Kamis, 12 Juli 2012

Biarkan aku menghebatkan diriku

Biarkan aku menghebatkan diriku
melalui malam ini sepanjang perjalanan pulang

-hujan menghujam mukaku secara merajam-
semuanya terantuk dan tak sedikit pun sisi yang dapat bersudut
semua kuyup dan tampak setengah berkabut
jalan lapang dan jarang mesin beroda berlalu-lalang
hanya aku merah dengan setengah redup menyala
sengaja kuteruskan dengan pertimbangan jalan hanya miliku saja
terlalui satu demi satu kelokan yang hanya berjarak pandang sekitar lima hasta
dari penglihatan yang dibantu alat penjelas dan pembesar
tapi semua sia-sia. ketika hujan mulai meradang
tak sedetik pun memberi waktu untuk memperjelas penglihatan
dan Brug
ada yang terkapar tanpa mendapat bantuan
yang berlalu-lalang hanya memberi isyarat bunyi bersahutan

Biarkan aku menghebatkan diriku
memaksakan bertumpu pada kedua kaki
yang membiru dan mulai kaku-kaku
mencari alat bantu yang terpental sehasta dagu
sedikit bermetamorfosa bentuk walau tak rupa
tak bisa dikenakan selayaknya bantuan
hanya ada dua keputusan:
menyerah pada hujan atau menyerahkan hujan pada Tuhan
agar perjalanan dapat terus dilanjutkan.
Pilihan menantang dengan nekat dan meradang
terus berjalan meski pandangan bertebrangan dan berpendar


Biarkan aku menghebatkan diriku
Yang tak ragu melawan waktu
demi sampai sekadar merebahkan rindu
untuk pendengar setia kisah dongeng Pak Kecoa

lalu semua berlanjut lagi
bagi roda empat yang tak melihat
mengguyur secara sporadis genangan air tanpa maaf
lagi dan lagi

dan ketika aku menghebatkan diriku
aku kalah
melalui pagar dalam ukuran sederhana
tumpah seketika mengalir bersama hujan
Tuhan yang memenangkanku

                                                                                             kuyup yang larut






Tidak ada komentar:

Posting Komentar