Jumat, 22 Maret 2013

Yusuf Yosef

Aku memujinya sebatas ia ciptaan Tuhan. Jumpaku padanya hanya melalui kisah dan juga kasih. Wajahnya indah, tak pelak penciptaNya amatlah indah. Sopan santun tata krama ia unggul membuat yang lain iri dan masygul.

Ia dibuang ke dalam sumur hingga sampai di tangan petinggi yang menjadikannya sebagai anak. Namun sayang, keelokan rupa membuat wanita yang menjadi ibu angkatnya tak bisa menahan mata. Hingga hampirlah ia terjerumus dalam lembah nista. Ia ingat akan Tuhannya, dengan segera ia bertaubat meminta perlindungan lewat penjara.

Sang Ibu angkat tak tahan dengan cemoohan, ia undang wanita-wanita yang senantiasa memandangnya nanar. Pisau dan apel untuk bahan ujian. Yusuf keluar menyiapkan minuman beberapa tangan tergores mata pisau. Terpesonanya pada ketampanan hingga rasa sakit tak dihiraukan.

Yusuf, akhirnya Tuhan kabulkan inginnya. Penjara agar bisa menjaga. Hati dan pikirannya lebih tenang di sana karena dengan leluasa ia bebas bertasbih menyebut nama Rabbnya.

Akhirnya semua berubah saat ia menakwil mimpi paduka raja. Diangkat ia sebagai pemimpin dalam mengantisipasi kemarau yang berkepanjangan. Dan cerita berlanjut pada diriku sekarang. Aku suka Yusuf, Yusuf kusuka.

Aku cari ia diberbagi belahan tanah tandus dan basah. Kembaran rupa manusia ada tujuh, semoga aku bertemu salah satunya

Cariku tak membuahkan hasil, hingga kutawai diriku sendiri yang terlebih usil.

Sudahlah, Yusuf sudah di surga tak akan ketemu kau cari dirinya. Temanku berujar pada suatu waktu di masa lalu. Aku terkekeh tersenyum sendiri menahan malu. Mungkin iya tapi entah kenapa aku ingin bertemu. Mustahil memang, aku hanya menguji kadar kegilaanku.

Ketampanan laki-laki di bumi saat ini mungkin hanya seujung kuku dibanding Yusuf. Untuk nabiku, teladanku Muhammad  saw aku punya porsi tersendiri teristimewa.

Sekali lagi ini tentang Yusuf. Jangan salahkan hati bila ada suka. Ini fitrah alamiah meski tiada pernah bertemu mata.

Seorang lelaki gagah berjalan indah di suatu minggu sore. Celana bahan berwarna coklat muda dengan baju kotak-kota berwarna senada melengkapi diri.

Kupandangi dari jauh, kuamati dari ujung kaki hingga ujung rambut yang ikal menawan. Siapa dia?

Bergegas kuikuti ke sana ke mari. Ia sendiri, mungkin merasa dibuntuti ia terhenti dan berhenti. Aku malu lalu pura-pura tidak tahu.

Ia menyapa aku diam terpana. Wajahnya elok tiada tara. Wajah lelaki cantik yang digandrungi perempuan-perempuan masa kini lewat sudah. Ia terlalu indah disandingkan dengan itu. Teduh, adem, yang jelas tak bisa membuatku berkata-kata.

Ia melihatku terpana lalu bergegas senyum. Membuat hari ini terpelanting jauh ke ujung kutub yang termaktub.

Kamu siapa? Hanya itu yang bisa keluar dari komat kamit mulut padahal hati ini berdenyut ke laut.
Ia tersenyum. Menyihir. Membuatku terduduk.

Kucubit lenganku memastikan yang di depanku ini nyata  atau halusinasi belaka. Tapi kenapa tak sakit? Mungkinkah karena terpesona?


Dia tak menjawab segera, hanya uluran tangan yang dilujurkan.

"Yosef" jelasnya seketika. Tangan kanannya lalu mengeluarkan sesuatu di balik saku. Sebuah buku kecil tebal dan berwarna hitam.
Al-kitab. Bukan Al-Quran


Aku tersenyum
Lalu mundur perlahan.


Depok, untukku saja12

Published with Blogger-droid v2.0.4

Tidak ada komentar:

Posting Komentar