Minggu, 22 Juli 2012

Malam ini 2: Ayah

Malam ini berbeda dengan malam kemarin. aku berada di rumah petak yang di sewa oleh ayahku. ayahku  katanya ingin mencari makan untuk sahur nanti. tapi sepertinya sia-sia. jam segini di daerah perkampungan sudah sepi. kebetulan secara kuantitas kami memang hanya berdua. istri dan anak ayah sudah duluan pindah ke malang. sedangkan ayah masih di daerah cileduk karena memang sebagian pekerjaannya banyak dihabiskan di sekitar jakarta. 
Lampu di sekitar rumah petakan ini tidak ada yang menyala. semuanya mati. bukan... bukan gara-gara belum bayar listrik. hanya saja memang mati lampu. Padahal jalan raya di sebrang terang benderang menyala bahkan menyilaukan. kata ayah... gardunya berbeda. jadi yang mati hanya sebagian saja. Ya meskipun aku merasa aneh tapi ya sudah. mungkin memang benar kata ayah daerah petakan tempat ayah tinggal memang dalam keadaan gelap. hanya seberkas cahaya dari lilin yang menerangi dan memayungi pekat.
Malam ini aku memang tak berencana menginap di sini. semuanya kebetulan saja. kebetulan aku sms ayah dan kebetulan ayah ada di rumah petakan ini. agak sedih melihat kondisi ayah. bukan karena kesehatan ayah atau keadaan ayah. hanya aja hati masih belum terima kalau ayah tidak tinggal di singgasananya lagi. (silakan baca rumah saya
ya... dalam gelap aku masih saja mengetik. penolongku hanya tiga. lilin di atas kulkas yang mulai mengecil.... netbook dengan batre yang bersisa 15 menit lagi dan juga indra penglihat dan peraba yang masih bersemangat membantu mengeluarkan kata-kata di dalam otak yang membludak.
ayahku sejak tadi mondar mandir dengan tongkat kayunya. sesekali sibuk mennyakan kegiatan yang aku lakukan. meskipun  komunikasi kami lebih sering nggak nyambungnya. yah harap maklum daya tangkap pendengaran kami sedikit buruk. tapi masih denger kok. :) 
barusan ayah bilang "mau dibangunkan sahur jam berapa?" aku bukannya menjawab tapi malah balik bertanya. "biasanya ayah sahur jam berapa?" ayah menjawab jam tiga. aku bilang saja oke.
belum sampai sepuluh menit kalimat itu berlalu dan lewat ayah berpesan singkat. "Nanti ayah bangunin jam tiga ya." aku jawab aja "Iya." hahahaha aneh memang. ya sudah.
aku baru saja mentertawakan diriku sendiri dan kelakuan ayahku. kami memang aneh. cocok deh jadi ayah dan anak. Oh iya... ini udah hampir dua bulan lho kami nggak bertemu. tak banyak komunikasi di antara kami. hanya saja tadi sesekali membahas e-ktp dan adit. halah... dia mulu. males.
Ayah...  entah kenapa... tadi tiba-tiba membahas tentang jodoh.  jodoh buat siapa lagi? buat aku? itu mah urusan Gusti Pangeran. Ayah bilang pengen lihat aku nikah. pasti yah... tapi nanti.sekarang aku mau fokus ke kegiatan yang sedang aku geluti. kalau jodoh itu sejalan beriringan nanti juga datang sendiri. 
"Nanti ayah buatin mie pakai telor sama kopi ya pas sahur" ayah mengucapkan itu barusan. dalam jeda antara mengetik dan mendengarkan ayah aku menjawab iya. kalau hari ini aku tidak di sini mungkin nanti ayah sahur sendiri. kesepian. tapi ayah sudah sering hidup dalam sepi dan berselimut dengan kesepian. meskipun banyak rekannya. tapi tetap saja. dalam diam dan sepi ayah kaya dan banyak mengeksplorasi. apapun.
kini ayah menjatuhkan tubuhnya di kasur ruang depan. rumah petak ini tak ada ruang kamar. semuanya hanya ruang panjang yang diberi sekat yang terdiri atas ruang depan ruang tengah dan ruang kamar. aku sedang duduk di atas kasur Gudho di bagian tengah. Ayah kini sedang mendengarkan lagu... koes plus /untuk ayah tercinta aku ingin bernyanyi walau air mata di pipiku/
ayah dengarkanlah/aku ingin berjumpa/ walau hanya dalam mimpi/
kenapa lagunya bisa pas banget sih? T.T. pas di sini bukan berarti aku nggak nggak bisa ketemu ayah ya... ini ayah hanya beda ruangan denganku. hanya saja... kami merasa lain. apa aku yang berbeda? tapi rasanya tidak. aku masih menjadi anak yang mencoba menuruti kata-kata beliau. meskipun kadang aku suka berkilah. 
aku juga belum minta maaf sama ayah untuk mengawali bulan puasa yang penuh rahmat ini. ayahku sudah tidur kali ya. yang terdengar kini hanya suara musik radio dengan volume yang pas di telinga. biasanya ayah senang mendengarkan wayang di radio. Tapi kini yang terdengar lagu-lagu setengah melayu. 
ah ayah... segera pergilah dan ajaklah aku ke rumah baru kita. udah nggak sabar mau ngisi dengan cinta dan cita dari jiwa rumah yang lama.
ayah... semoga singgasana barumu di malang segara jadi. Aamiin



Tidak ada komentar:

Posting Komentar