Minggu, 31 Maret 2013

Untukku saja: Sewarna-warni pelangi tadi

Hai... Lagi-lagi jumpa di saat malam. Banyak cerita yang mau kubagikan. Tentang kawan dan persahabatan. Tsaahhhh #kibasmuka.

Hari ini bahagia tak terkita (terkira). Tak bisa dibayar dengan uang. Hanya Tuhan: Allah swt yang membuatnya demikian. Sungguh kecintaanku bertambah padaNya di hari ini. Minggu saat matahari telah mengadu pada awan dari timur ke barat. Terimakasih Rabb yang masih memberi napas dan rizki pada pribadi-pribadi ciptaanMu yang senantiasa bersyukur.

Baiklah cerita diawali dari kisah kasih di MUI. Pertemuan dengan empat sahabat IADP (International Amil Development Program) menjadi pembuka dalam tulisan untukku saja ini. Wilda Inai Aku dan Reza. Rindu kami larut dalam cerita. Bahagia kami tercampur sudah dalam tawa. Alasannya membuang kestresan jiwa yang pernah penuh tiada terkira. Jam 10 kami berkumpul. Bercengkrama. Saling tawa dan kadang mentertawai diri sendiri. Meski kadang terlampau kacau kami menikmatinya dengan ceracau.

Alhamdulillah berkat rayuan gombal terhadap sahabat lelaki yang paling tampan (yaiyalah dia cowok sendirian) kami berhasil menggugah dan menggoyahkan hatinya. Teman kami yang lugu dapat sebuah hadiah. :) Hadiah yang tak ternilai karena memang ia butuh pakai. Semoga Reza menepati janjinya. Dan doaku untuknya semoga didengar Sang Maha Kuasa. Aamiin.

Setelah berhaha hihi syalala syilili kami mendengar panggilan Tuhan. Tunaikan empat rakaat di rumah Tuhan. Masjid: tempat indah syurga dunia :). Acara berlanjut dengan makan siang bersama. Empat wadah berkuah menggugah lidah. Diselingi canda yang tak habis punah. Lagi-lagi kami tertawa. Nikmatnya yang mana yang akan kau dustakan? Bukankah dengan silahturahmi memperbanyak rizki dan mempererat diri. Mengembangkan pribadi dengan mengucapkan mimpi agar di amini secara bersama. Semoga Tuhan dengar doa-doa kita (Terutama aku yang kini sedikit lalu)

Pukul setengah tiga aku pamit. Sebelumnya aku pun mengamit lengan sahabat-sahabatku. Kami mengambil gambar bertiga dan terakhir satu. Kami sebar di grup tercinta agar mereka yang tak datang merasa gamang. Tak ikut pertemuan spektakuler. Bikin hati dan mata meler. (Apasih)

Ada janji yang harus kutepati. Aku pergi bersama Inai. Sahabatku yang mungil dengan melankolika yang sedikit tengil. Monas... pencakar langit. Di situlah bertemu janji. Yap... pukul 03.00 ada briefing relawan untuk acara walk for autis tanggal  6 april nanti. Aku sempat mutar-mutar cari tempat perkumpulan. Kaki keriting dan tenggorokan sempat kering. Sambil nenteng-nenteng bawaan berbingkai kaca tempat ijazah yang sempat di kembalikan Reza. Smsan sama Shinta dan Whatsaapan sama Zaki. Akhirnya kutemukan mereka dalam senyum di sudut lelah.

Setelah diberi arahan dan informasi (sempat juga masukin tali tambang berwarna kuning ke spanduk) segera kupamit diri karena belum tunaikan empat rakaat saat matahari mulai menurun. Di sana aku bertemu dengan relawan KM yang lain. Ada April Piyong dan Aufa (Maaf sekali lagi tiada koma. Netbooku error)

Musolah penuh dan kumuh. Itukah yang dinamakan Tempat suci bagi muslim? Malu pada Tuhan karena menyembahnya dalam ruangan yang sama sekali tak wangi dan membuat hati ingin segera menarik diri. Aku doakan untuk pemimpin-pemimpin negeri agar segera sidak dan memperbaiki dengan cepat Rumah Tuhan yang mungil ini.

