sebotol anggur.

Saya nantikan waktu yang tepat untuk membuka dan menikmatinya dengan seseorang


Kalimat itu yang dilontarkannya sepanjang malam. Aku tahu dia mabuk, mabuk karena stess ditinggal kekasih atau seseorang yang special. Aku tak tahu pasti kenapa semenjak masuk club ini, mataku tak berpaling sedetikpun dari dia, perempuan bergaun ungu muda yang senantiasa menegak cangkir gin bercampur irisan lemon.

Entah kepalaku dirasuki apa, segera saja aku menghampirinya dan duduk di sebelah kanannya. Seketika ia melihatku lalu tersenyum sinis dan melanjutkan minum.


"Maaf, sepertinya kamu mabuk?" Tanyaku berusaha mendekatinya sambil melepaskan cangkir kecil dari genggamannya.


"Kamu tahu apa? Kamu mau cinta? Itu sudah kusimpan dan nanti akan kuminum dengan laki-laki spesial" jelasnya, tercium aroma gin yang sangat menyengat.


"Maaf, tapi saya peduli dengan kamu. Boleh saya minta?" Ujarku berusaha meminta gelas berisi cairan bening yang sempat ditariknya kembali. Secara perlahan ia meletakkan itu di meja bar dan memandangku dengan mata yang tidak berpusat.


"Kamu siapa? Saya tidak punya teman seperti kamu" ucapnya setengah meracau sambil menunjuk-tunjuk ke dadaku


"Kenalkan, saya Bara. Saya memang tidak kenal kamu, begitupun sebaliknya. Tapi, entah kenapa melihat kamu hampir 3 jam seperti ini membuat saya khawatir." Jelasku jujur dan aku tertarik.


"Khawatir? Khawatir dengan saya... hahaha jangan pernah membesarkan hati saya" jawabnya terlihat sedikit kesal. Akupun trsenyum mendengar penjelasannya.


"Kamu mau apa?" Tanyaku penuh selidik.aku sudah gila malam ini yang pasti kalimat itu meluncur saja dari mulutku,seolah olah aku bisa mengabulkan keinginannya.


"Pernikahan" jelasnya tersenyum getir sambil melirik sinis ke arahku.


Jawabannya kali ini membongkar semua apa yang ia pendam hingga akhirnya ia bercerita tentang gagalnya pernikahan yang akan berlangsung esok malam.


"Saya siap menggantikan. Asalkan kamu berhenti meminum itu" ujarku tegas sambil menunjuk ke arah gelas-gelas kecil berisi gin.


Perempuan yang tak kuketahui namanya seketika terdiam, matanya kini basah teraliri derasnya air mata.


"Terima kasih atas hiburannya" jawabnya tersenyum, dan menganggap aku hanya berbasa basi.


"Saya tidak sedang menghibur. Saya akan nikahi kamu besok malam, jadi berhentilah!" Aku tak main-main dengan kalimatku. Suasana bar yang penuh dengan kepulan asap rokok dan suara hentakan kaki lantai dansa menjadi saksi bisu ucapanku dan Tuhan tentunya.


Depok, seusai hujan. IMAJINASI datang


Published with Blogger-droid v2.0.4

Jumat, 23 November 2012

Mari Berbagi



Hai... Sahabat... Mau ikut berbagi untuk bantu pendidikan anak negeri? Yuk Gabung dalam Program Kakak Asuh untuk Adik-adik PAUD Komunitas Menara. Caranya? Mau tahu apa mau tahu banget?
Gampang... Sahabat tinggal transfer Rp100.000/bln ke Rek Mandiri 164.00000.41600 /rek BRI syariah 100.225.65.99 a.n. Komunitas Menara 

Jangan lupa konfirmasi... bisa lewat email:
 komunitas@negeri5menara.com/ facebook/fanpage/twitter

Jangan lupa follow Twitter Komunitas Menara di @k_menara dan like Fan Pagenya
  "Komunitas Menara"

Dinantikan partisipasinya 

Salam Man Jadda Wajada

Selasa, 20 November 2012

Hujan: kita seri

Hari ini hujan menemani aku pulang. Lewat jalan besar yang banyak dilewati kendaraan beroda berwarna warna. Bukan berwarna warni seperti pelangi karena setiap nya hanya terdiri dari satu warna saja. Mayoritas hitam dan melaju terlalu lantang.


Payung ungu melindungi kepala dan tubuh dari rintik. Ditemani tembang kahitna di ujung jalan itu, setahun kemarin... dan tiba-tiba mobil hitam melewatiku secepat angin baju dan rok hijauku seketika berubah warna.


