Senin, 04 Maret 2013

kakiku & kereta

Perempuan yang berkereta

Pagi tadi, kaki ini sebenarnya enggan melangkah. Bukan karena malas yang menghantui. Hanya saja cuaca mendung menarik diri untuk berselimut lagi. Beberapa menit sempat kalah dan terlelap.lalu bangun dengan mengerjakan segala hal di luar waktu yang bisa di perkirakan. Alhasil, lambat laun kaki ini melangkah juga ke luar rumah.

Depok. Aku meninggalkanmu menggunakan kereta. Menggunakan kendaraan setia yang telah kutinggalkan lama. Semenak bekerja didaerah bintaro aku menggunakan angkot sebagai moda dan pengantar jasad menuju pengisian ilmu-ilmu baru demi pengalaman dan bonus menyeka keringat.

Jam 6.15 aku sudah berkeliaran di stasiun, asing banyak perubahan di sana sini. Aku pun bercermin, sama seperti diriku yang kini lain.

Tiketku sudah di tangan, kegiatanku hanya tinggal menunggu kereta datang. Menjemput berbagai jasad berisi ruh yang siap mengais rizki demi hidup esok,dan esok lagi. Entahlah

Keretaku datang, sayang tak bisa kupaksakan. Penuh, berjubel, mungkin sudah tak ada ruang. Terpaksa aku terdiam. Menunggu kereta lanjutan yang siap berestafet menjemput penumpang.

Hampir setengah jam.menunggu, akhirnya depok-tanah abang datang. Pada nyatanya aku bertemu dengan banyak abang juga. Kami saling berdesak bahkan bertarung keringat. Kupaksakan diriku masuk, meski dari luar kurasa tak mungkin. Akhirnya aku masuk juga, menindih kaki-kaki bertuan yang saling berebut lahan sekadar berdiri.

Aku berusaha menahan diri, agar tidak terbawa arus kanan kiri. Namun apa daya badan ini hanyalah tulang yang berselimut kulit. Kamu tahu? Aku terombang ambing dalam puluhan manusia yang kenanyakan semua putra

Dalam situasi panas, semua terasa memanas, saat udara oksigen saling berebut, masuk dan dihirup. Terpaksa aku jinjit.menahan kaki lain agar tidak sakit. Meski aku tahu yang aku lakukan sebenarnya cederai diri sendiri.

Kereta berjalan sebagaimana mestinya, tak peduli jika jasad-jasad yang berada dalam tubuhnya senantiasa mengeluh penuh dan sesak. Padahal aku tahu, rasanya jadi kamu kereta. Kamu pasti lelah karena mengangkut kami semua. Terlebih di antara kami banyak dosa yang belum tentu meluruh saat diri ini mengeluh.

Perempuan berkereta, aku kuat meski kupaksa, aku tangguh meski kurapuh. Tangan - tangan ini jadi saksi kerasnya  besi sebagai gantungan diri.

Aku sendiri di antara adam yang saling berkawan. Melempar canda tawa tanpa lihat perkara. Semua mengalir begitu saja. Tapi berbeda dengan kaki kiruku yang terbungkus kaus kaki pink. Beberapa bagian agaknya membesar, bengkak. Jinjit dari st. Depok~Tn. Abang.

Kakiku jadi korban di kereta, salah! Ia adalah saksi kunci ceritaku pagi ini

Published with Blogger-droid v2.0.4

Tidak ada komentar:

Posting Komentar