Selasa, 22 Januari 2013

Review Intellectual Discussion



Batas Garis Kemiskinan dalam Prespektif Ketenagakerjaan. Studi kasus “Penentuan Upah Minimum Berbasis Kebutuhan Hidup Layak

Indikator tentang batas kemiskinan belum tepat ditentukan sehingga pendistribusian dana bantuan sosial dari APBN,APBD, maupun zakat belum tepat sasaran. Hal ini berimplikasi terhadap rendahnya upah minimum yang berlaku dan diterima sehingga belum mampu digunakan untuk memenuhi kebutuhan hidup. Permasalahan ini muncul karena dua faktor yakni, ketiadaan garis kemiskinan yang fair dan well defined. Kedua, data kemiskinan yang digunakan BPS sebagai rujukan penentu batas kemiskinan merupakan hasil estimasidari sample.

Garis kemiskinan berbasis kebutuhan
Penentuan garis kemiskinan memiliki keterkaitan erat dalam mendefinisikan garis kemiskinan itu sendiri. Jika definisi kemiskinan sebagai kemampuan memenuhi kebutuhan dasar, baik makanan maupun bukan makanan, BPS medapatkan garis kemiskinan senilai Rp152.847 per kapita bulan untuk mendapatkan jumlah orang miskin 39,05 juta jiwa per Maret 2006. Hal tersebut menimbulkan sebuah polemik apakah batas kemiskinan sesuai rujukan BPS sudah sesuai karena pekerja dengan upah minimum yang diterima lebih besar dari angka tersebut masih belum cukup. 

Dalam fikih islam, Qardawi mengungkapkan kebutuhan yang mestinya tercukupi bagi setiap umat Islam yakni, Jumlah makanan dan air, pakaian yang menutup aurat, tempat tinggal yang sehat, harta untuk mencari ilmu, harta untuk berobat, harta untuk pernikahan, dan tabungan lebih untuk beribadah haji.
Adanya batas garis kemiskinan yang jelas dapat membentuk basis data kemiskinan baru guna mempermudah pendistribusian dana zakat sehingga tepat sasaran. Hal tersebut akan berdampak pada sebagai penentu upah minimum yang layak.

Garis batas kemiskinan dalam prespektif ketenagakerjan: berbasis kebutuhan
Parameter seseorang dikategorikan miskin atau tidak yakni dilihat dari 1) pendapatan yang dimiliki mampu atau tidak untuk memenuhi 7 komponen dasar antara lain: makan minum, sandang, pangan, papan, pendidikan, kesehatan, transportasi, dan rekreasi serta tabungan. 2) Memiliki jaminan sosial atau tidak yang di dalamnya terdapat minimal lima program, yakni jaminan kesehatan, jaminan kecelakaan, jaminan kematian, jaminan pengangguran, dan jaminan hari tua/pensiun.
Upah minimum yang ditentukan oleh gubernur dan dewan pengupahan provinsi menetapkan UMP di bawah kebutuhan hidup layak karena secara sengaja membuat pekerja hidup di bawah pendapatan yang tidak layak. Kesenjangan tersebu jelas melanggar konstitusi Indonesia karena secara tidak langsung memiskinkan warganya. 

Usulan Islamic Proverty Line  dan Strategi Pemberdayaan Ekonomi Kaum Dhuafa
Pembahasan tentang kaum dhuafa selalu memiliki keterkaiatan dengan kemiskinan. Di Indonesia, laju pengurangan kemiskinan dinilai terlalu rendah. Hal tersebut disinyalir karena rendahnya efektivitas program pengentasan kemiskinan yang dijalankan. Upaya tersebut selain sebagai tanggung jawab pemerintah, juga merupakan tanggung jawab masyarakat secara konvergen terutama dalam hal ini umat islam.

Kemiskinan merupakan terminologi yang memiliki makna multidimensi. Hal tersebut disebabkan makna kemiskinan itu sendiri memiliki definisi yang berbeda-beda karena dilihat dari berbagai prespektif. Tentu saja definisi yang ideal sangat sulit ditentukan bagi seluruh negara dan masyarakat karena perbedaan karakteristik dalam hal ini dari sudut demografi, ekonomi, sosial, budaya, maupun secara politik. Di Indonesia, referensi resmi berkenaan dengan definisi kemiskinan dan jumlah orang miskin ditetapkan dan dinyatakan oleh Badan Pusat Statistik (BPS).

