Sabtu, 07 September 2013

Kisah Dinda 4

"Assalamualaikum" Ujar Suara lelaki yang membuyarkan permainan lempar bola yang tengah kulakukan bersama Iqbal dan Silvia anak Kak Ria dan Kak Silvi. Iqbal yang berusia empat tahun bergegas menghampiri Dandra dan salim padanya. Sementara Silvia masih asyik di dalam kursi bayinya yang beroda. Ia tengah belajar berjalan.

"Walaikumsalam..." Jawabku kemudian mempersilakan Dandra untuk ikut bergabung dalam permainan kami. Iqbal melempar bola ke arah Dandra dan secara bergantian bola-bola tersebut melambung secara estafet. Silvia yang belum bisa ikut bermain tetap asyik meski hanya menjadi penonton. Aku memperhatian Dandra sesaat yang tengah asyik menikmati permainan ini. Sudah lama aku tidak bermain bersamaya. 

Saat tengah memperhatikan Dandra tanpa sadar ia menatapku. Kami bertemu pandang hingga akhirnya bola yang dilempar Iqbal ke arahku terantuk kepala.

"Tante Dinda jangan melamun." Ujar Iqbal sembari menghampiriku. Iqbal kemudian mencium punggung tanganku. Ia meminta maaf karena tidak sengaja melempar bola dan mengenai kepalaku.

"Maaf ya... Tante Dinda melamun. Iqbal nggak salah kok." Ujarku lalu mencium pipinya yang gembil.

"Tante capek ya? Istrahat dulu ya. Iqbal haus. Mau minum" Ujarnya lalu bergegas ke arah dapur. Aku hanya memperhatikan dari kejauhan. Iqbal mengambil botol minumannya dan mengambil segelas air lagi. Ia berjalan perlahan sambil memegang sebuah gelas di tangan kanan dan juga botol minuman di tangan kirinya.

"Ini Tante" Ujarnya memberikan segelas air putih kepadaku. Aku tersenyum menerimanya.

"Terima kasih Iqbal yang baik hati" Ujarku.

"Eh buat Om belum. Sebentar ya" Ujar Iqbal lagi lalu ia meletakan botol minumannya dan bergegas lari ke dapur untuk mengambilkan segelas air putih lalu menyerahkannya untuk Dandra.

Aku salut dengan Kak Ria yang begitu hebat mendidik anaknya. Meski masih berusia dini namun cara berpikir dan tingkah lakunya benar-benar cerdas. Kak Ria memang guru sekaligus Ibu yang baik.

"Tante Dinda... Om itu siapa?" Tanya Iqbal setelah meminum air putihnya dalam botol. Aku tersenyum dan menjelaskan bahwa orang yang tengah bermain dengan Silvia adalah teman sekaligus tetanggaku. Aku memperkenalkannya Dandra kepada Iqbal. Iqbal mengangguk-angguk paham. 

"Assalamualaikum" Ujar suara Kak Ria diiringi dengan suara Kak Silvi beserta para suami dan mama. Mereka baru saja jalan-jalan ke pasar kaget dekat rumah untuk mencari sarapan. Saat melihat aku tengah berbincang dengan Iqbal sementara Dandra sedang menggendong Silvia secara bersamaan mereka menggoda.

"Cieee Dindaaa" Mendengar godaan mereka aku hanya bisa tersenyum sewajarnya saja.

"Masih pagi Kak... dilarang gosip. Ini Dandra... temenku dari kecil sekaligus tetangga sebelah." Ujarku memperkenalkan

"Yang bergosip siapa? Kan kakak cuma bilang Cie..." Ujar Kak Silvi usil melakukan pembelaan. Sementara Dandra bersalaman dengan Mas Haryo dan Mas Prass. Setelah berkenalan sekadarnya mama bergegas mengajak kami semua untuk makan bersama. Obrolan kami tak jauh-jauh membahas seputar pekerjaan yang lagi-lagi semua tertuju kepadaku.

"Bosen aku cerita terus. Gantian dong yang cerita" Ujarku setelah hampir lima belas menit lewat bercerita.

Kak Silvi yang iseng lantas berbalik tanya kepada Dandra. Pertanyaan yang diajukan seputar kegiatan yang tengah dilakukannya. Dandra akhirnya mulai bercerita meski sekadarnya. Hingga akhirnya pertanyaan tersebut merujuk pada sebuah tanya tentang pendamping hidup. Entahlah kenapa mendengar pertanyaan tersebut seolah kupingku terpasang jauh lebih lebar dari biasanya.

"Insha Allah doakan saja Mbak. Memang recananya dalam waktu dekat-dekat ini" Ujarnya tersenyum sementara aku langsung melemparkan pandangan pada Iqbal yang tengah tertidur di pangkuan Kak Ria. mendengar ucapan Dandra sesaat membuatku sedikit lega. Aku ikut bersyukur jika kini dia bersiap untuk menempuh kehidupan barunya. Beruntungnya Dia.

"Kalau Dinda rencananya kapan?" Tiba-tiba pertanyaan itu mampir dan mengetuk-ketuk gendang telingaku. Aku yang kaget mendengar pertanyaan itu sesaat melempar senyum pada pasang mata yang kini menunggu mulutku bersuara. Dandra sang penanya menatapku sesaat.

"Doakan saja semoga Dinda ketemu dengan jodoh terbaik secepatnya" Ujarku sebisa mungkin sementara hati merutuki diriku sendiri. Entahlah hanya itu yang mampu keluar dari mulutku. Mereka yang mendengar turut mengaminkan. Mataku kini menatap mama sembari tersenyum. Mama mengangguk.

Usai sarapan Kak Ria dan Kak Silvi sekeluarga pamit. Mereka ingin mengunjungi keluarga masing-masing. Aku tertegun saat melihat Dandra yang tiba-tiba asyik menacapkan kabel-kabel pada TV di ruang tamu.

"Ayo Din main!" Ujar Dandra setelah berhasil menyambung dan menyalakan PSnya. Aku pikir ajakan bermainnya hanya bercanda ternyata beneran. Aku pun bergegas mengayuh roda-roda kursiku ke arahnya. Dandra menyerahkan stick permainan kepadaku. "Din aku geser kursi ini ya" Ujarnya Dandra lalu mensejajarkan kursi plastik yang diambilnya dari sudut ruangan dan mensejajarkannya dengan kursi rodaku. Kini kami sejajar.

"Masih ingetkan mainnya?" Tanyanya dan aku mengangguk mantap. Bagaimana mungkin aku bisa melupakan tobol-tombol pada stick ini. Dulu setiap hari sabtu selama hampir seharian penuh aku menghabiskan waktu bermain bersamanya. Sementara di hari minggu ia akan sibuk bermain bola bersama teman-temannya.

"Dandra ini minumnya ya." Ujar Mama lalu menyuguhkan segelas sirup cocopandan berwarna merah. Sirup kesukaanku. Dandra mengangguk mengucapkan terima kasih. Ia lalu menuangkan sirup tersebut ke dalam gelas lalu menyerahkannya kepadaku. Aku menerima dan meminumnya. Kebiasaannya tak pernah berubah. Selama kami bermain PS, mama asyik membaca majalah yang baru saja dibelinya. 

"Din...gimana kabarmu?" Tanya Dandra dan aku menoleh. Matanya masih serius menatap layar televisi.

"Alhamdulillah baik." Jawabku sementara ada tanda tanya besar yang muncul di diri. Pertanyaan ini tentu saja adalah sebuah pertanyaan awal yang senantiasa dia ajukan saat kami bermain dulu. Aku kemudian terdiam. menunggu pertanyaan selanjutnya muncul.

"Sekarang yang kamu suka siapa?" Ujarku berbarengan dengan pertanyaan yang diajukan. Aku masih hapal benar. Dandra menoleh ke arahku. Sementara aku melempar tawa padanya. Kami secara bersamaan tertawa bersama. kenapa dia tak juga berubah.

"Masih hapal kamu?... kirain udah lupa." Ujar Dandra melirik ke arahku sementara aku masih menggeleng-geleng menahan tawa. "Maaf ya... habis kebiasaan." Ujarnya lagi dan aku mengangguk paham.

"Tetep ya Dan kamu nggak berubah." Aku memenangkan pertandingan racing car. Dandra geregetan meremas sticknya.

"Kamu menang terus. Udah ah mainnya" Ujarnya lagi. Mama yang berada di antara kami seolah tak peduli. Padahal aku tahu bahwa sebenarnya mama mendengar percakapan kami tadi.

Akhirnya permainan terhenti dan jadilah kami mengobrol ngalur ngidul lagi. Seperti dulu. Seperti yang kurindu. Namun kini semua sudah berbeda meski sejatinya kami tak ada pembeda. Setelah asyik bercakap-cakap tak terasa azan zuhur berkumandang. Mama bergegas mengajak kami untuk salat berjamaah bersama. Dandra menjadi imamnya. 

Tak pernah kusangka bahwa teman sepermainanku kini sudah banyak berubah. Setelah salat berjamaah bersama ia berdoa secara khusyuk sementara aku dan mama mengaminkan secara bersama. Di antara doa-doa yang diucapkannya secara perlahan aku mendengar sayup-sayup ia mengucapkan.

ROBBANAA HABLANAA MIN AZWAAJINAA WADZURRIYYAATINAA QURROTA A’YUN WAJ ‘ALNAA LIL MUTTAQIINA IMAAMAA"
"ROBBI LAA TADZARNI FARDAN WA ANTA KHOIRUL WAARITSIN”.
"ROBBI HABLII MILLADUNKA ZAUJATAN THOYYIBAH AKHTUBUHA WA ATAZAWWAJ BIHA WATAKUNA SHOOHIBATAN LII FIDDIINI WADDUNYAA WAL AAKHIROH”.

Aku mengaminkan dalam hati. Sebagian doa yang diucapkannya memang sudah biasa menjadi doa dalam setiap akhir salatku. Semoga kami sama-sama mendapatkan yang terbaik. Aamiin Ya Rabbal Alaamiin.

****
NB: Arti Doa: 

Ya Tuhan kami, anugerahkanlah kepada kami istri2 kami dan keturunan kami sebagai penyenang hati (kami) dan jadikanlah kami imam bagi orang2 yang bertakwa”. (Q.S. 25 : 74)

Ya Allah janganlah engkau tinggalkan aku seorang diri dan engkau sebaik-baiknya Dzat yang mewarisi”

Ya Robb, berikanlah kepadaku istri yang terbaik dari sisi-Mu, istri yang aku lamar dan nikahi dan istri yang menjadi sahabatku dalam urusan agama, urusan dunia dan akhirat






Tidak ada komentar:

Posting Komentar