Menjadi agak gelap dengan rasa yang tengah berbeda karena basah. Tadinya amarah semendung awan. Untung saja aku ingat becek ini karena hujan. Dan tahukah kau, aku mencintai hujan seperti halnya kamu mencintai aku. Aku tidak marah bahkan tersenyum penuh rasa.


Sepertinya, hujan dan akibatnya ingin bermain-main denganku sejenak. Kalau cinta tak pakai marah, hujan pernah berkata seperti itu padaku. Dia meledekku.

Lalu aku melakukan hal yang tak pernah dilakukan.


Dengan kecepatan sesederhana langkah rok aku melompat ke sebuah kubangan. Pyar, aku balas meledekmu. Sebagian orang melihatku terpana, dan aku membalasnya dengan cara menatapmu,hujan.


Kita satu sama dan seri. Aku tak kalah darimu dan aku selalu senang denganmu.


Untuk hujan sore ini. Aku sehat ^_^



Berbagilah seperti hujan ^^√


Published with Blogger-droid v2.0.4

Minggu, 18 November 2012

Saat Hujan: berdoalah untuk Gaza, Palestina

Selamat sore


Hai para pecinta hujan, sudah berapa banyak doa yang kau panjatkan pada Rabbmu ketika tetesan rizki ini tumpah merata di bumi?


Atau sebagian dari engkau sedang menghabisi hujan dengan segelas cokelat panas seperti yang telah kulakukan semalam? Atau mungkin ada beberapa di antara kalian yang masih berada di bawah naungan selimut nan tebal hangat beserta rasa malas yang senantiasa menaungi diri.


Ada juga mungkin yang sebahagian lagi sedang berpesta atau punya hajat baik itu ulang tahun, perkawinan, kelahiran atau apapun dalam suasan sesyahdu hujan turun kali ini.


Hmm atau bisa juga ada yang menghabiskan hujan dalam payung hitam berduka ditinggal seseorang yang punya kisah menghabiskan hujan secara bersama dan kini tinggal sendirian.


Lagi-lagi ada sebagian yang bergiat mengais rezeki kala rintik ini menaungi sedari tadi, dari tukang bakso, gorengan, penjual bajigur hangat dan anak-anak yang berlarian mencari pelanggan untuk ojek payungnya.


Masih banyak kisah yang dihabiskan bersama hujan, dan hujan akan merekam segala aktivitas kita semua yang kemudian ia simpan dalam resapan tanah yang kemudian mengalir ke laut hingga akhirnya membawanya lagi ke bagian bumi yang lain.


Mungkin ke Bagian bumi yang tengah memanas atas kebiadapan tak berperi. Bagian bumi yang sebagian bangunannya telah rata dengan tanah karena kunjungan roket-roket bedebah tak diundang, tak beraturan.


Palestina... kini menggema takbir tiada henti. Mereka masih setia terhadap Rabbnya, Rabb kita, melalui perjuangan yang membawa mereka ke syurga.


Hujan yang membawa dan merekam segala aktivitas kita terbawa angin ke sana. Dan dari sebagian hujan itu, ada ratusan, ribuan, jutaan, atau bahkan milyaran doa untuk saudara-saudara seiman yang tak pernah berjabat atau bertegur sapa.


Setiap tetes yang jatuh di sana adalah peluru bagi Israel yang tak tahu malu, tak tahu waktu, dan mungkin sudah kehilangan sebagian akal dan jiwa karena menyerang nyawa-nyawa ciptaan Rabbku, Rabb kita secara membabi buta.


Hujan-hujan yang dikirim ke sana mematikan setiap kepala-kepala zionis yang kini duduk manis menghabisi sebagian dari tubuh-tubuh tak berdosa.


Hujan akan menyejukkan hati dan pikiran pejuang kecil, besar, tua, muda yang senantiasa menyebut nama Rabbku, Rabb kita untuk membela segala sesuatu yang memang milik dan hak mereka.


Meski ada yang sebagian menangis dan hatinya teriris akibat zionis yang bengis dan serakah tanah, harta, dan nyawa.


Pejuang-pejuang itu tak takut karena syurga senantiasa di depan mata dan percayalah hujan sebagai saksinya


Sudahkah mendoakan Saudara-saudaraku, saudara kita ketika hujan turun?


Tahukah Kau, saat hujan turun adalah saat yang tepat untuk memanjatkan doa. 

Lima menit saja. BERDOALAH untuk GAZA, PALESTINA.


