Jumat, 25 Juli 2014

Pernikahan Sahabat

Sudah lama sekali ingin menuliskan ini namun kesempatan tersebut agaknya baru diperkenankan sekarang. Mumpung masih ingat, mumpung masih hangat mari saya tuangkan dan silakan dinikmati.

Pernikahan…
Segala hal yang berkaitan dengan pernikahan tentu saja akan membuat sang empunya hajat merasa berbahagia. Ini tentu juga berlaku baik yang sudah menjalani, atau akan menjalani hajat tersebut. Tak terkecuali dengan diri saya sendiri.  Kali ini saya tak akan membahas terkait pernikahan saya. (Akan ada bahasan tersendiri dan menggelegar untuk bagian tersebut) Dalam kesempatan emas seperti sekarang ini (Maklum lagi puasa kan kebanyak diem tuh daripada berbicara nggak manfaat… diam=emas) saya bermaksud membahas eh salah lebih tepatnya menceritakan terkait pernikahan yang telah berlangsung di tanggal 7 Juni 2014 yang tak lain dan tak bukan adalah pernikahan sahabat saya “Rissa”

Waktu itu jam menunjukan pukul 07.30 pagi. Saya dan pangeran tercinta sudah rapih dan bersiap untuk berangkat menuju Depok. 7 Juni 2014 merupakan hari spesial buat sahabat saya dan tentu saya sendiri. Mengapa spesial? Karena ditanggal tersebut, sahabat terkasih saya akan menyempurnakan separuh agamanya dengan cara Menikah. Alhamdulillah, dari tanggal 5 Juni 2014 saya memang sudah berada di Jakarta sehingga tak perlu repot-repot berangkat dari Jawa Tengah.

Dengan pakaian berwaran marun (pakaian favorit) dan pashmina pink yang menjuntai, saya siap berangkat menggunakan kendaraan beroda dua. Sementara itu, pangeran saya mengenakan baju batik berwarna warni yang membuatnya nampak terlihat lebih segar. Perjalanan kami lalui dengan santai karena kami telah mengukur waktu perjalanan sekitar 2 jam.
Selama perjalanan, hati saya berkomat kamit merapal doa agar kami slamat sampai tujuan dan sampai sebelum akad dimulai. Perjalan yang kami tempuh lumayan cukup jauh. Pasalnya sudah lama sekali saya tidak menggunakan sepeda motor dan terbiasa menggunakan alat transportasi masal seperti kereta, bus, atau angkutan umum. Lumayanlah cukup membuat pinggang saya pegal-pegal. Namun kepegalan pingang plus pinggul saya berbuah manis, akhirnya  kami tiba juga sekitar pukul 09.45. Bergegas kami merapikan diri yang sudah awut-awutan terkena angin dan debu jalanan.

Ketika sudah rapi-rapi diri saya bertemu dengan adik sang pengantin yang suda saya anggap seperti adik saya sendiri, Reza. Dia mengajak saya untuk bertemu sang kakak yang ia panggil dengan sebutan “teteh”.

“Kak Reisa ke dalam aja, teteh di dalem.” Ujarnya santai lalu mengajak saya masuk ke dalam aula melalui pintu belakang. Saya meminta izin pangeran untuk meninggalkannya sejenak dan ia mengiyakan. Saya pun mengikuti langkah Reza yang kala itu terlihat lebih tampan dengan pakaian seperti jas yang berwarna hitam. Reza menyurh saya masuk ke dalam sebuah ruangan dengan pintu yang agak terbuka.

Jeng-jeng, ketika masuk saya bergegas mencari sahabat saya. Dia sedang terduduk dengan gaun putihnya. Anggun! Entah kenapa saat memanggil namanya air mata saya mulai menetes. Mungkin terharu ikut berbahagia dengan apa yang terjadi dengannya. Rissa tampaknya sedikit terkejut melihat kehadiran saya di hadapannya. Saya bergegas menghampirinya dan menyalami tangannya yang dingin.

“Rei jangan nangis dong” Ujar Rissa. Dengan segera saya mendongakkan wajah ke atas menahan agar tak ada tetesan air mata yang tumpah.

“Gue nggak ngerti nih mesti ngapain” Ujar Rissa lagi dengan mimik muka yang memang terlihat tegang.

“Santai aja neng, doa, terus senyum” Nasihatku padanya. Pada dasarnya apa yang dirasakan Rissa saat itu telah saya rasakan saat 19 Maret 2014 lalu. Bingung, berdebar, dan nano-nano.

Sinkat saja pertemuan di belakang layar tersbut. Setelah memberikan kado spesial dan mengambil gambar berdua, saya bergegeas pamit karena kasihan bila pangeran saya menunggu terlalu lama.
Ternyata di aula acara tengah berlangsung. Usai bertemu, cipika cipiki dengan Dicil saya bermaksud mengisi buku tamu. Namun saat langkah kaki menapak ke dalam lewat pintu seharusnya terdengar suara lantang dari sang mempelai pria mengucap ijab qabul. Serta sahut menyahut suara saksi menyatakan bahwasannya akad nikah tersebut “Sah”.

Alhamdulillah… ucap saya dan suami berbarengan.
Anehnya… Dicil dan kawan-kawan yang bertugas sebagai pager ayu sama sekali tidak mendengar bahwa ijab qabul tengah berlangsung. Kocak… mungkin karena memang suara yang terlalu ramai pada pinggir sayap kiri dan kanan sehingga mereka tidak fokus pada suara di tengah.

Alhamdulillah menepati janji.
Dulu saya pernah berjanji pada sahabat saya itu bahwasanya jika saya telah menikah, saya akan menghadiri akadnya. Tapi jika belum saya hanya akan menghadiri resepsinya. Mengapa saya katakana begitu? Huaaaaaaa terlalu sedih rasanya jika saya masih single dan melihat soulmate saya telah menikah meninggalkan saya seorang sendiri. (Alias takut nggak kuat menahan haru sendirian). Ternyata Allah memang Maha Baik. Saya menikah lebih dulu sehingga saya lebih tegar (ceila) menyaksikan sendiri pernikahan sahabat saya. Meski pada akhirnya saya masih saja menangis haru setelah ijab qabul tersebut berlangsung.

“Sudah nggak usah nangis” Ujar suami saya sembari tersenyum mencoba menyeka air mata saya yang sudah menggenang di pelupuk mata. Cesss…. Nggak tahan juga. Hehehhe
Di pernikahan sahabat saya itulah, saya bertemu dengan sahabat Prodi Indonesia lainnya wabil khusus Prodi Indonesia angkatan 2007. Saya masih saja mendapat ucapan selamat dari teman-teman yang memang tidak sempat hadir di hari bahagia saya. Alhamdulillah dapat doa lagi. ^^v

Ah senangnya….
Barakallah untuk sahabat saya dan juga teman-teman IKSI07. Semoga yang belum menikah segera dipertepat jodohnya oleh Allah. Allahuma aamiin. :D

Tidak ada komentar:

Posting Komentar