BPS menggunakan ukuran kemiskinan berdasarkan konsep kemampuan memenuhi kebutuhan dasar. Hal tersebut dipandang dari segi ekonomi guna pemenuhan kebutuhan dasar yag diukur dari sisi pengeluaran. Konsep garis kemiskinan (GK) dibangun di atas dua pondasi utama, yakni garis kemiskinan makanan (GKM) dan garis kemiskinan bukan makanan (GKBM). GKM dihitung dengan pendekatan kalori dengan standar kebutuhan per orang 2.100 kkal sehari. Sedangkan GKBM dihitung berdasarkan jumlah konsumsi bukan makanan, yakni 47 komoditas untuk daerah pedesaan dan 51 untuk komoditas perkotaan.

Penetapan tersebut menuai banyak kritik karena rendahnya angka yang ditetapkan oleh BPS. Penetapan tersebut dianggap tidak logis dalam perekonomian nasional. Terdapat alternative lain, yakni standar garis kemiskinan yang ditentukan bank dunia sebesar 2USD/hari.


Usulan Islamic Proverty Line

Dalam hal ini, penulis menggunakan dua pendekatan, yakni pendekatan Had al kifayah dan penggunaan garis nishab sebagai standar kemiskinan. Pendekatan yang pertama telah diterapkan di Malaysia untuk mengidentifikasi dan menntukan kelompok mana yang berhk menerima zakat. Pendekatan tersebut dikuatkan dengan berbagai argumentasi antara lain, perhitungan garis kemiskinan yang tidak didasarkan pada prinsip islam. kedua, GK yang difokuskan pada tingkatpendapatan dan pengeluaran berdasarkan standar makanan dan bukan makanan.

Pendekatan yang kedua (nishab) digunakan sebagai standar kemiskinan nishab zakat yang menjadi parameter seseorang dikatakan menjadi muzzaki atau mustahik. Hal tersebutseseuai dengan dalil Quran yang memisahkan antara mustahik dan muzzaki dengan nishab. Dalam Quran juga dijelaskan bahwa dhuafa yang diprioritaskan adalah kelompok fakir ( tidak memiliki sumber pendapatan sama sekali) dan miskin (memiliki sumber pendapatan tetapi belum mampu memenuhi kebutuhan dasar). 

Standar nishab yang digunakan dapat menggunakan nishab profesi maupun nishap pertanian. Standar penggunaan nishab sebagai batasan garis kemiskinan dirasa lebih muda dan rasional bila dibandingan dengan perhitungan BPS. Penetapan garis kemiskinan berbasis nishab juga memiliki orientasi keberpihakan yang kuat terhadap kaum dhuafa.

Tipologi Kaum Dhuafa
Terdapat empat tipologi kaum dhuafa. Tipe 1 mereka yang memiliki kemampuan berusaha sekaligus kemauan untuk tidak menjadi orang miskin. Tapi, akibat berbagai faktor menyebabkan mereka hidup di bawah garis kemiskinan. Tipe 2, mereka yang memiliki kemampuan berusaha tapi kurang memiliki kemauan dan biasanya bermental pengemis. Tipe 3, mereka yang mau berusaha tapi kurang memiliki kemampuan. Tipe 4 adalah mereka yang tidak memiliki dua-duanya.

Strategi Pengentasan Kemiskinan
Pertama mengidentifikasi penyebab kemiskinan sehinga dapat diketahui masyarakat yang akan diberdayakan. Pengindentifikasian tersebut nantinya akan menentukan pemberdayaan bagi dhuafa sesuai dengan tipologinya. Sehingga pengentasan kemiskinan akan tepat sasaran. Pemberdayaan kaum dhuafa dengan tipe 1 tentunya menjadi prioritas utama karena berkaitan dengan perkembangan usaha mikro yang tengah berkembang.

Pemberdayaan Masyarakat Berbasis Zakat: Model dan Pengukuran Kinerja Program.
Tujuan pemberdayaan zakat tidak hanya terbatas untuk memerangi kemiskinan semata. Menurut Qardawi tujuan pendayagunaan zakat untuk mentransformasi mustahik menjadi muzaki. Beberapa lembaga zakat dewasa ini lebih menjalankan program pendayagunaan zakat yang bersifat karitas dan konsumtif. Program pemberdayaan zakat masih kurang mendapat perhatian.

