Minggu, 20 Juli 2014

Kita tidak pernah tahu

Ramadan, kematian

Kita tidak pernah tahu, kita akan berpulang kapan, dimana, dan dalam kondisi seperti apa.

Tiba-tiba saja tangan ini tergerak untuk menuliskan hal yang berkaitan dengan kematian di nuansa ramadan seperti sekarang ini. Apa pasal?

Kemarin malam tepatnya pukul 23.00 seorang tetangga, mengabari kami (keluarga Ibu abang) bahwasannya tetangga yang dipagi hari kecelakaan motor, saat ini sudah berpulang ke Rahmatullah. Rumah tetangga yang berpulang letaknya bersebrangan dengan rumah kami. Ibu dan bapak pun bergegas mendatangi rumah duka, meski jenazahnya belum tiba di rumah.

Saya mendapat cerita dari ibu bahwasannya kecelakaan motor tersebut terjadi pagi hari saat sang almarhumah hendak mengantar cucunya sekolah. Biasanya beliau naik bus, namun entah kenapa di pagi itu beliau tertarik dengan ajakan tetangga yang yang juga akan mengantar anaknya ke sekolah yang sama dengan berboncengan sepeda motor. Padahal sebelumnya ajakan tetangga lain ditolaknya karena beliau lebih terbiasa naik bus. Entah mengapa beliau menerima ajakan yang kedua...

Selanjutnya yang terkabarkan di rumah bahwa terjadi kecelakaan motor, mereka yang berboncengan ditabrak. Dua anak yang dibonceng termasuk sang cucu selamat sedangkan tetangga yang membonceng mengalami patah tulang pada kaki.

Saat ini masih dalam nuansa ramadan, bulan yang senantiasa dinantikan umat muslim di seluruh dunia, tak terkecuali di Cilacap tepatnya di Desa Karanganyar seperti tempat hidup saya sekarang ini. Di bulan ini tentu semua warga desa yang memiliki anak dan merantau ke berbagai daerah akan merasa bahagia bila mereka pulang nanti bertemu ibu dan bapak mereka. Lalu bagaimana dengan anak dari sang almarhumah ketika mendapati kabar bahwa saat ini sang ibunda berpulang dalam kondisi seperti ini?

Pagi ini, saya duduk di teras rumah menyaksikan ramainya orang yang berkerumun di rumah duka. Lebih banyak ibu-ibu yang hadir. Rencananya jenazah akan dikuburkan tepat pukul 10 pagi.

Hal ini tentu menjadi renungan tersendiri buat saya. Kita tidak pernah tahu kapan kita akan berpulang, di mana?, Dalam kondisi seperti apa? Bahkan di bulan penuh rahmat yang diharapkan menjadi bulan ampunan dan kebahagiaan bisa saja masa kita hidup di dunia sudah saatnya berakhir.

Tak ada yang pernah tahu umur seseorang kecuali Tuhan. Tuhan yang berhak atas hak hidup kita. Kita bisa apa? Yang bisa kita lakukan hanya senantiasa beribadah kepadaNya. Lha wong Tuhan sendiri yang katakan bahwasannya kita diciptakan memang untuk beribadah kepadaNya.

Jangan pernah mengartikan bahwa beribadah pada Tuhan hanya sebatas melakukan salat, puasa, zakat, haji, zikir, dll. Akan tetapi, berlaku senyum, saling tolong menolong antar tetangga/orang lain, jujur, dan segala akhlakul karimah yang dicontohkan Rasulullah saw juga  merupakan berbagai bentuk ibadah yang kita tujukan untuk mendapat ridho Allah saw.

Jadikan akhalak sebagai bagian dari tingkah laku kita, niatkan bahwa segala sesuatu yang kita lakukan di dunia ini adalah ibadah, bahkan untuk urusan makan sekalipun (misal niatkan untuk bersyukur atas rizki yang diberikan Allah agar kita dapat memiliki tenaga untuk bekerja).

Jika kita sudah menjadikan akhlak sebagai tingkah laku kita, insha Allah jika kita berpulang nanti kita dalam keadaan beribadah kepada Allah.

Semoga Allah senantiasa melindungi kita, merahmati kita, menjadikan kita pribadai yang senantiasa bersyukur, dan semoga Allah memanggil kita dalam keadaan beriman dan khusnul khotimah. Aamiin, aamiin, aamiin Ya Rabbal alamiin

Semoga Allah mengampuni dosa-dosa Almarhumah dan menepatkan beliau di sisiNya. Aamiin.

-karanganyar dalam lembayung mendung-

Tidak ada komentar:

Posting Komentar