Published with Blogger-droid v2.0.4

Sabtu, 17 November 2012

Allah Sayang Padaku

Semangat Malam


Ini sebenarnya pemaksaan tangan. Nggak ada alasan untuk nggak ngetik karena Allah sudah kasih fasilitas dengan berbagai macam cara. Oke2 baiklah kisah ini dimulai saat saya menaiki angkutan umum 03 jurusan parung-depok hari ini. Semua biasa saja dan tak terjadi apa-apa sampai akhirnya saya berpikir betapa sayangnya Allah pada saya.


Kenapa berpikir kaya gitu telat, eits lebih baik terlambat dari pada tidak sama sekali. Hampir selama dua minggu ini saya merutuki nasibku sendiri. Nasib? Lebai amat. Biarin suka-suka sayalah ya.


Hampir dua minggu ini saya sudah tidak lagi mengendarai motor. Yup, motornya udah nggak ada alias dijual, lagian motornya juga bukan motor saya. Hohoho. Awalnya berat banget nggak ada motor. Apa-apa harus naik angkot. Angkot yang mengalami berjuta alasan untuk tidak tepat waktu. Maksudnya? Yah kalau naik angkot risikonya bisa tua dijalan karena kelamaan entah kelamaan ngetem atau kelamaan macet. Kalau naik motor kan enak bisa salip sana salip sini.

Beberapa minggu lalu sedih nggak ada motor serasa dunia berakhir (lebai.com) yah nggak gitu juga sih, intinya ke mana-mana jadi nggak praktis lagi. Tapi itu kemarin-kemarin, lalu-lalu, dan dulu-dulu. Di angkot tadi saya seperti menemukan jawaban atas pertanyaan saya ke Allah. Kenapa saya nggak ada motor lagi? Dan Allah Maha teliti Maha mengetahui. Tahu nggak, Dia sayang banget sama saya dan kita semua. Bayangkan saudara-saudara, dengan tidak adanya motor sekarang ini saya tidak cepat masuk angin, maklum kalau naik motor saya biasa kena angin selama satu jam (perjalanan depok-bintaro). Tapi sekarang sudah tidak lagi. Saya ngekos dan merasakan indahnya naik angkutan umum.

Dengan naik angkutan umum selain saya menjaga tubuh agar tidak cepat lelah karena bisa tidur saya juga memberi kesempatan pada pak supir untuk mengais rezeki. Sekarang udah jarang orang naik kendaraan umum karena rata-rata udah pada punya mobil dan motor.

Selain itu dengan tidak adanya motor saya menjadi orang yang tak lagi melanggar lalu lintas karena sampai sekarang saya juga belum memilki sim.

Dan semenjak saya naik angkutan umum saya terbiasa menikmati orang-orang di sekitar saya yang terkadang menjadi inspirasi dalam kisah fiksi yang saya buat.


Motor, dengan tidak adanya kamu awalnya saya memang kecewa tiada tara. Tapi sekarang saya yakin pasti ada sesuatu dibalik ini semua dan sedikit demi sedikit Allah akan membukanya untuk saya. MAKIN CINTA SAMA ALLAH, RENCANANYA SELALU INDAH. maaf ya Allah kemarin sempat marah-marah. Sekarang insha Allah paham. Engkau punya rencana indah untukku. Aamiin :')


"Kak reisa, apa kabar? Seorang gadis kecil tiba-tiba menyapa saya saat  sedang menerawang pikiran tentang motor. Sayapun membalas dengan tersenyum. Agak lupa-lupa ingat gadis ini siapa.

"Ini kara Kak, murid kakak di GO dulu"jelasnya sambil memperbaiki posisinya. Akupun mengangguk.

"Mau ke mana dan dari mana?"sayapun bertanya pertanyaan konyol sederhana. Dia tersenyum.

"Ke RS kak, temen aku kecelakaan motor kemaren. Sekarang di RS Mitra" jelasnya tersenyum simpul. Tiba-tiba saja hati berdegup. Ya Allah terima kasih atas lindungan Engkau selama ini kepadaku :')


Published with Blogger-droid v2.0.4

Jumat, 16 November 2012

Jakarta kemarin

Jakarta kemarin hanya terdiri dari segelintir kendaraan roda empat dan sebagian roda dua.

Jalanan sudirman tampak lengang bersahaja. Malklum, libur tahun baru islam yang diikuti cuti bersama membuat warga jakarta dan sebagian lainnya pergi hijrah dari ibu kota ke tempat-tempat peristirahatan seperti bandung, puncak, jogja dan yang lainnya. Yang berkantung cukup tebal dengan leluasa pakai habis uang atau gesek kartu untuk di pakai menikmati keelokan negeri tetangga. Ada juga sebagian warga yang melakukan mudik ekspress ke kampung halaman.


Oke, oke saya bahagia kemarin bisa puas keliling ibu kota bersama teman menggunakan roda dua. Sangking terseponanya saya sampai geleng-geleng kepala. Beneran ini jakarta ibu kota negara yang terkenal dengan istilah gaulnya "Jekerdah"? Jakarta adem dan cuantik plus ciamik saat kami melewati rerimbun pohon yang tinggal segelintir tumbuh.

Jakarta kelihatan sombong dan angkuh saat kami melewati gedung-gedung yang saling pamer ketinggian. Tapi ya itulah jakarta lengkap dan komplit dengan segala keunikannya, yang pasti kemarin tiada macet dan tiada pak polisi. Iyalah mereka juga butuh rehat: rehat dari penglihatan pengendara yang srudak sruduk gak karuan, mungkin juga beberapa oknum dari mereka rehat dari beberapa pungli. Ah meskipun begitu saya yakin masih banyak polisi baik dan santun selain polisi tidur dan patung pak polisi. Jadi inget komik 101% Cinta Jakarta karya vbi djenggoten. Wajib baca tuh komik sederhana karya anak bangsa.


Jakarta kemarin saya habiskan sampai petang bersama april anak (semster 3) ciee teman sama anak muda berasa muda. Saya memang masih muda. Mudah-mudahan jakarta senantiasa muda dan bersahaja. Aamiin. Selamat libur panjang, selamat tahun baru islam, dan selamat atas kebahagiaan.

Salam


Published with Blogger-droid v2.0.4

Rabu, 14 November 2012

Berkhianat untuk Selamat



Kejadian 11 November 2012


Berkhianat Untuk Selamat

Siang itu hujan masih deras. Sebagian halaman yang terlihat dari kaca tergenangi air. Aku Nila dan Inai saling berpandangan. Sudah hampir satu jam kami bertamu di rumah Mas Endo. Sebutan akrab kami bagi senior IKSI yang telah lama bergelut dengan PDS HB Jassin.  

“Tunggu hujan reda saja” Ucap Mas Endo yang  bersandar pada kursi roda sambil bersusah payah mengangkat tangan kiri dengan tangan kanannya. Stroake. Beliau terserang penyakit yang saat ini tengah popular di kalanga masyarakat Indonesia. Ya kami berada di sana karena dua hari sebelumnya mendengar kabar bahwa beliau sudah terserang stroake sejak tiga bulan yang lalu. 

Aku sebagai salah satu junior yang banyak sekali mendapatkan kebaikan darinya merasa terpanggil untuk melihat keadaan beliau secara langsung. Dan Alhamdulillah di Minggu siang ini Tuhan memberikan kesempatan.

“Iya Mas” Jawab Nila disertai anggukan kepala antara aku dan Inai yang saling menyambung. Sembari menunggu hujan menuntaskan air kehidupannya bagi semesta berhenti kami banyak mengobrol. Tentu saja obrolan kami seputar sastra dan saudaranya. Tapi diantara kami bertiga Nilalah yang banyak mendapatkan pertanyaan dari Mas Endo. Selain karena dia masih resmi menyandang status sebagai mahasiswa dirinya juga tengah dalam masa pelepasan status tersebut. Skripsi. Yup tepat sekali. Pertanyaan yang dilontarkan tidak jauh-jauh dari kegiatan skripsi yang sedang dikerjakannya. Semester ini adalah targetnya untuk segera menyelesaikan hal yang seharusnya semester lalu ia tuntaskan. Demi skripsi inilah sekarang ia cuti menjadi Ibu kepala sekolah. 

Beberapa obrolan sudah puas terlempar dan tertangkap diantara mulut dan pendengaran kami. Tidak ingin terlalu lama mengganggu waktu istirahat beliau kami putuskan untuk pamit. Lagi pula hujan sudah semakin berdamai dengan niat kami. Hanya rintik yang kini menaungi. 

Setelah pamit kami pun segera memakai alas kaki yang berada di samping mobil carry  yang terparkir. Sepatu Inai sedikit basah tak terkecuali denganku. Di antara kami bertiga hanya aku dan Inai yang membawa payung. Setelah membuka payung unguku Nila segera bersambut dan berada di sisi kananku. Sementara Inai masih sibuk bercengkrama dengan tali-tali sepatunya.

Pandangan kami mengarah ke depan. Selain melihat jalan raya yang sedikit sepi dari lalu lalang kendaraan. kami melihat ada dua ekor soang yang sedang mondar mandir tak karuan sambil berpesta rintik hujan. Jujur saat itu yang ada dipikiranku bingung antara mau melaju ke depan dengan risiko akan disosor (maklum trauma) atau menunggu sampai yang punya soang itu muncul agar kami bisa melaju dengan aman tentram dan damai. 

Belum sempat aku putuskan Nila yang berada di sebelahku mengajak kaki ini untuk melangkah maju.
“Tenang rei… pokoknya tenang aja. Kalau kita panik nanti dia bisa ngejar kita. Pelan-pelan saja” Ujar Nila memberikan motivasi sambil melangkah perlahan-lahan. Jujur aku mengikuti saja. Karena terus terang Nila omongannya patut untuk di dengarkan. Saat melangkah kebetulan Nila ada di sebelah kananku. Dan jujur keberadaan Nila cukup menutupi pandanganku terhadap soang-soang itu. Aku masih jalan perlahan hingga tiba-tiba.

“Aaaaaaaaaaaaaaa” dengan kecepatan bulan dan seluruh planet yang berputar Nila lari tidak karuan meninggalkanku. Lari dan teriakannya itu benar-bener membuat soang-soang itu semakin mendekat. Karena kaget aku pun hanya ikut berlari tanpa memperdulikan apa yang terjadi. Yang pasti aku yakin soang-soang itu mengejar langkah-langkah kaki.




 “Nilaaa…. Kurang asem banget sih. Sumpah-sumpah” sewotku sambil bernapas tersengal-sengal. Sepatuku sudah basah karena masuk ke dalam kubangan. Sementara payung yang kupegang ku arahkan entah ke siapa yang pasti kepalaku terguyur rintik hujan. Nila hanya tertawa sambil memegang perutnya.

“Ngeselin banget sih… nyuruh tenang-tenang tahu-tahu lari duluan” aku masih meracau menahan kesal meskipun sebenarnya ada tawa yang tersungging dipinggir emosi.

“Maaf…rei… hehehehe” ujarnya menahan tawa dan segera saja aku melihat Inai. Yang masih berdiam diri di sebrang sana. Kami meninggalkan dia begitu saja tadi.

“Pelan-pelan Nai” teriak Nila berusaha menyemangati Inai agar melangkah pelan-pelan. Tapi Inai tidak mau melangkah karena mungkin dari tadi dia melihat kelakuan dan kejadian yang kami alami. Inai sepertinya memiliki trauma juga. Dia lebih memilih berdiam tubuh sambil memanggil kami agar menghampirinya.

“Gue takut nai” ujarku pelan mungkin Inai tidak dengar juga karena jaraknya lumayan ada sekitar 10 m dari kami.

“Duh beneran deh kalau untuk yang satu ini aku nyerah… duh mas-masnya mana ya aku nggak berani” ujar Nila bergumam ke arahku. Dan ternyata aku baru tahu kalau Nila juga takut sama soang.

Soang itu kulihat semakin menjadi-jadi dalam bertindak. Kepalanya bisa panjang dan lurus 180 derajat bersiap menyosor siapa saja yang coba mendekat atau bahkan lewat. Inai semakin panik apalagi anjing tetangga ikut mengaum cetarrr membahana berbaur dengan suara soang yang melengking tak merdu tersapu rintik hujan. Keadaan seperti ini harus sampai kapan? Aku bertanya sendiri sampai akhirnya seorang bapak-bapak dari arah sebelah rumah Mas Endo keluar. Ia membatu Inai untuk melewati soang-soang itu dan tak lupa anjning berbulu coklat tua. Fuih akhirmya kita bisa berada di luar pintu gerbang. Tentu saja aku dan Nila terkena sewotnya Inai karena merasa ditinggalkan. Aku yang sewot juga tak mau kalah ikut menyalahkan Nila. Hahahahah
Dan di angkot pun Nila mengucapkan maaf sekali lagi secara professional

“Untuk yang tadi maaf ya… beneran deh. Sibuk menyelamatkan diri” Ujar Nila cengengesan

“Tenang aja nil… nanti aku tulis dicerita judulnya “ berkhianat untuk selamat” hahahha. Lagian nyuruh orang tenang-tenang sambil jalan pelan-pelan eh Lo malah ngabur duluan” jelasku dan kami pun tertawa menutup suasana rintik hujan menjelang petang


Salam
Rd. Rengganis 
 12 November 2012