Jumat, 01 Maret 2013

Seperempat kepalaku botak

Ini sudah yang kesekian kalinya. Setiap aku menyisir, hampir dipastikan dua puluh helai rambutku rontok, bahkan lebih.


Ada ketakutan tersendiri dalam hidupku menggunakan sisir semenjak setahun yang lalu. Akhirnya kuputuskan untuk menggunakannya setiap dua minggu sekali, semenjak itu. Hal tersebut untuk memastikan saja apakah sudah kembali normal atau belum. Tapi itu semua sebenarnya hanya untuk meredam rasa takutku. Agar aku merasa lebih tenang. Aku akan merasa lebih nyaman jika tak tahu apa sakitku ini.


Tapi pagi ini entah kenapa semuanya berbeda. Bukan hanya dua puluh helai rambutku yang rontok. Tapi seperempat bagian kepalaku sudah botak.

Aku takut, ini kah yang disebut-sebut sebagai akibat dari penyakit yang mungkin kuderita. Tidak! Aku tidak mau sakit! Aku masih ingin menjalani hiduku seperti biasa dan normal. Itu saja.


Keluarga, maaf maksudku hanya terdiri dari seorang lelaki yang terbiasa kusebut ayah dan seorang lagi yang biasa kusebut ibu jarang kutemui.

Waktu mereka terlalu banyak dihabiskan di jalan dengan berbagai urusan. Sepertinya mereka juga sudah lupa padaku. Oh tidak, mereka tidak lupa. Setiap bulan, tabunganku selalu terisi secara otomatis. 9 digit di belakang angka, mungkin bagi sebagian orang fantastis. Tapi bagiku biasa saja.


Biasa saja kok, seperti terbiasanya aku dengan kerontokan rambutku. Tapi pagi tidak biasa. Sebagian kepalaku kini botak.


Saatnya aku memutar otak, aku tidak ingin murid didikku tahu kalau pengajarnya kehilangan ratusan helai rambut.


Kain berwarna warni dengan harga lumayan tinggi menjadi pilihanku sebagai fashion yang menutupi kepalaku. Aku lebih terkesan modis ketimbang terlihat sebagai gadis yang seperempat botak.


Berkali-kali aku tersenyum sambil mengikat rambut panjangku, salah rambut yang dulu pernah panjang. Sekarang tidak lagi. Semua rontok, sama rontoknya dengan hatiku, yang kehilangan sosok ayah dan ibu


Tapi tidak apa, pagi ini aku masih bisa bercermin dan tersenyum seperti biasa. Meski aku tahu mukaku semakin lama semakin tirus tak terurus. Aliran darah diwajah sepertinya tersendat lewat. Mungkin takut karena trauma sering kupertemukan dengan kedua telapak tangan secara keras lalu perlahan...


Ah sudahlah. Cukup sekian, seperempat kepalaku sudah botak dan aku harus bersiap bahwa seperempatnya atau tiga perempatnya akan bergabung, ikut menyusul.


Muridku... aku akan tetap bertemu dengan kalian, kalian tak perlu khawatirkan aku. Seperti biasa, senar-senar biola kalian akan terus bergesek, dan berbunyi. Bunyi yang dapat membuat hatiku nyaman, bunyi yang membuat rambutku serasa utuh kembali. Kalian penghasil bunyi-bunyi indah yang dengan setia akan kudengar.


Pagi, setelah lelah meninggalkan

@Kosan-kosan


Published with Blogger-droid v2.0.4

Tidak ada komentar:

Posting Komentar