Kamis, 04 Juli 2013

Cahaya di genggaman tangan

Matamu berpendar jauh, melempar lalu yang kau rindu. Kau datang di hadapanku. Entah sudah berapa lama kau berdiri di situ. Aku hanya takut, jika itu hanya bayanganmu.


Kita sama-sama terdiam, meski kuakui mataku tak bisa menghindar. Kupikir semua sudah usai, terlebih kau bilang sampai bertemu lagi. Sejam, dua jam, entahlah rasanya pegal. Aku ingin beranjak, namun ke dua kaki serasa menolak. Sepertinya ingin bersamamu sejenak.


Kau diam, aku berdehem sesaat. Mencoba memecah sunyi yang kita buat sendiri.


"Kalau kau diam terus, aku izin pergi" hanya itu yang mampu keluar dari mulutku.


Kau tetap diam, aku putuskan untuk berdiri. Berjalan melewatimu perlahan dan nyatanya aku seperti tak kau hiraukan. Sepertinya aku salah orang. Mungkin itu bukan kamu. Bukan! Tapi, kenapa aku menunggu sampai begitu lama? Lalu kenapa kau berdiri di hadapanku.


Perjalanan yang kulalui serasa lambat. Waktu seolah enggan bergerak. Melata, itu kosa kata tepat untuk menggambarkan situasi macam ini.


"Tunggu!" Sebuah suara memekik telinga. Jalanku terhenti lalu menoleh ke belakang. Kau berjalan mendekat dengan cepat. Aku tersenyum meski ada rasa sebal yang teramat sangat.


"Sebelum pergi, aku cuma mau kasih kamu ini" ujarmu sembari menyerahkan secercah cahaya.


Tidak. Kali ini warnanya tidak terang seperti matahari. Warnanya hijau, membumi. Seperti pohon rimbun yang tambun. Namun ini hanya segenggam tangan, tak lebih dari dua lipatan hati.


"Terima kasih" Ujarku lalu mengambil cahaya hijau itu. Entahlah aku tak pernah tahu untuk apa kau memberi ini, yang pasti tanganku terasa hangat.


Aku mendongak ke arahmu. Melihat wajahmu lebih dekat dan erat. Namun sayang tatapanmu menghindar, seolah aku tak pantas menjadi pemandangan. Aku tertunduk lesu. Cahaya itu kugenggam bersamaku. Aku berbalik, lalu melanjutkan langkah yang sempat kutanggalkan.


Sepertinya kau sudah tak berharap aku, atau memangkah aku yang terlalu bahagia bertemu kamu.


"Kenapa pergi begitu saja" kau berujar lagi. Aku tak menoleh, ada genangan air di pelupuk mata yang semenjak tadi kutahan. Kalau aku sampai menoleh, mungkin wajahku akan basah.


Aku melanjutkan jalan tanpa mempedulikanmu. Lagi pula percuma!


Terdengar langkah kaki setengah berlari. Kau kini di sampingku sementara aku menunduk karena lesu.


"Marah tak akan membuatmu bahagia!" Ujarmu santai sambil terkekeh. Sepertinya kau senang mendapatiku dalam kondisi demikian.


"Sudah pergilah. Aku kan sudah bilang terima kasih. Apa masih kurang?" Ketusku dan sengit menatapmu. Kau justru tersenyum. Parah! Senyummu mampu menjatuhkan bulir-bulir air mata yang sempat kutahan.


"Aku cuma mau kasih hadiah itu dan bilang, di ujung sana nanti kita akan bertemu" ujarmu sambil menunjuk ke jalan nun jauh di hadapan. Jalanan itu gelap dan aku tak tahu ujung mana yang kau maksud.


"Itu gelap!" Ujarku sambil menyeka air mata. Kau tersenyum, indah.


"Karena itu pakailah sinar itu, percayalah dengan itu kau akan sampai di sana. Kita akan bertemu" ujarmu menjelaskan meski aku tak begitu paham.


"Waktuku sampai di sini, jika terlalu lama di sini, di masa nanti jatah kebersamaan ini akan berkurang. Jadi percayalah dan ingatlah pada Rabb kita yang akan selalu menjaga dan membuat kita bersama, nanti!" Ujarmu mengingatkan, lalu secercah cahaya hijau itu bersinar terang. Kau menghilang dengan janji yang kau ucapkan.


Aku berjalan mempercepat langkah sembari mengacungkan tangan sebelah dengan sinar hijau yang penuh dengan kehangatan laksana doa. Doa-doamu dan doa-doa kita.


Published with Blogger-droid v2.0.4

Tidak ada komentar:

Posting Komentar