Cuaca mendung dan mendukung untuk segera pulang. Setelah bermunajat dalam kesumpekan diri kembali lagi untuk mencari informasi lain yang mungkin saja kulewatkan. Ternyata tak ada. Informasi yang kudapat justru dari awan yang memberikan pengingat bahwa sebentar lagi akan turun hujan. Aku menghampiri relawan yang sudah berkumpul meski sebagian ada yang terpencar. Kudapati kaos berwarna biru yang diambilkan oleh Shinta mungkin ia sudah menungguku lama :* (Makasih dek)

Lalu.. kami berpisah sebelum semua basah. Agak ngeri lihat ondel-ondel yang sepertinya mengincar diri dan hati. Tatapan matanya itu loh. AMPUN. LOL

Aku dan Inay menyusuri jalan. Menuju Transjakarta transportasi kebanggaan (kata Negara). Baiklah meski berdesak-desakan tapi tetap nyaman karena Inay dapat lahan empuk untuk duduk diam :). Perjalanan berlanjut menuju dukuh atas. Dan MashaAllah cantiknya ketika melihat ke atas. Pelangi merah kuning hijau seperti nyanyian anak-anak TK terpampang nyata tapi tiada cetar dan membahana karena hujan sudah kering. Sempat mengabadikan namun sayang kamera ponsel tak menjanjikan. Jadi cukup dinikmati dengan mata dan hati lalu langkah kami bergerak beriringan. Kami saling berkicau. Ternyata di TL pelangi sudah membanjiri.

Mungkin sangking lamanya mata-mata kita tak menjamah warna warni langit di angkasa. Ketika melihat yang indah. Sungguh bunga-bunga dalam hati bermekaran sudah. Ciptaan Allah indah Maka Allah swt Maha Indah :)

Esok yang masih menggantung... kutinggikan lewat doa... melalui tatapan pelangi menjelang magrib. Jika memang jalanku terbentang sewarna warni pelangi itu aku bersedia untuk menikmati. Namun jika sebaliknya maka aku memang perlu mendung dan hujan untuk dapatkan pelangi seperti itu :)

Langkah kami berlanjut dalam lorong kereta. Sudirman--Depok... masih ada sepenggal tinggal yang tak bisa kubawa pulang ke tempat lain. Rumahku di sana.

Aku dan Inay menuju sebuah mal kebangsaan anak-anak UI kalau lagi menggalau skripsi. Detos. Hahahaha Ngapain? Tunaikan tiga rakaat dan kewajiban makan. Sebelumnya ada kisah menarik. Yap... kami beli cilok. Bukan masalah belinya yang buat hati menarik-narik. Tapi penjualnya. lagi-lagi..

(Dari dua tahun yang lalu saat masih berstatus mahasiswa FIB UI penjual ciloknya ganteng. Hahahahah eh tadi ternyata masih tetep ganteng. Bedanya nih dia udah mulai bisa nyeletuk-nyeletuk... biasanya diem sambil masang senyum. Kemaren cerita mas-mas kansas eh sekarang cerita mas-mas cilok. Besok siapa ya?) Mulai kambuh -___-"

Setelah salat kami pun melesat ke lantai atas. Pesan makanan. Tapi aku tiada makan. (Efek makan cilok dan lihat mas-masnya jadi kekenyangan #cuih)
Candaaa....

Balik lagi... selama menemani inay makan... yang kami lakukan adalah bernostalgila masa-masa kuliah saat mata kuliah Kemahiran Bahasa Indonesia II wuiiiiihhh
Presentasi sekaligus promosi... dari cerita Ervan yang promoin selai Morin sambil beradegan lidah keluar bergaya ular lalu berbagai kekonyolan yang dilakukan Dicil De Nila Ijong dan semuanya. (Kangen kuliah sungguh... suasananya dan kebanyolannya.)

Tak terasa waktu sudah menunjukan pukul 20.30 malam. Kamipun segera beranjak. Ingin kembali ke peraduan. Sudah Malam. Waktunya pulang. Esok Inay akan siap menghajar gempuran kereta menuju tempat kerja. Sedangkan diriku? Ya biarkan hati dan pikiran yang merencanakannya nanti. Asyiiikk

Berpisah di lantai bawah setelah puas tertawa-tawa. Matahari sudah surut. Bulan sudah menyangkut. Malam semakin dingin. Aku pun pulang disapu angin.

Mencari tumpangan ojek ke sana ke mari. Tiba-tiba seorang pria berhelem gelap datang menghampiri...
Agak ngeri maka kaki mempercepat langkah. Suasana UI gelap sudah. Dia ikuti aku sambil mengklakson berkali-kali. Diam. Sejenak menatap mata. Ternyata dia kamu yang pernah kuragu. Bayanganku

Malam-malam menjelang kelam yang terdalam
Kisah membuncah pecah sudah
Selamat berkawan selamat Malam
Aktivitasku usai di malam ini: Alhamdulillah :)



Tidak ada komentar:

Posting Komentar