Jumat, 15 Februari 2013

Tulisan 1/2 jam melawan abang



Setahun yang lalu. Aku masih ingat hari itu. Hari di mana aku memutuskan untuk memilih kehidupanku yang lain. Kehidupan pasca kampus. Tanggal 14 Februari mengingatkanku akan suatu hari di mana aku menghidupkan sesuatu. Bersama kedua temanku. Lesehan Nongkrong.

Aku memutuskan untuk berwirausaha tepat di hari itu satu tahun yang lalu 14 Februari 2012. Berbekal keyakinan dan tekad bulat aku bersama kedua temanku membuka usaha baru. Usaha kuliner di salah satu sudut belakang UI tepatnya di daerah Kukusan atau biasa di sebut dengan daerah kukel.

Tempat usahku berderet dengan usaha lainnya. Mulai dari usaha pencucian baju atau laundry sampai usaha penyewaan lapangan futsal. Semua terasa istimewa saat itu. Kenapa kubilang istimewa? Karena bagiku keputusanku untuk tidak bekerja pada orang lain amatlah tepat. Aku berdagang sesuai dengan apa yang dicontohkan nabiku Muhammad Saw.
Lesehan Nongkrong 14 Februari 2012 terbuat dari sebuah ruangat bercat pink berukuran 3x4 meter. Sederhana saja. Alasnya hanya terbuat dari kain lesehan dengan empat buah meja yang tertata saling berhadapan. Hari perdana saat itu kami melakukan syukuran kecil-kecilan. Membagi-bagikan makanan yang kami jual kepada para “tetangga” tempat kami berjualan.
Pertama kali membagi-bagikan makanan aku ingat sekali kami membuatkan lumpia saus kacang serta bitter balen isi cokelat. Semuanya Nampak bersemangat meski perayaan pembukaan kami dapat dikatakan sederhana tanpa semarak. Tapi bagiku sudah cukup.

Secara bergantian kami memberikan sepiring kecil makanan kami kepada tetangga jualan yang berada di kanan kiri. Tapi ada sesuatu yang ingin kuceritakan terkait hari itu. Tentang seorang pemuda yang juga membuka usaha berjeda dua usaha dengan tempat kami. Pemuda yang kukenal beberapa hari sebelum kami resmi membuka Lesehan Nongkrong.

Aku tak pernah tahu namanya. Mungkin lebih tepatnya belum. Dia putih tapi tak seputih tembok. Terlihat dingin mungkin karena dirinya habis mandi atau karena masuk angin. Kita hanya bersapa sekali sebelum Lesehan Nongkrong buka. Aku ingat saat itu. Ingat sekali.

Saat itu h-3 sebelum Lesehan Nongkrong buka secara resmi. Aku dan kedua teman perempuanku melakukan berbagai persiapan. Dari mulai pengecatan hingga penataan ruang tempat serta memikirkan penyajian. Saat itu hujan turun. Karena tempat kami belum memiliki alas secara tak langsung kami menumpang duduk di tetangga sebelah  yang berjualan nasi goreng dan aneka masakan berat lainnya.
Saat itu salah seorang temanku pulang duluan jadilh aku tinggal bersama seorang temanku yang lain. Karena tidak enak hanya sekadar menumpang duduk akhirnya aku memesan minuman. Kebetulan disebelah kami ada seorang lelaki yang tengah asyik membaca sebuah buku. Sebuah buku tebal mungkin beratus-ratus halaman ada di hadapannya. Ia terlihat serius dan asyik membaca.
Karena tidak enak dan takut merasa mengganggu temanku tetap berdiri di sampingku.

“Eh Mbak silakan duduk” ujarnya seketika. Temankupun menyahut dan akhirnya menerima bangku berwarna merah yang diserahkan olehnya. Ia lalu berganti posisi sedikit menjauhi kami. Mungkin karena ia merasa kami risih jika duduk terlalu dekat dengan lelaki karena dia melihat kami berjilbab.
Kami pun mengucapkan terima kasih padanya. Seketika aku memandangnya secara jelas karena ia duduk berhadapan denganku kini, sedangkan temanku di sebelahku. Entahlah tiba-tiba pikiranku terbawa oleh angin hujan yang semakin deras. Pemuda itu ganteng sekali. Hahahaha.
Kemeja putih plus bawahan jeans melengkapi penampilannya di saat hujan itu. Dan jujur semenjak saat itu aku suka padanya. Dia tiba-tiba membuka suara menanyakan apa yang akan aku dan temanku lakukan di ruangan 3x4 tersebut. Kuceritakan bahwa 3 hari lagi kami akan membuka usaha kuliner. Ternyata dia juga salah seorang yang ikut membuka usaha sederetan dengan tempat kami. Hanya saja ia membuka usaha khusus minuman. Ia sengaja membuka itu karena pangsa pasarnya adalah orang-orang yang bermain futsal.
 Dari situlah awal mula percakapan kami. Hingga malam itu pun berlanjut saat aku memberikan kepadanya makanan syukuran Lesehan Nongkrong. Di mengucapkan terima kasih dengan senyum yang membuatku dapat melambung. Untung aku selalu ingat bahwa langit senantiasa beratap. Rasa sukaku tak boleh berlebih.
Tapi namanya juga suka. Ia berkembang senantiasa sejalan dengan perkembngan Lesehan Nongkrong yang makin banyak di kenal oleh mahasiswa. Rasa sukaku berkembang dan bermekaran. Namun itu semua tidak berlangsung lama. Ya tidak berlangsung lama.

Meski aku sempat merasakan bunga-bunga berkembang, pada masanya juga aku merasakan bunga-bunga layu dan tampak kuyu. Lesehan Nongkrong semakin lama semakin meredup. Kami salah strategi karena tanpa prediksi ada libur mahasiswa yang menghabiskan waktu beberapa bulan. Ditambah pegawai kami yang sudah bergonta ganti plus kabur-kaburan.

Seperti itulah yang terjadi pada rasa sukaku yang akhirnya ikut layu. Sang pemuda jarang membuka usahanya sehingga kami juga sudah jarang bertemu. Lalu semuanya menghilang lebih tepatnya dia dan kedua temanku pun bersamaku ikut menghilang ditelan kesibukan masing-masing dari kami.

Lesehan Nongkrong terbengkalai dan sukakupun mungkin sudah menjadi bangkai.
Aku tak pernah tahu kabarnya lagi. Meski sering kucari tahu. Sama seperti Lesehan Nongkrong yang tepat lahir di tanggal ini hilang bersama waktu. Ditelan sepi seperti kehampaan diri.

Aku punya tekad dan masih punya mimpi yang senantisa kuucap dalam setiap doa-doaku. Bahwa suatu saat nanti aku akan menghidupkan Lesehan Nongkrong mungkin bisa tepat di tanggal 14 februari ini.
Meski aku tak pernah tahu akankah rasa cinta dan sukaku tumbuh dan bermekaran seperti dulu. Dengan orang yang sudah menghilang ditelan kalbu dan kepulan malam ataukah dengan yang baru yang akan memberikan sinar.

Semoga saja aku senantiasa mendapat kebahagiaan. Dengan cinta dan juga wirausaha. aamiin

Tidak ada komentar:

Posting Komentar