Minggu, 19 Juli 2020

Jangan Ganggu Aku

Jangan ganggu aku
Aku masih dalam kotak hitamku
Bersandar padanya sesekali tanganku meraba
Mencari sesuatu yang tidak aku tahu



Jangan ganggu aku meski aku berteriak
Mungkinkah aku jengah dan berada di titik tengah
Antara kembali ke permukaan atau justru tenggelam



Jangan ganggu aku yang sudah mulai bosan
Tampil berpura-pura dan seoalah aman-aman saja


Aku sedang menikmati setiap cemas dan was was
Yang terkadang tak pernah membuatku bisa tertidur pulas bahkan dalam sekejap rasa yang keras


Jangan ganggu aku meski aku menangis
Aku tak pernah mengais belas kasih meski serapuh serpih. 
Aku menikmati hancurku seperti menikmati utuhku
Jangan ganggu aku sekarang atau nantinya.



Jangan ganggu aku dalam diam
Karena sebebarnya aku sedang menawan dendam
Yang akan kuejawantahkan entah kapan
Pada seseorang yang tak lagi berkawan



Jangan ganggu aku 




Jangan


Ganggu


Aku





Terkadang sebagai manusia kita butuh kesendirian meski tak dipungkiri kita makhluk sosial. Apa pasal? Sendiri terkadang justru membuat nyaman dan hepi meski tak dipungkiri memang tak baik jika setiap hari.



Beberapa waktu lalu lelah, was was dan ketakutan melanda dengan hebatnya.


Berteriak memang sedikit mengendurkan ketegangan. Namun apa daya akhirnya menangis jadi hal yang meringankan beban.


Menjaga kewarasan
Menjaga keikhlasan
Menjaga ketenangan
Menjaga kedamaian


Perlu dan harus

Biarkan aku dalam kotak hitamku
Jangan ganggu aku






Hari ini salah satu petuah berpulang. Ia telah kembali pada penciptanya. Meski tak mengenal akrab namun dia sebagai salah satu panutan.


Aku mencintai Hujan bulan Juni
Meski Juli adalah bulan lahirku namun juli juga menjadi bulan kesedihan bagi para pecinta puisi termasuk aku


Selamat jalan SDD
Karyamu abadi 



Ah rasa-rasanya kampus kebanggan menjadi bongkahan mimpi yang terbangun. Rindu dulu temu nanti. Selalu saja begitu. Aku pun adanya selalu!

Salam petinggiku dalam kerendahan hati dan keniscayaan yang tak ada habisnya terpatri. Mungkin lusa atau juga nanti semuanya kan meninggi


Seperti sahabatku lalu. Yang kini berada di puncak namun rasa-rasanya lupa menjejak. Ada kesalahan dalam ucap yang tanpa sadar menyakiti diri. Kini dia pun ditinggal pergi. Menangis penuh jadi dalam ruang-ruang diksi


Ia torehkan kisah sebagai proses penyembuhan luka. Sama sepertiku kala ini. Tapi bedanya aku berusaha menjejak tak meninggi. Lagi dan seterusnya

Tidak ada komentar:

Posting Komentar