Teori Pemberdayaan masyarakat
Community development merupakan suatu proses pembangunan yang berkesinambungan, artinya kegitan dilakukan secara terorganisasi dan dilaksanakan tahap demi tahap permulaan hingga evaluasi. Tujuannya untuk memperbaiki kondisi ekonomi, sosial, budaya untuk mencapai kualitas hidup yang lebih baik.
Terdapat 11 proses pemberdayaan masyarakat menurut United Nations, antara lain mengetahui karakteristik masyarakat lokal yang akan diberdayakan, mengumpulakan pengetahuan menyangkut informasi masyarakat setempat, memperhitungkan faktor “local leaders” , pendekatan persuasif agar msyarakat menyadari bahwa mereka punya masalah yang perlu dipecahkan, merangsang masyarakat untuk mendiskusikan masalahnya, membangun rasa percaya diri, menetapkan skala prioritas, memberdayakan masyarakat untuk tau dan paham kekuatan yang mereka miliki, memberdayakan masyarakat agar mampu memecahkan masalah secara berkelanjutan, dan meningkatkan masyarakat untuk mampu berswadaya.

Strategi Program Pemberdayaan Zakat
Tujuan program pemberdayan zakat antara lain, tercapainya kemandirian material komunitas sasaran dalam hal ini produktivitas pemenuh kebutuhan, tercapainya kemandirian intelektual komunitas, dan tercapainya kemandirian manajemen komunitas. Strategi program pemberdayaan masyarakat melalui pendekatan kelompok yang diprakarsai oleh masyarakat sendiri melalui pendampingan langsung oleh amil zakat. Proses pendampingan oleh amil dilakukan sebagai upaya perwujudan transformasi dari mustahik menjadi muzaki.

Garis Batas Kemiskinan Prespektif Syariah
Batas garis kemiskinan seperti paper sebelumnya terdapat perbedaan seperti yang ditentukan oleh BPS dan juga Bank Dunia. empat lembaga besar yang menentukan batas garis kemiskinan antara lain, BKKBN (yang mengelompokkan keluarga ke dalam 4 kelompok), BPS (menggunakan data SUSENAS untuk perhitungan proverty line), World Bank, dan Kementrian Tenaga Kerja dan Transmigrasi.

Konsep Islam tentang Miskin
Sesuai dengan surat At-Taubah ayat 60. Zakat hanya diperuntukkan untuk fakir, miskin, pengurus zakat, mualaf, memerdekakan budak, orang yang berhutang, dan musafir. Berdasarkan kitab tafsir, kemiskinan didefinisikan menjadi lima, yakni As Shobuni (tidak memiliki apa-apa), Jalalain (tidak mendapatkan apa-apa yang diperlukan), Ibn Abas (orang yang meminta-minta), Al Munir (memiliki harta tapi tidak cukup), dan Al Azhar (berdiam diri saja menahan penderitaan). Secara keseluruhan orang miskin adalah orang yang tidak mampu memenuhi kebutuhannya.Nishab zakat digunakan sebagai alat pengukur kemiskinan yang sesuai.Orang yang wajib membayar zakat jika penghasilannya selama satu tahun setara dengan 85gram emas.

Zakat Sebagai Instrumen Pemberdayaan dan Pertumbuhan Ekonomi
Islam sebagai agama yang memperhatikan masalah ekonomi. Disebutkan dalam berbagai surat di Al-Quran. Islam selalu menekankan kesejahteraan akhirat dan dunia bagi manusia. Instrumen yang wajib digunakan untuk mencegah kesenjangan ekonomi salah satunya adalah zakat. Zakat dapat dijadikan sebagai indikator kesejahteraan dan Instrumen yang mempersempit kesenjangan ekonomi. Selain itu ia juga berperan sebagai instrument pertumbuhan dan pemberdayaan ekonomi.
Zakat juga dapat diberdayakan sebagai instrument yang menjadikan seseorang memproduktifkan hartanya. Zakat dapat membuat perekonomian berputar sehingga meningkatkan output. Hal tersebut dapat mengendalikan dan mendorong perekonomian. Zakat akan berdampak panjang pada kesejahteraan mustahik apabila dana zakat yang terkumpul digunakan untuk pemeberdayaan mustahik yang dibagikan dengan cara pembelajaran, pendampingan yang berkelanjutan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar