Sabtu, 21 September 2013

Kebangkitan Pertanian Indonesia

Indonesia: sebuah negara yang seharusnya menjadi primadona dalam hal pertanian dewasa ini tampak menurun efektivitasnya . Banyak faktor yang menyebabkan perubahan  dalam pertanian. Perubahan tersebut mencangkup produktivitas yang menurun karena terpengaruh oleh berbagai hal.  Sebelum mengkaji terkait produktivitas petani dalam bidang pertanian penulis akan menjelaskan terkait pengertian pertanian serta cakupannya.

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia kata pertanian berasal dari kata Tani yang berarti mata pencaharian dalam bentuk bercocok tanam; dengan tanam-menanam (KBBI, 2008:1626). Sedangkan pertanian itu sendiri mengusahakan tanah dengan tanam menanam. Penjelasan tersebut menjelaskan bahwa pertanian adalah salah satu kegiatan yang dilakukan oleh manusia yang berkaitan dengan hal tanam menanam dengan memanfaatkan makhluk hidup (tanaman).

Penjelasan pertanian sebenarnya dapat meluas karena sesuatu hal yang memanfaatkan makhluk hidup sebagai kegiatan atau usaha yang memiliki kapasitas tertentu dapat pula disebut pertaian. Makhluk hidup di sini tak terbatas hanya pada tanaman saja hewan pun bisa. Hal ini menunjukkan bahwa cakupan dalam pertanian luas hanya saja masyarakat kita lebih mengkhususkan dengan istilah khusus yakni peternak. Oleh karena itu dalam tulisan ini penulis menggunakan istilah petani dan peternak sebagai dua jenis mata pencaharian yang menjadi sub cabang dari pertanian.

Produktivitas para petani dan peternak seperti yang dijelaskan di atas dikatakan menurun. Beberapa faktor yang menyebabkan hal itu terjadi antara lain cuaca, perlindungan pemerintah terhadap petani Indonesia, dan pengembangan pemberdayaan pertanian dan perternakan. Penjelasan faktor-faktor terkait hasil produktivitas pertanian serta solusinya akan penulis jelaskan sebagai berikut.

Faktor Cuaca, baik dalam hal pertanian maupun peternakan agaknya menjadi faktor terbesar dalam menentukan kualitas dan kuantitas produktivitas. Sebagai negara khatulistiwa yang memiliki dua musim (hujan dan kemarau) Indonesia dapat dikatakan memiliki posisi strategis dalam perkembangan bidang pertanian. Namun dewasa ini agaknya tingkat pemanasan global menjadi isu utama yang berpengaruh terhadap cuaca sehingga berdampak pada hasil pertanian dan peternakan di Indonesia. Hal ini dapat dilihat dari perubahan yang signifikan terhadap kuantitas musim kemarau dan hujan yang tidak dapat diprediksi lagi. Hal ini dapat dirasakan pada tahun 2012 terjadi musim kemarau yang berkepanjanan di berbagai daerah.

Pemanasan global yang terjadi saat ini tentu menjadi salah satu faktor terbesar yang tak bisa dipungkiri bersumber dari ulah manusia itu sendiri. Pembabatan hutan secara membabi buta di Kalimantan dan beberapa hutan di Indonesia tak pelak menjadi penyokong utama semakin meningkatnya pemanasan global di tambah dengan maraknya pembangunan yang terkadang melibas lahan-lahan yang seharusnya dijadikan penyerapan air (alih fungsi).

Pertanian dapat dijadikan sebagai obat utama dalam hal “memperbaiki” cuaca. Pertanian dalam hal ini tak sebatas menanam tanaman-tanaman seperti padi dan sayur mayur saja. Tetapi, bisa meluas dengan cara menanam pohon yang dilakukan oleh petani pohon. Seperti halnya pertanian padi dan sayur mayur, petani pohon di sini nantinya akan memetik hasil dari apa yang ditanamnya. Salah satu pohon yang dapat dijadikan sebagai tanaman pertanian adalah pohon Jeungjing/jeunjing. Pohon ini sejenis pohon penghasil kayu yang memiliki pertumbuhan tercepat di dunia dapat menghasilkan kayu ringan yang berwarna putih yang dapat digunakan untuk keperluan meubel.
pohon jeunjing

Dengan menanam pohon Jeujing para petani pohon agaknya memberikan kontribusi besar bagi perbaikan cuaca serta meningkatkan kualitas hidup para petaninya. Kayu dari pohon layak digunakan secara maksimal setelah ditanam selama kurang lebih empat tahun. Selain memiliki harga jual yang cukup tinggi—karena permintaan barang-barang berbahan dasar kayu terus meningkat—juga menjadi pemasok utama dalam pemberian oksigen karena semakin banyak pohon tentu semakin baik.

 Solusi dalam hal pertanian pohon agakanya menjadi salah satu alternatif angin segar pada sektor pertanian di Indonesia. Meski dalam menjalaninya perlu adanya kerja sama antar petani (komunitas). Menurut MCMillan dan Chavis (1986) komunitas merupakan kumpulan dari para anggota yang memiliki rasa saling memiliki terkait di antara satu dan lainnya dan percaya bahwa kebutuhan para anggota akan terpenuhi selama para anggota berkomitmen untuk terus bersama-sama.
                                                    
Community is “a feeling that members have of belonging, a feeling that members matter to another and to the group, and a shared faith that members needs will be meet through their commitment to be together” (McMillan & Chavis (1986)

Pengertian komunitas di atas menunjukkan bahwa dengan adanya komunitas para petani dan peternak akan bersama-sama berkomitmen mewujudkan tujuan dari pertanian dan peternakan yakni meningkatkan taraf kehidupan mereka. Dengan adanya komunitas pergerakan terhadap produktivitas hasil pertanian dan peternakan lebih terorganisasi dan terarah.

Fakto kedua yang mempengaruhi tingkat produktivitas hasil pertanian dan peternakan adalah perlindungan pemerintah terhadap petani. Tidak dapat dipungkiri bahwasannya saat ini pemerintah Indonesia lebih mengoptimalkan diri pada sektor industri. Hal ini tentu saja disebabkan sektor industri menghasilkan pemasukan yang besar bagi negara. Padahal potensi pertanian di Indonesia sangatlah besar. Pemerintah sampai saat ini dinilai tidak begitu memperhatikan kondisi petani yang selama ini memasok kebutuhan pangan masyarakat Indonesia. Hal ini dibuktikan dengan maraknya impor kebutuhan pangan yang berpengaruh pada kenaikan harga. Seperti yang terjadi di tahun 2012, Menurut data BPS jumlah impor beras di tahun tersebut sudah mencapai 1.033.794,255 ton. (Badan Inteligen Negara 29/10/2012) Hal ini menunjukkan bahwa kepercayaan pemerintah terhadap petani dalam negeri rendah hal ini tentu berpengaruh panjang yang berakibat pada kerugian petani baik moril dan materi. Kerugian moril dapat dilihat dari menurunnya jumlah petani Indonesia yang kini lebih banyak beralih profesi karena merasa mata pencaharian sebagai petani tidak berprospek besar dalam meningkatkan kualitas hidup mereka.

Kegiatan mengimpor tersebut tentu saja mencederai hati para petani dan peternak karena mereka berupaya keras untuk memasok dan memenuhi kebutuhan pangan dalam negeri. Namun, pemerintah justru melakukan impor dan impor lagi. Hal ini tentu saja mengakibatkan lonjakan barang-barang kebutuhan masyarakat yang berimbas pula pada beban hidup para petani dan peternak.

Baru-baru ini terjadi kenaikan harga kebutuhan pangan seperti beras, sayur, daging, beberapa barang lainnya. Kenaikan harga barang contoh: bawang yang sempat meroket empat kali lipat berpengaruh terhadap daya beli masyarakat yang akhirnya menurun karena tak mampu membeli. Segelintir orang beranggpan bahwa kenaikan harga bawang dapat membuat petani bawang mendapat keuntungan lebih besar dari sebelum-sebelumnya. Namau agaknya itu hanya anggapan yang tak berujung pada kebenaran. Buktinya petani bawang masih berada dalam taraf memprihatinkan karena sebenarnya tengkulaklah yang “bermain” dalam hal tersebut.

Perlindungan pemerintah dirasa perlu dengan cara membatasi impor hasil pertanian negara lain terlebih saat ini pasar bebas mulai tumbuh dan berkembang. Upaya pembatasan impor baik dari segi pertanian seperti beras, sayur mayur, daging, dan buah-buahan perlu dilakukan agar tak mematikan para petani dalam negeri. Hal ini tentu saja butuh dukungan motivasi dan pengayoman dari pemerintah itu sendiri dengan cara menerjunkan tenaga berpendidikan yang memiliki kemampuan lebih di bidang pertanian atau peternakan. Akan tetapi dewasa ini agaknya para pemuda Indonesia yang memilki latar belakang pendidikan terkait pertanian dan peternakan hanya beberapa saja yang konsisten menerapkan ilmunya di masyarakat selebihnya menguap dan melesap dalam arus pasar yang lebih mengundang dan menggiurkan.

Penggerakan ekonomi kerakyatan dalam hal ini berkaitan dengan usaha kemajuan pasar rakyat juga menjadi tugas pemerintah dalam melindungi hasil pertanian dan peternakan. Maraknya pasar swalayan secara langsung dapat mematikan pasar tradisional yang efeknya pun berpengaruh kepada petani dan peternak. Hasil produkivitas mereka yang didistribusikan ke pasar-pasar swalayan mengalami kenaikan harga namun pendapatan yang mereka terima tetaplah sama. Dengan adanya penggalakan pasar tradisional selain meningkatkan taraf hidup pedagang juga berpengaruh terhadap hasil produkivitas pertanian dan peternakan karena semua saling terikat dan saling bergantung.

Faktor ketiga berkaitan erat dengan pengembangan dan pemberdayaan pertanian yang sampai saat ini masih beli putus antara tengkulak dengan petani atau peternak. Perlu adanya konsep pemberdayaan berbasis komunitas petani dan peternak sehingga taraf hidup petani dan peternak bisa ditingkatkan. Hal ini tentu saja bisa meningkatkan taraf kehidupan petani dan peternak serta memaksimalkan dan mengoptimalisasikan kemampuan mereka dalam hal bertani dan berternak.

Pengembangan dan pemberdayaan pertanian dan peternakan dapat dilakukan salah satunya dengan cara mengubah konsep pertanian dan peternakan dengan penerapan pengolahan secara organik. Selain itu, ada pengolahan hasil pertanian dan peternakan agaknya menjadi salah satu alternatif agar tingkat harga jual terhadap produktivitas dapat meningkat pula. Dengan adanya berbagai tinjauan serta alternatif yang telah penulis sampaikan di atas dapat membawa angin segar untuk kembali membangkitkan pertanian di Indonesia.

Kebangkitan pertanian dan peternakan di Indonesia dapat terwujud jika semua elemen saling bekerja sama dalam mewujudkan dan membangun pertanian yang lebih baik lagi. Tentu semua dengan pengawasan yang optimal dengan terus berinovasi dan berkreasi dalam pemanfaatan produkstivitas pertanian dan peternakan sehingga akan berimbas atau berdampak terhadap kualitas dan taraf hidup semua elemen terutama petani dan peternak.

DAFTAR PUSTAKA
Chavis, D.M., Hogge, J.H., McMillan, D.W.,& Wandersman (1986) Sense of community through brunswick’s lens: a first look. Journal Of Community Psychology. 14 (1), Pp 24-40.
Depdiknas. 2008. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.

“Prediksi dan tantangan sector pertanian” www.bin.go.id/wawasan/detail/155/3/29/10/2012/prediksi-tantangan-sektor-pertanian. diakses pada 26 Maret 2013.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar